Pergolakan di Suriah: Pembunuhan Etnis Alawite Imbas Jatuhnya Bashar al-Assad

12 hours ago 8

TEMPO.CO, Jakarta - Suriah mengalami pertumpahan darah terparah sejak Presiden Bashar Al Assad terguling dari kekuasaan Desember tahun lalu. Sedikitnya 1.000 korban jiwa dilaporkan terbunuh akibat kekerasan yang terjadi di wilayah pesisir sejak Kamis, 6 Februari 2025.

Bentrokan sektarian tersebut melibatkan pasukan keamanan pemerintah yang didominasi kelompok Islamis melawan pejuang dari minoritas Alawite yang mendukung Assad.

Dikutip dari Reuters, peristiwa tersebut bermula ketika pemerintah yang dipimpin oleh kelompok Sunni Islam mengirim bala bantuan ke wilayah yang mayoritas dihuni oleh kaum Alawite, dengan tujuan menghancurkan serangan yang mereka sebut sebagai aksi mematikan oleh sisa-sisa pemerintahan Assad.

Saat bala bantuan tiba, masjid-masjid di daerah yang setia kepada pemerintahan baru mulai menyerukan jihad, atau perjuangan suci, untuk mendukung pasukan keamanan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pada Jumat sore, laporan mulai bermunculan mengenai kematian warga sipil akibat aksi balasan sektarian di berbagai kota dan desa Alawite. Hingga Minggu malam, 9 Maret 2025, Syrian Observatory for Human Rights, organisasi berbasis di Inggris yang memantau konflik tersebut, melaporkan bahwa 973 warga sipil tewas dalam serangan balasan yang dilakukan oleh pasukan pemerintah atau kelompok yang bersekutu dengan mereka. Selain itu, lebih dari 250 pejuang Alawite dan lebih dari 230 anggota pasukan keamanan pemerintah juga dilaporkan tewas.

Alawite telah menjadi incaran kelompok Islamis setelah Assad terguling, faksi-faksi Sunni bersenjata yang setia kepada pemerintahan baru melakukan serangan balas dendam terhadap kaum Alawite. Tindakan ini semakin memperdalam ketegangan sektarian di Suriah. Eskalasi kekerasan ini juga mengancam otoritas Hayat Tahrir al-Sham, kelompok Sunni garis keras yang berperan besar dalam menggulingkan Assad.

Selama beberapa dekade, kaum Alawite menjadi pendukung utama Assad. Namun kini, mereka menghadapi aksi pembalasan yang mematikan.

Menanggapi peristiwa itu, Presiden sementara Suriah, Ahmed Sharaa dalam pidatonya pada hari Minggu menyatakan bahwa sisa-sisa pemerintahan Assad, dengan dukungan pihak eksternal, berupaya menimbulkan perpecahan dan menyeret Suriah kembali ke perang saudara demi kepentingan mereka untuk memecah belah negara tersebut.

Ia berjanji untuk membentuk komite pencari fakta dan memastikan bahwa hasil investigasi akan dipublikasikan, serta bersumpah untuk menuntut pertanggungjawaban siapa pun yang terlibat dalam pertumpahan darah warga sipil atau tindakan kekerasan terhadap mereka.

Selain itu, ia mengumumkan pembentukan komite yang bertujuan menjaga perdamaian sipil, dengan tugas berkomunikasi dengan masyarakat di wilayah pesisir serta memberikan dukungan yang diperlukan guna memastikan perlindungan mereka.

Dalam wawancara dengan Reuters, Sharaa menegaskan bahwa pembantaian warga Alawite menjadi ancaman bagi misinya dalam menyatukan negara. Ia berjanji akan menghukum pihak-pihak yang bertanggung jawab, termasuk sekutunya sendiri jika diperlukan.

Adapun Mazloum Abdi, komandan Kurdi, dalam pernyataan tertulis kepada Reuters, menyebut bahwa faksi-faksi "yang didukung oleh Turki dan kelompok ekstremis Islam" adalah pihak yang paling bertanggung jawab atas kekerasan yang terjadi. Ia pun mendesak Sharaa untuk menuntut pertanggungjawaban mereka.

Sementara itu, pihak berwenang di Damaskus menyalahkan milisi bersenjata yang datang membantu pasukan keamanan atas eksekusi tanpa pengadilan terhadap puluhan pemuda serta penggerebekan mematikan di rumah-rumah yang terletak di desa dan kota yang dihuni oleh kelompok minoritas yang sebelumnya berkuasa di Suriah.

Respons Amerika Serikat dan Lainnya

Amerika Serikat yang telah memberlakukan sanksi terhadap Damaskus, mendesak otoritas Suriah untuk menuntut pertanggungjawaban terhadap "teroris radikal Islam" yang telah melakukan pembunuhan di Suriah. Washington juga menegaskan dukungannya terhadap kelompok-kelompok minoritas agama dan etnis di negara tersebut.

Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, melalui unggahan di X, menuduh bahwa kekejaman yang menimpa kaum Alawite membuktikan bahwa Sharaa telah menunjukkan "wajah aslinya" sebagai seorang jihadis.

Sementara itu, Arab Saudi dan Turki, yang merupakan sekutu Damaskus, menunjukkan dukungan mereka terhadap pemerintahan Suriah di tengah meningkatnya kekerasan pekan lalu. Riyadh mengecam "kejahatan yang dilakukan oleh kelompok kriminal" di Suriah serta serangan mereka terhadap pasukan keamanan.

Savero Aristia Wienanto dan Ida Rosdalina ikut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Sejarah Kekerasan di Suriah yang Tak Kunjung Reda

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |