Pernikahan Arwah Tayang 27 Februari, Padukan Horor dengan Tradisi Tionghoa

16 hours ago 10

TEMPO.CO, Jakarta - Sutradara Paul Agusta tak main-main dalam menggarap Pernikahan Arwah (The Butterfly House). Demi menjaga keaslian budaya Tionghoa yang menjadi inti cerita, ia menggandeng konsultan khusus dan penjaga kelenteng selama proses syuting di Lasem, Jawa Tengah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Kami juga konsul dengan penjaga kelenteng di Lasem, mereka on set juga, apalagi adegan-adegan yang seremoni-seremoni tertentu mereka ngejagain," kata Paul Agusta dalam konferensi pers di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan pasa Kamis, 20 Februari 2025.

Paul menegaskan, kehadiran konsultan dan penjaga kelenteng bertujuan untuk memastikan setiap adegan sesuai dengan tradisi yang diangkat. “Supaya nggak ada kesalahan. Jadi kami berusaha sebisa mungkin sesetia dengan budaya yang kamu angkat,” ungkapnya. Selain pendampingan, riset juga menjadi pilar utama dalam produksi. Paul mengaku membaca berbagai buku tentang elemen visual, arsitektur, hingga gaya busana peranakan Tionghoa di Indonesia. 

Mengangkat Tradisi Pernikahan Arwah

Film garapan Entelekey Media Indonesia dan Relate Films ini mengisahkan tradisi kuno pernikahan arwah yang masih hidup dalam budaya Tionghoa. Pernikahan Arwah (The Butterfly House) mengisahkan Salim dan Tasya, pasangan yang diteror arwah leluhur keluarga Salim. 

Paul menekankan bahwa meskipun berlatar budaya Tionghoa, cerita film ini bersifat universal. Ia menilai, film ini tentang kisah cinta sepasang kekasih, yang kebetulan berasal dari keluarga Tionghoa. Namun, konflik yang mereka hadapi cukup relevan bagi siapa saja. “Ada sisi emosional yang cukup kuat dalam film ini, tentang bagaimana kepercayaan leluhur bisa berbenturan dengan keinginan pribadi seseorang,” tuturnya. 

Tim produksi juga sangat berhati-hati dalam pengambilan adegan ritual. Mantera berbahasa Mandarin yang digunakan dalam film ini berasal dari tradisi asli, namun tidak diucapkan secara lengkap. “Kami sangat hati-hati, jadi manteranya nggak secara lengkap diucapkan, selalu diwanti-wanti jangan seluruh mantera diucapkan,” kata Paul menambahkan.

Lasem, Latar Autentik Penuh Sejarah

Ada alasan di balik Lasem yang dipilih sebagai lokasi utama syuting. Yaitu karena kekayaan budaya dan sejarahnya. Perlita Desiani, produser sekaligus pendiri Relate Films, menuturkan, “Lasem dipilih karena keindahan serta keasliannya dalam merepresentasikan budaya Tionghoa di Indonesia. Kami ingin membawa nuansa yang autentik, sehingga suasana dalam film terasa lebih hidup dan mendukung cerita yang kami bangun.” 

Selain tayang di Indonesia mulai 27 Februari 2025, Pernikahan Arwah juga akan diputar di tujuh negara Asia lainnya, termasuk Vietnam, Kamboja, Malaysia, Filipina, Myanmar, Laos, dan Brunei Darussalam. 

Berkisah tentang Teror Arwah Leluhur

Kisah film ini bermula saat Salim (Morgan Oey) dan Tasya (Zulfa Maharani) memutuskan untuk menggelar sesi foto pra-pernikahan di rumah keluarga Salim setelah bibinya meninggal dunia. Namun, kedatangan mereka membangunkan arwah leluhur yang meninggal di masa pendudukan Jepang. 

Selain harus mengurus pemakaman bibinya, Salim terikat kewajiban membakar dupa setiap hari di sebuah altar misterius—sebuah ritual keluarga yang tak boleh dilanggar. Jika tidak, nyawanya akan terancam. Teror demi teror pun muncul. Tasya, yang tak ingin calon suaminya terjebak dalam tradisi ini, berusaha menguak misteri keluarga Salim.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |