Pertama Kali, Solo Great Sale 2025 Digelar Serentak di Solo Raya

1 week ago 26

TEMPO.CO, Solo - Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Solo Ferry Septha Indrianto mengungkapkan rencana penyelenggaraan Solo Great Sale atau SGS 2025 pada Juli 2025 mendatang. Kali ini untuk pertama kali acara tersebut akan dihelat secara serentak di wilayah Solo Raya yakni Kota Solo dan enam kabupaten lainnya, yaitu Karanganyar, Boyolali, Klaten, Sukoharjo, Sragen, dan Wonogiri. 

"SGS di Solo Raya jadi momentum kebersamaan dan kekompakan meningkatkan pertumbuhan dan daya saing ekonomi. Dulunya kan SGS hanya di Kota Solo saja," ungkap Ferry kepada Tempo, Kamis, 10 April 2025. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ferry menilai penyelenggaraan SGS 2025 serentak di Solo Raya menjadi salah satu momentum untuk mewujudkan aglomerasi Solo Raya. Pihaknya menyambut baik gagasan dan konsep pengembangan kerjasama kawasan dalam bentuk aglomerasi Solo Raya ini.

"Aglomerasi bisa diwujudkan sebagai pengganti konsep karesiden yang sudah dibubarkan, yang dulunya bernama Karesidenan Surakarta pada 16 Juni 1946," ungkap dia. 

Menurut Ferry, tidak ada salahnya Solo Raya mewujudkan aglomerasi yang merupakan konsep dalam ekonomi dan tata ruang karena menggambarkan konsentrasi aktivitas manusia atau ekonomi dengan tujuan meningkatkan daya saing ekonomi dan pertumbuhan kawasan melalui integrasi wilayah dan efisiensi ekonomi. 

Selain itu, momentumnya adalah menjelang 100 hari pemerintahan daerah di wilayah Solo Raya dan semakin mengecilnya wacana pembentukan Provinsi Daerah Istimewa Surakarta atau DIS dan Provinsi Solo Raya yang muncul pada tahun 2019 lalu. 

Pembentukan keduanya dinilai berdasarkan pendekatan sejarah dan letak geografis saja. Dua hal ini juga jadi momentum penting. 

"Biasanya masyarakat di 100 hari pertama menilai pemerintahan yang berlangsung. Juga, sekarang wacana Daerah Istimewa Surakarta dan Provinsi Solo Raya menguap. Kini saatnya pendekatan ekonomi. Harapannya ekonomi semakin bergerak. Solo Raya juga bisa kompak. UMKM berkembang, perusahan/pabrik berkibar, hingga wisata juga maju," ucap dia. 

Ferry menambahkan, Daerah Istimewa Surakarta, Provinsi Solo Raya maupun karesidenan yang sudah dibubarkan menjadi koreksi bersama di pemerintahan Solo Raya. Sebaiknya bukan pendekatan wilayah, tetapi perekonomian karena ekonomi dunia yang tengah lesu.

Konsep aglomerasi dan pendeketan wilayah berdasarkan geografis memiliki perbedaan mendasar, baik dari segi aspeknya, tujuan, maupun dampak signifikan terhadap suatu wilayah. 

"Adapun inisiasi aglomerasi Solo Raya berfungsi untuk tetap menjaga keberlanjutan wilayah Surakarta melalui konsengrasi ekonomi," ungkapnya.

Masalah sekarang, lanjut dia, soal keterbatasan ruang pembangunan akibat lahan yang dimiliki, tetapi juga hilangnya peran dan fungsi awal yang dulu menjadi dasar pembentukan Karesidenan Surakarta.

Lebih dari sekadar perubahan administratif, bubarnya Karesidenan juga menandai berakhirnya konsep awal yang menetapkan Solo sebagai pusat perkotaan seluas 44 kilometer persegi didukung oleh enam kabupaten dengan total wilayah 5.600 kilometer persegi 

Secara proporsi, luas Solo tak lebih dari 1 persen dari keseluruhan Karesidenan, yang seharusnya tetap berfungsi sebagai episentrum pembangunan kawasan.

"Otonomi daerah kemudian membuat ego sektoral. Harus diredam ego sektoralnya. Ya jadinya kota kecil berjuang sendiri tanpa dukungan di wilayah sekitar. Maka jangan sampai Surakarta jadi kota gagal," katanya.

Ferry mengatakan seperti buku Presiden Prabowo yang didengungkan “Why Nations is Failed”, kenapa bangsa-bangsa gagal karena mulai dari negara, pemerintah pusat hingga daerah tidak mampu mengatasi ketidakpastian warga dan membiayai operasional kepemerintahannya.

“Di sini esensinya aglomerasi Solo Raya dan satu-satunya solusi untuk mengatasi keberlanjutan wilayah Surakarta. Kita fokus melalui ekonomi, nanti yang lain akan mengikuti" ucap dia. 

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |