Pertamax Diduga Dicampur Pertalite, LBH Jakarta Minta Pertamina Jujur

6 hours ago 8

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Fadhil Alfathan meminta PT Pertamina (Persero) untuk jujur dalam melabeli produk bahan bakar minyak (BBM) yang mereka distribusikan. Pertamina, kata Fadhil, harus transparan mengenai ketentuan blending BBM research octane number (RON) 90 atau Pertalite menjadi RON 92 atau Pertamax.

Menurut Fadhil, Pertamina seharusnya memberi tahu konsumennya jika selama ini Pertamax yang mereka pakai memang hasil blending. Salah satu caranya, kata Fadhil, adalah dengan memberi label khusus. "Kalau memang RON 90 diblending dengan berbagai zat-zat tertentu, ya bikin saja merek baru, Pertaplos atau apa pun itu ya," kata Fadhil dalam konferensi persi di Kantor LBH Jakarta, Menteng, Jakarta Pusat pada Jumat, 28 Februari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dia menyampaikan penjelasan mengenai produk yang dijual merupakan bagian dari perlindungan konsumen. Pertamina, kata Fadhil, bisa saja menyampaikan ke konsumen bahwa BBM RON 92 yang mereka jual berasal dari blending RON yang ada di bawahnya atau ada tidaknya zat-zat lain dalam proses blending itu.

Fadhil menilai Pertamina seharusnya tetap mengungkapkan hal tersebut terlepas dari kualitas BBM yang dihasilkan. Dari basisnya itu harus jelas dahulu, dalam konteks perlindungan konsumen, ini tidak ada informed consent yang diberikan kepada masyarakat sebagai konsumen utama bahan bakar minyak," ujar dia.

Fadhil mengatakan perusahaan wajib transparan dalam memasarkan produk yang mereka jual. Dia memberi contoh produk-produk kopi yang dapat diketahui dengan jelas bahan bakunya. "Kalau kita beli kopi, itu harus jelas dulu kopinya kopi saset atau memang itu kopi yang betul-betul murni," ucap dia.

Hingga saat ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan sembilan tersangka kasus impor minyak. Usai meringkus tiga Direktur Utama Sub Holding PT Pertamina dan empat orang lainnya, Kejagung menetapkan dua bos PT Pertamina Patra Niaga sebagai tersangka baru kasus ini. Mereka adalah Maya Kusmaya (MK) selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga dan Edward Corne (EC) selaku VP Trading Operation Pertamina Patra Niaga.

Sementara itu, tersangka dari subholding PT Pertamina meliputi Direktur Utama Patra Niaga Riva Siahaan, Direktur Optimasi Feedstock & Produk PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) Sani Dinar Saifuddin, dan Direktur PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi.

Tersangka dari subholding PT Pertamina meliputi Direktur Utama Patra Niaga Riva Siahaan, Direktur Optimasi Feedstock & Produk PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) Sani Dinar Saifuddin, dan Direktur PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi.

Para tersangka korupsi Pertamina ini diduga melakukan blending atau mengoplos BBM jenis Pertamax dengan Pertalite. Direktur Utama Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan yang ditetapkan sebagai salah satu tersangka diduga membeli RON 90 atau lebih rendah, namun mengaku membeli RON 92. Kemudian RON 90 itu dioplos atau blending di storage atau depo untuk menjadi RON 92.

Sebelumnya, pelaksana tugas harian Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Mars Ega Legowo Putra, membantah soal Pertamax oplosan seperti yang ditudingkan Kejaksaan Agung. Ega menjelaskan BBM yang diterima Pertamina Patra Niaga berasal dari dua sumber utama, yakni kilang dalam negeri dan pengadaan dari luar negeri. Produk tersebut sudah memiliki nilai RON yang sesuai sebelum didistribusikan.

“Baik yang dari luar negeri maupun yang dari dalam negeri, itu kita sudah menerima dalam bentuk RON 92. Yang membedakan adalah, meskipun sudah dalam RON 90 maupun RON 92, itu sifatnya masih base fuel, artinya belum ada aditif. Jadi Pertamina Patra Niaga itu mengelola dari terminal sampai ke SPBU,” ujar Mars Ega, dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VII DPR RI, pada Rabu 26 Februari 2025.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |