PKL Sragen Kelimpungan Diterpa Retribusi Rp 30 Ribu Per Hari, Tatag: Jangan Ditakut-takuti, Mereka Cuma Ingin Hidup

8 hours ago 9

Pemerintah Kabupaten Sragen menerapkan penegakan Peraturan Daerah (Perda) yang mewajibkan retribusi Rp 30 ribu per hari bagi para Pedagang Kaki Lima (PKL) di Sragen || Huri Yanto

SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM Kebijakan penerapan retribusi Rp 30 ribu per hari terhadap Pedagang Kaki Lima (PKL) oleh Pemerintah Kabupaten Sragen menuai sorotan tajam dari publik. Di tengah sulitnya ekonomi dan menurunnya daya beli masyarakat, kebijakan ini justru dianggap mencekik pelaku usaha kecil.

Salah satu tokoh masyarakat yang juga Ketua PSI Sragen, Tatag Prabawanto, ikut angkat bicara. Ia menyesalkan pendekatan kekuasaan yang digunakan dalam menegakkan aturan yang dinilai tak berpihak kepada wong cilik.

“Ada setidaknya tiga PKL yang hanya jualan cilok atau pentol itu tak berani jualan,” ungkap Tatag, yang juga pernah menjabat Sekda Sragen, kepada wartawan, Jumat (4/7/2025).

Tatag menyebut, visi misi Bupati Sragen seharusnya berpihak kepada pelaku UMKM sebagaimana tercantum dalam poin ke-14. Namun, kebijakan tersebut justru kontraproduktif dengan semangat pemberdayaan ekonomi kecil.

“Saya sampaikan saat meresmikan night market, ketika pemerintah kurang perhatian, perut merasa lapar dan dompet kosong akan menjadi masalah sosial,” tegasnya.

Menurutnya, PKL hanya ingin mencari nafkah. Karena itu, ia meminta Pemkab Sragen lebih bijak dalam menyikapi keberadaan PKL, khususnya yang berjualan di kawasan Taman Harmoni.

“Masyarakat selama ini hanya ingin hidup, jangan ditakut-takuti dengan aturan dan Perda,” tambahnya.

Tatag juga menyoroti tidak adanya insentif fiskal atau fasilitas nyata yang diterima PKL dari pemerintah. Namun di sisi lain, mereka dibebani kewajiban retribusi yang besar tanpa kontra prestasi yang sepadan.

“Pendekatan yang humanis-lah,” imbuhnya.

Ia mengungkapkan banyak PKL mengeluh takut berjualan karena khawatir dimintai retribusi sebesar Rp 30 ribu. Padahal, pendapatan harian mereka hanya berkisar antara Rp 50 ribu hingga Rp 100 ribu.

Ironisnya, sejumlah PKL bahkan memilih tidak berjualan dan lebih memilih mengadukan keluh kesahnya ke Tatag ketimbang ke wakil rakyat di dewan. Hal ini menurutnya menunjukkan kurangnya keberpihakan dari para pemangku kebijakan.

Menanggapi hal itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sragen, Rina Wijaya, menegaskan bahwa kebijakan retribusi tersebut telah sesuai dengan Perda yang berlaku dan telah mendapat izin dari pimpinan.

“Itu hanya berlaku pas event besar, saat kemah atau pengajian. Tidak setiap saat,” terang Rina.

Rina menjelaskan bahwa retribusi Rp 30 ribu per hari tidak diberlakukan kepada PKL yang telah menyewa lapak tahunan atau menjalin kerja sama resmi dengan DLH.

“Daripada dipungut tidak pakai karcis, malah liar. Makanya kami kasih informasi lewat MMT itu,” imbuhnya.

Huri Yanto

Harap bersabar jika Anda menemukan iklan di laman ini. Iklan adalah sumber pendapatan utama kami untuk tetap dapat menyajikan berita berkualitas secara gratis.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |