TEMPO.CO, Jakarta - Presidium Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI) Kanti W. Janis menilai polemik pernyataan anggota Komisi X DPR Ahmad Dhani soal naturalisasi tidak bisa lagi dilihat sebagai permasalahan karakter buruk perorangan. Dia melihat persoalan tersebut merupakan cerminan kegagalan sistem pemilihan umum yang selama ini berlaku di Indonesia.
“Kehadiran orang-orang seperti Ahmad Dhani sebagai pembuat kebijakan menunjukkan kegagalan sistem pemilu kita. Sistem pemilu kita tidak mampu memfilter orang-orang seksis, inkompeten seperti Ahmad Dhani,” ujar Kanti melalui pesan tertulis ketika dihubungi Tempo pada Sabtu, 8 Maret 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, anggota Komisi X DPR Ahmad Dhani melontarkan pernyataan yang dianggap rasis dan bernada merendahkan perempuan. Ini terjadi saat rapat Komisi X DPR membahas naturalisasi pemain tim nasional pada Rabu, 5 Maret 2025.
Pentolan band Dewa 19 itu mengatakan naturalisasi tidak harus dilakukan untuk pemain. Dirinya mengusulkan agar naturalisasi dilakukan kepada pesepak bola yang sudah berusia 40 tahun untuk kemudian menikah dengan perempuan Indonesia. “Naturalisasi pemain bola yang hebat, lalu kita jodohkan dengan perempuan Indonesia. Nah, anaknya itu yang kita harapkan menjadi pemain bola yang bagus juga," ujar politikus Partai Gerindra itu.
Kanti menyatakan, Ahmad Dhani bukan pejabat pemerintah pertama yang melontarkan pernyataan bernada seksis dan bertendensi misoginis ke ruang publik. Dirinya menyebut beberapa pernyataan bernada serupa yang pernah dilontarkan pejabat, seperti Tito Karnavian saat menjabat sebagai Kepala Polri yang menyatakan bahwa dalam kasus pemerkosaan, terkadang polisi harus bertanya kepada korban, apakah selama pemerkosaan merasa nyaman.
Kanti juga mengutip komentar Budi Arie Setiadi ketika masih menjabat sebagai Menteri Komunikasi dan Informasi yang menurutnya memberikan kesan bahwa perempuan lebih kejam daripada laki-laki. “Hal ini ia sampaikan di tengah tingginya angka femisida,” tutur Kanti.
Lebih lanjut, Kanti berujar, rekam jejak Ahmad Dhani yang sudah pernah mencicipi jeruji besi atas kasus ujaran kebencian, menjadi bukti bahwa musikus tersebut tidak kompeten dan tak mumpuni menjadi seorang wakil rakyat. “Apakah itu cerminan bangsa yang mau terus-terusan kita tampilkan lewat para wakil rakyat?” ujar Kanti.
Oleh karena itu, Kanti menilai dibutuhkannya perbaikan secara menyeluruh atas sistem pemilu guna mencegah masuknya kandidat yang inkompeten duduk di kursi-kursi pejabat publik, baik di lembaga legislatif, eksekutif, maupun yudikatif. “Mereka digaji dari uang rakyat, tetapi hari-harinya hanya menyerang bahkan membahayakan rakyat yang menggaji mereka,” kata Kanti.
Sementara itu, Koalisi Perempuan Indonesia bersama sejumlah kelompok lain yang peduli terhadap isu perempuan tengah menyiapkan petisi secara daring untuk melaporkan Ahmad Dhani ke Mahkamah Kehormatan Dewan atau MKD DPR. Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia Mike Verawati mengatakan, petisi tersebut digunakan untuk memperkuat laporan ke MKD DPR. "Dalam waktu dekat setelah terhimpun, kami akan ajukan," ujar Mike saat dihubungi pada Sabtu, 8 Maret 2025.
Salah satu isi petisi tersebut adalah pemberian sanksi tegas berupa vonis pelanggaran etik untuk Ahmad Dhani. Selain itu, petisi itu berisi persetujuan publik bahwa pernyataan Ahmad Dhani sebagai kesengajaan merendahkan perempuan, seksis hingga diskriminatif. "Pernyataan Ahmad Dhani menggambarkan belum tuntas cara pikir legislator dalam memposisikan warga negara secara adil dan setara," ujar Mike.
Novali Panji Nugroho berkontribusi dalam penulisan artikel ini.