TEMPO.CO, Jakarta - Dugaan nepotisme di tubuh instansi negara diduga kembali terjadi. Kali ini dalam jajaran kepengurusan Forestry and Other Land Use disingkat FOLU Net Sink 2030. Sekjen Partai Solidaritas Indonesia (PSI) sekaligus Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni—yang membawahi organisasi tersebut—diduga menunjuk sederet kader PSI untuk mengisi berbagai jabatan.
Tudingan nepotisme itu secara gamblang disebut oleh Anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Daniel Johan disebut sebagai nepotisme. Sebagai bagian dari rencana kerja pemerintah, menurut Daniel, Raja Juli seharusnya mengutamakan transparansi dan kompetensi dalam menyusun tim. Pihaknya mempertanyakan mekanisme penujukan tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Penunjukan ini tidak salah jika disebut nepotisme. Terlebih, Raja Juli yang merupakan Sekjen PSI membawa belasan kadernya dalam struktur tim,” kata kata legislator Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu kepada wartawan, Jumat, 7 Maret 2025.
Adapun nama-nama kader PSI itu mencuat dalam Keputusan Menteri (Kepmen) Kehutanan Nomor 32 Tahun 2025 yang beredar di media sosial. Mereka di antaranya Raja Juli sendiri sebagai penanggung jawab atau pengarah, lalu Andy Budiman sebagai dewan penasihat ahli dan Furqan Amini Chaniago sebagai anggota bidang konservasi.
Ada pula nama Sigit Widodo dalam daftar pengurus OMO Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 tersebut sebagai anggota bidang peningkatan cadangan karbon, kemudian nama Endika Fitra Wijaya sebagai staf kesekretariatan bidang pengelolaan hutan lestari, serta Suci Mayang Sari sebagai anggota bidang penegakan hukum dan peningkatan kapasitas.
Nepotisme merupakan tindakan mendahulukan atau memprioritaskan keluarga untuk diangkat dan atau diberikan jalan menjadi pejabat negara atau sejenisnya. Selain keluarga, praktik nepotisme juga terjadi karena ikatan kelompok maupun golongan. Salah satunya ikatan sesama anggota partai, disebut nepotisme Organizational Tribalism.
Di Indonesia, praktik nepotisme dilarang sebagimana aturannya tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 1999.
Dilansir dari laman Fahum.umsu.ac.id, pelarangan nepotisme lantaran banyaknya dampak negatif yang membuntuti praktik ini. Berikut sederet sisi gelap nepotisme.
1. Kinerja institusi merugi karena pengangkatan bukan berasaskan kualifikasi
Praktik nepotisme dapat merugikan kinerja institusi lantaran pengangkatan berdasarkan hubungan keluarga atau kesamaan latar belakang akademik atau organisasi, bukan didasarkan pada kemampuan atau kualifikasi. Hal ini dapat menyebabkan orang yang lebih kompeten merasa tidak dihargai. Di sisi lain orang yang diangkat berkemungkinan justru tak mampu menjalankan tugas.
2. Tercorengnya etika kerja
Nepotisme dapat merusak etika kerja dalam organisasi karena mengutamakan hubungan keluarga atau kesamaan latar belakang akademik atau organisasi daripada kemampuan atau kualifikasi. Kondisi ini dapat menciptakan lingkungan di mana penghargaan dan promosi bukan didasarkan pada kinerja tetapi pada faktor-faktor yang tidak relevan.
3. Timbulkannya ketidakpuasan dan konflik
Praktik nepotisme memicu ketidakpuasan di kalangan karyawan dan dapat memicu konflik dalam organisasi. Pihak yang merasa tidak dihargai atau diabaikan karena praktik nepotisme dapat merasa tidak termotivasi dan merugikan produktivitas.
4. Merusak kredibilitas
Kredibilitas institusi juga tercoreng di mata masyarakat akibat nepotisme karena dapat dianggap sebagai tindakan yang tidak adil dan korup. Hal ini dapat mempengaruhi reputasi dan citra institusi di masyarakat dan dapat mengurangi dukungan dari stakeholder.
5. Menghambat organisasi dan masyarakat
Nepotisme dapat menghambat kemajuan organisasi dan masyarakat karena dapat mencegah orang-orang yang lebih berkualifikasi dan berbakat untuk bergabung dan berkontribusi pada organisasi atau masyarakat.
Sebelumnya, Lembaga yang berfokus pada isu lingkungan, Auriga Nusantara, turut mengkritisi masuknya belasan kader PSI ke struktur OMO Indonesia’s FOLU Net Sink 2030. Direktur Hukum Auriga Nusantara Roni Saputra menganggap masuknya orang bawaan Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni itu berpotensi membuat FOLU Net Sink sulit mencapai tujuannya.
“Tidak dapat mencapai tujuan dari FOLU itu sendiri, yaitu menghindari deforestasi, konservasi dan pengelolaan hutan lestari, perlindungan dan restorasi lahan gambut, serta peningkatan serapan karbon,” kata Roni saat dihubungi Tempo pada Sabtu, 8 Maret 2025.
Selain itu, Roni menilai masuknya beberapa orang dengan latar belakang diduga tidak relevan dengan isu lingkungan sebagai upaya merusak demokrasi. Auriga Nusantara menilai langkah Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni memasukkan orang-orang dari partainya tidak patut secara etika. “Jangan kemudian tindakan ini sebagai upaya untuk melanggengkan kekuasaan dan membangun oligarki-oligarki baru,” ujar dia.
Hammam Izzuddin, Mutiara Roudhatul Jannah, Eka Yudha, dan Hanin Marwah berkontribusi dalam artikel ini.
Pilihan editor: Kader PSI Jadi Pengurus FOLU Net Sink, Walhi: Tidak Punya Pengetahuan di Kehutanan dan Iklim