Prabowo Singgung Hakim Masih Indekos, Hakim Ad Hoc Ungkap Gaji Kecil Masih Dipotong Pajak

1 day ago 10

TEMPO.CO, Jakarta - Hakim Ad Hoc di Indonesia mengaku masih menghadapi ketimpangan kesejahteraan dibandingkan hakim karir. Forum Solidaritas Hakim Ad Hoc Indonesia (FSHA) mengungkapkan bahwa sejak 2013, penghasilan mereka tidak mengalami kenaikan, sementara hakim karir telah menikmati kenaikan gaji melalui PP 44/2024.

FSHA menyoroti perbedaan mencolok antara hakim adhoc dan hakim karir. Selain penghasilan lebih rendah, hakim ad hoc juga dikenai pajak penghasilan, sementara hakim karir tidak. "Sudahlah nilainya lebih kecil, dipotong pajak pula," tulis FSHA dalam keterangan rersminya yang diterima Tempo Kamis, 20 Februari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selain penghasilan yang belum berubah, lanjut FSHA, fasilitas pun dinilai minim. Perpres nomor 5 tahun 2013 mengatur fasilitas hakim adhoc diantaranya: rumah negara, fasilitas transportasi dan biaya perjalanan dinas. Sementara dalam prakteknya, hakim ad hoc “hanya” menerima bantuan biaya rumah yang nilainya hanya cukup untuk sewa kos, dan bantuan transportasi yang nilainya juga kurang memadai. 

FSHA menyebut, PP nomor 44 tahun 2024 yang disahkan diakhir masa jabatan Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu, hanya “dinikmati” oleh hakim karir dan “melupakan” hakim adhoc. Hal itu terjadi lantaran peraturan yang mengatur mengenai hak keuangan dan fasilitas hakim adhoc, yakni Perpres nomor 5 tahun 2013 tidak ikut diubah.

Perpres tersebut pernah mengalami perubahan pada tahun 2023 untuk mengakomodasi Hakim Adhoc Hak Asasi Manusia, namun bagi hakim adhoc yang lain (hakim adhoc Tindak Pidana Korupsi, Hakim adhoc Hubungan Industrial dan hakim adhoc Perikanan) tidak ada kenaikan penghasilan sejak tahun 2013.

FSHA meminta Presiden Prabowo Subianto segera merevisi Perpres 5/2013 untuk memperbaiki kesejahteraan hakim ad hoc. "Presiden punya kewenangan penuh untuk mengubah aturan ini. Jika PP bisa cepat direvisi, Perpres seharusnya lebih mudah," tulis FSHA.

Selain kesejahteraan hakim, FSHA juga memberikan dukungan agar presiden memberikan perhatian terhadap kesejahteraan aparatur pengadilan yang lain, seperti sekretariat dan kepaniteraan, agar seluruh aparatur pengadilan dapat menjalankan tugasnya dengan baik tanpa dibebani persoalan kesejahteraan yang seharusnya dijamin oleh negara. 

Respons ini datang usai Prabowo Subianto mengatakan hakim di Indonesia harus mendapatkan kualitas hidup yang baik. Dia bercerita, banyak menerima laporan bahwa banyak hakim tidak memiliki rumah dinas.

“Banyak hakim kita masih kos, ini tidak boleh terjadi. Ada Menteri Keuangan enggak di sini?” kata Prabowo saat memberikan sambutan sidang istimewa laporan tahunan Mahkamah Agung RI di Gedung MA, Jakarta Pusat, Rabu, 19 Februari 2025. Dia pun berjanji akan bekerjasama dengan legislatif untuk memperbaiki kualitas hakim. 

Sementara itu Ketua Mahkamah Agung (MA) Sunarto melaporkan beban perkara yang ditangani pihaknya sepanjang 2024 adalah sebanyak 31.138. Jumlah itu terdiri dari perkara masuk sebanyak 30.991, ditambah dengan sisa perkara pada 2023 sebanyak 147. “Jumlah tersebut meningkat 13,18 persen dibandingkan dengan tahun 2023 yang menerima 27.512 perkara,” kata Sunarto.

Sunarto mengungkapkan beban perkara yang meningkat tersebut ditangani oleh 45 orang hakim agung. Untuk penanganan perkara tindak pidana korupsi (tipikor) dan perselisihan hubungan industrial (PHI), selain oleh hakim agung, juga dilakukan oleh sembilan hakim ad hoc. Ini terdiri dari empat hakim ad hoc tipikor dan lima hakim ad hoc PHI. Sehingga, rata-rata beban kerja tiap hakim agung dalam setahun adalah 2.076 berkas perkara.

Sepanjang 2024, Mahkamah Agung memutus 30.908 perkara. Jumlah ini meningkat 12,95 persen dibandingkan dengan 2023 yang sebanyak 27.365 perkara. Dengan data tersebut, rasio produktivitas memutus perkara tahun 2024 mencapai 99,26 persen. Data tersebut menunjukkan jumlah perkara yang belum diputus pada akhir tahun 2024 kurang dari 1 persen, atau hanya berjumlah 0,74 persen. 

Mahkamah Agung berhasil mempertahankan rasio produktivitas memutus perkara di atas angka 99 persen dan sisa di bawah 1 persen selama lima tahun,” ujar Sunarto, 

Kemudian dari sisi penyelesaian perkara, Mahkamah Agung telah menyelesaikan minutasi perkara dan mengirimkan salinan putusan ke pengadilan pengaju sebanyak 31.162 perkara. Jumlah ini meningkat 9,64 persen dibandingkan 2023 yang berjumlah 28.422 perkara.

Amelia Rahima Sari dan Eka Yudha berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |