TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Prabowo Subianto meluncurkan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) di halaman tengah Istana Merdeka, Jakarta, hari ini, Senin, 24 Februari 2025. Prabowo mengatakan Danantara merupakan instrumen yang dapat mengoptimalkan badan usaha milik negara (BUMN).
“Danantara Indonesia akan menjadi salah satu dana, kekayaan, atau sovereign wealth fund (SWF) negara terbesar di dunia. Danantara Indonesia adalah solusi strategis dan efisien dalam mengoptimalkan badan usaha milik negara,” kata Prabowo, seperti dipantau dari akun YouTube Sekretariat Presiden.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, Kepala BPI Danantara Muliaman Darmansyah Hadad menyatakan akan memanggil tujuh BUMN yang disebut bakal masuk ke dalam SWF atau dana investasi pemerintah baru itu. Namun, lanjut dia, tak ada banyak agenda dalam pertemuan awal tersebut.
“Tentu saja dengan semuanya yang tujuh (BUMN), yang akan diserahkan ke Danantara lebih banyak perkenalan,” kata Muliaman saat dijumpai di kantornya di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, pada Selasa, 19 November 2024.
Adapun tujuh BUMN yang dimaksud, diperkirakan adalah PT Pertamina (Persero), Mining Industry Indonesia (MIND ID), PT PLN (Persero), PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk., PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. atau BRI, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. atau BNI, dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Lantas, bagaimana profil ketujuh perusahaan tersebut?
Profil 7 BUMN yang Dikabarkan Masuk Danantara
Melansir dari masing-masing laman resminya, berikut profil singkat tujuh BUMN yang digadang-gadang masuk Danantara:
1. Pertamina
Pertamina bermula dari PT Perusahaan Minyak Nasional (Permina) pada 10 Desember 1957. Lalu, pada 1960, Permina berubah status menjadi Perusahaan Negara (PN) Permina. Delapan tahun berlalu, PN Permina merger dengan PN Pertamin menjadi PN Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (Pertamina) pada 20 Agustus 1968.
Berikutnya, melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1971, pemerintah mengatur peran Pertamina dalam menghasilkan dan mengelola minyak dan gas bumi (migas) dari ladang-ladang minyak serta menyediakan kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) dan gas di Indonesia.
Dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001, Pemerintah mengubah status Pertamina menjadi penyelenggaraan public service obligation (PSO) dilakukan melalui kegiatan usaha. Kemudian, berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 31 Tahun 2003, PN Pertamina berubah nama menjadi PT Pertamina (Persero).
Adapun Dewan Direksi Pertamina kini terdiri dari Simon Aloysius Mantiri sebagai Direktur Utama; Wiko Migantoro sebagai Wakil Direktur Utama; Atep Salyadi Dariah Saputra sebagai Direktur Strategi, Portofolio, dan Pengembangan Usaha; Emma Sri Martini sebagai Direktur Keuangan; M. Erry Sugiharto sebagai Direktur Sumber Daya Manusia (SDM); Alfian Nasution sebagai Direktur Logistik dan Infrastruktur; Erry Widiastono sebagai Direktur Penunjang Bisnis; serta Ahmad Siddik Badruddin sebagai Direktur Manajemen Risiko.
Sementara itu, nama-nama anggota Dewan Komisaris Pertamina, meliputi Mochamad Iriawan atau Iwan bule sebagai Komisaris Utama dan Komisaris Independen; Dony Oskaria sebagai Wakil Komisaris Utama; Heru Pambudi sebagai Komisaris; Bambang Suswantono sebagai Komisaris; Condro Kirono sebagai Komisaris Independen; Alexander Lay sebagai Komisaris Independen; Raden Adjeng Sondaryani sebagai Komisaris Independen; serta Iggi H. Achsien sebagai Komisaris Independen.
2. MIND ID
BUMN Holding Industri Pertambangan Indonesia dibentuk dengan menggunakan entitas PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau Inalum pada 2017. Inalum merupakan induk perusahaan yang mempunyai mayoritas saham di tiga perusahaan tambang terbesar di Indonesia, yaitu PT Aneka Tambang Tbk., PT Bukit Asam Tbk., dan PT Timah Tbk.
Sejak 2019, Holding Industri Pertambangan Indonesia berubah menjadi MIND ID untuk membedakan fungsi Inalum sebagai operasional pabrik peleburan aluminium dan fungsi holding. MIND ID kini mempunyai nama entitas baru, yaitu PT Mineral Industri Indonesia (Persero), yang beranggotakan PT Aneka Tambang Tbk., PT Bukit Asam Tbk., PT Timah Tbk., PT Freeport Indonesia, dan PT Indonesia Asahan Aluminium.
Adapun Dewan Direksi MIND ID terdiri dari Hendi Prio Santoso sebagai Direktur Utama, Dany Amrul Ichdan sebagai Wakil Direktur Utama, Dilo Seno Widagdo sebagai Direktur Portofolio dan Pengembangan Usaha, Akhmad Fazri sebagai Direktur Keuangan, serta Nur Hidayat Udin sebagai Direktur Manajemen Risiko dan HSSE.
Sementara itu, Dewan Komisaris MIND ID, yaitu Fuad Bawazier sebagai Komisaris Utama atau Independen, Nugroho Widyotomo sebagai Komisaris Independen, Pamitra Wineka sebagai Komisaris Independen, Astera Primanto Bhakti sebagai Komisaris, Grace Natalie sebagai Komisaris, dan Nicolaus Teguh Budi Harjanto sebagai Komisaris.
3. PLN
PLN berawal dari perusahaan di bidang pabrik gula dan teh milik Belanda yang mulai mendirikan pembangkit tenaga listrik untuk keperluan sendiri. Pada periode 1942-1945, terjadi peralihan pengelolaan perusahaan-perusahaan Belanda oleh Jepang, setelah menyerah di awal Perang Dunia II.
Proses peralihan kembali berlangsung di akhir Perang Dunia II setelah Jepang menyerah kepada Sekutu. Kesempatan tersebut dimanfaatkan oleh delegasi buruh/pegawai listrik dan gas bersama dengan pemimpin Komite Nasional Indonesia (KNI) Pusat untuk menghadap Presiden ke-1 RI Sukarno agar menyerahkan perusahaan-perusahaan kepada Pemerintah RI.
Pada 27 Oktober 1945, Bung Karno membentuk Jawatan Listrik dan Gas di bawah Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga, dengan kapasitas pembangkit tenaga listrik 157,5 MW. Pada 1 Januari 1961, Jawatan Listrik dan Gas diubah menjadi Badan Pemimpin Umum Perusahaan Listrik Negara (BPU-PLN), tetapi dibubarkan empat tahun kemudian.
Pada saat yang sama, dua perusahaan negara, yaitu PLN dan Perusahaan Gas Negara (PGN) diresmikan. Pada 1972, PP Nomor 18 mengatur bahwa PLN ditetapkan sebagai Perusahaan Umum Listrik Negara dan sebagai pemegang kuasa usaha ketenagalistrikan (PKUK). Namun, sejak 1944, PLN berubah menjadi perusahaan perseroan (Persero).
Adapun jajaran direksi PLN terdiri dari Darmawan Prasodjo sebagai Direktur Utama, Sinthya Roesly sebagai Direktur Keuangan, Yusuf Didi Setiarto sebagai Direktur Legal dan Manajemen Human Capital. Evy Haryadi sebagai Direktur Transmisi dan Perencanaan Sistem, Edi Srimulyanti sebagai Direktur Retail dan Niaga, Hartanto Wibowo sebagai Direktur Perencanaan Korporat dan Pengembangan Bisnis, Wiluyo Kusdwiharto sebagai Direktur Manajemen Proyek dan Energi Baru Terbarukan, Adi Lumakso sebagai Direktur Manajemen Pembangkitan, Adi Priyanto sebagai Direktur Distribusi, serta Direktur Manajemen Risiko sebagai Suroso Isnandar.
Sementara itu, Dewan Komisaris PLN, yaitu Burhanuddin Abdullah sebagai Komisaris Utama dan Komisaris Independen, Suahasil sebagai Wakil Komisaris Utama, Aminuddin Ma’ruf sebagai Komisaris, Dadan Kusdiana sebagai Komisaris, Jisman Parada Hutajulu sebagai Komisaris, Susiwijono Moegiarso sebagai Komisaris, Yazid Fanani sebagai Komisaris Independen, Mutanto Juwono sebagai Komisaris Independen, Andi Arief sebagai Komisaris Independen, dan Ali Masykur Musa sebagai Komisaris Independen.
4. Telkom Indonesia
Telkom Indonesia merupakan BUMN yang bergerak di bidang layanan teknologi informasi dan komunikasi serta telekomunikasi digital, dengan 12 anak usaha. Pemilik mayoritas saham Telkom, yaitu Pemerintah dengan kepemilikan sebesar 52,09 persen, sedangkan sisanya sebesar 47,91 persen dipegang oleh publik.
Pendirian Telkom diatur dalam PP Nomor 30 Tahun 1965 tertanggal 6 Juli 1965. Anak usaha Telkom, di antaranya Metranet, Telkomsat, Telkomsigma, Telkomsel, Telkom Infra, Telin, TelkomMetra, Mitratel, NeutraDC, Telkom Akses, PINS, dan Telkom Property.
Adapun Dewan Direksi Telkom diisi oleh Ririek Adriansyah sebagai Direktur Utama, Heri Supriadi sebagai Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko, FM Venusiana R sebagai Direktur Enterprise dan Business Service, Herlan Wijanarko sebagai Direktur dan IT Solution, Muhammad Fajrin Rasyid sebagai Direktur Digital Business, Budi Setyawan Wijaya sebagai Direktur Strategic Portfolio, Afriwandi sebagai Direktur Human Capital Management, Bogi Witjaksono sebagai Direktur Wholesale dan International Service, serta Honesti Basyir sebagai Direktur Group Business Development.
Kemudian, Dewan Komisaris Telkom terdiri dari Komisaris Utama atau Komisaris Independen Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro, Komisaris Independen Wawan Iriawan, Komisaris Independen Bono Daru Adji, Komisaris Marcelino Pandin, Komisaris Ismail, Komisaris Rizal Mallarangeng, Komisaris Isa Rachmatarwata, Komisaris Arya Mahendra Sinulingga, dan Komisaris Silmy Karim.
5. BRI
BRI adalah salah satu bank yang tergabung dalam Himpunan Bank Milik Negara (Himbara). Salah satu bank milik pemerintah tersebut didirikan di Purwokerto, Jawa Tengah oleh Raden Bei Aria Wirjaatmadja pada 16 Desember 1895 dengan nama De Poerwokertosche Hulp en Spaarbank der Inlandsche Hoofden.
Setelah periode kemerdekaan Indonesia, Pemerintah RI menegaskan bahwa BRI sebagai bank pemerintah pertama melalui PP Nomor 1 Tahun 1946. Kemudian, selama masa perang mempertahankan kemerdekaan pada 1948, operasional BRI sempat terhenti dan mulai aktif kembali setelah Perjanjian Renville pada 1949, serta berganti nama menjadi Bank Rakyat Indonesia Serikat.
Kemudian, berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 41 Tahun 1960, Bank Koperasi Tani dan Nelayan (BKTN) dibentuk melalui peleburan dari BRI, Bank Tani Nelayan, dan Nederlandsche Maatschappij (NHM). Melalui Penetapan Presiden (Penpres) Nomor 9 Tahun 1965, BKTN diintegrasikan ke dalam Bank Indonesia (BI) menjadi Bank Indonesia Urusan Koperasi Tani dan Nelayan.
Baru beroperasi selama satu bulan, Penpres Nomor 17 Tahun 1965 diterbitkan untuk mengatur pembentukan bank tunggal, yaitu Bank Negara Indonesia. Dalam ketentuan tersebut, BKTN diintegrasikan ke dalam Bank Negara Indonesia unit II bidang rural, sedangkan NHM menjadi Bank Negara Indonesia unit II bidang ekspor dan impor (exim).
Sejak 1 Agustus 1992, status BRI berubah menjadi perseroan terbatas melalui Undang-Undang Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 dan PP Nomor 21 Tahun 1992. Kepemilikan BRI kala itu sepenuhnya di tangan pemerintah. Namun, pada 2003, pemerintah memutuskan untuk menjual 30 persen saham ke publik.
Adapun Dewan Direksi BRI terdiri dari Sunarso sebagai Direktur Utama; Catur Budi Harto sebagai Wakil Direktur Utama; Supari sebagai Direktur Bisnis Mikro; Amam Sukriyanto sebagai Direktur Commercial, Small, and Medium Business; Handayani sebagai Direktur Bisnis Konsumer; Agus Winardono sebagai Direktur Human Capital; Viviana Dyah Ayu Retno K sebagai Direktur Keuangan; Andrijanto sebagai Direktur Retail Funding and Distribution; Agus Sudiarto sebagai Direktur Manajemen Risiko; Agus Noorsanto sebagai Direktur Bisnis Wholesale dan Kelembagaan; Arga M. Nugraha sebagai Direktur Digital dan Teknologi Informasi; serta Ahmad Solichin Lutfiyanto sebagai Direktur Kepatuhan.
Sementara itu, Dewan Komisaris BRI meliputi Kartika Wirjoatmodjo sebagai Komisaris Utama, Rofikoh Rokhim sebagai Wakil Komisaris Utama/Komisaris Independen, Heri Sunaryadi sebagai Komisaris Independen, Rabin Indrajad Hattari sebagai Komisaris, Paripurna Poerwoko Sugarda sebagai Komisaris Independen, Haryo Baskoro Wicaksono sebagai Komisaris Independen, Nurmaria Sarosa sebagai Komisaris Independen, Dwi Ria Latifa sebagai Komisaris Independen, Awan Nurmawan Nuh sebagai Komisaris, dan Agus Riswanto sebagai Komisaris Independen.
6. BNI
BNI awalnya didirikan sebagai bank sentral dengan nama Bank Negara Indonesia melalui Perppu Nomor 2 Tahun 1946 tertanggal 5 Juli 1946. Kemudian, berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1968, BNI ditetapkan sebagai Bank Negara Indonesia 1946 dan statusnya berubah menjadi BUMN.
Berdasarkan PP Nomor 19 Tahun 1962 tertanggal 29 April 1992, bentuk hukum BNI mengalami penyesuaian menjadi perseroan terbatas. BNI mulai mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya pada 1996.
Saham-saham BNI kini dimiliki Pemerintah RI sebesar 60 persen, sedangkan 40 persen sisanya dimiliki masyarakat. BNI diklaim sebagai bank nasional terbesar ke-4 di Indonesia berdasarkan pada total aset, kredit, maupun dana pihak ketiga (DPK).
Adapun jajaran direksi BNI meliputi Royke Tumilaar sebagai Direktur Utama, Putrama Wahju Setyawan sebagai Wakil Direktur Utama, Novita Widya Anggraini sebagai Direktur Keuangan, Hussein Paolo Kartadjoemena sebagai Direktur Digital and Integrated Transaction Banking, I Made Sukajaya sebagai Direktur Enterprise and Commercial Banking, David Pirzada sebagai Direktur Risk Management, Agung Prabowo sebagai Direktur Wholesale and International Banking, Ronny Venir sebagai Direktur Network and Services, Munadi Herlambang sebagai Direktur Institutional Banking, Corina Leyla Karnalies sebagai Direktur Retail Banking, Mucharom sebagai Direktur Human Capital and Compliance, serta Toto Prasetio sebagai Direktur Technology and Operations.
Berikutnya, Dewan Komisaris BNI terdiri atas Komisaris Utama/Komisaris Independen Pradjoto, Wakil Komisaris Utama Pahala Nugraha Mansury, Komisaris Independen Sigit Widyawan, Komisaris Askolani, Komisaris Independen Asmawi Syam, Komisaris Mohamad Yusuf Permana, Komisaris Independen Iman Sugema, Komisaris Independen Septian Hario Seto, Komisaris Independen Erwin Rijanto Slamet, Komisaris Fadlansyah Lubis, dan Robertus Billitea Komisaris.
7. Bank Mandiri
Bank Mandiri didirikan sebagai bagian dari program restrukturisasi perbankan pada 2 Oktober 1998. Pada Juli 1999, empat bank pemerintah, yaitu Bank Bumi Daya, Bank Dagang Negara, Bank Ekspor Impor Indonesia, dan Bank Pembangunan Indonesia dilebur menjadi Bank Mandiri.
Adapun Dewan Direksi Bank Mandiri terdiri dari Darmawan Junaidi sebagai Direktur Utama, Alexandra Askandar sebagai Wakil Direktur Utama, Agus Dwi Handaya sebagai Direktur Kepatuhan dan SDM, Riduan sebagai Direktur Corporate Banking, Aquarius Rudianto sebagai Direktur Jaringan dan Retail Banking, Toni E. B. Subari sebagai Direktur Operation, Rohas Hafas sebagai Direktur Hubungan Kelembagaan, Sigit Prastowo sebagai Direktur Keuangan dan Strategi, Timothy Utama sebagai Direktur IT, Eka Fitria sebagai Direktur Treasury and International Banking, Danis Subyantoro sebagai Direktur Manajemen Risiko, serta Totok Priyambodo sebagai Direktur Commercial Banking.
Kemudian, Dewan Komisaris Bank Mandiri meliputi M. Chatib Basri sebagai Komisaris Utama/Independen, Zainudin Amali sebagai Wakil Komisaris Utama/Independen, Rionald Silaban sebagai Komisaris, Faried Utomo sebagai Komisaris, Arif Budimanta sebagai Komisaris, Loeke Larasati Agoestina sebagai Komisaris Independen, Muhammad Yusuf Ateh sebagai Komisaris, Muliadi Rahardja sebagai Komisaris Independen, Heru Kristiyana sebagai Komisaris Independen, dan Tedi Bharata sebagai Komisaris.
Raihan Muzzaki berkontribusi dalam penulisan artikel ini.