TEMPO.CO, Jakarta - Santo Sumono, 69 tahun, sudah banyak lupa saat memberi keterangan di Pengadilan Tinggi Militer (Dilmilti) 1 Medan, Kamis lalu, 27 Februari 2025. Komisaris satu dan pemegang saham di PT Poly Kartika Sejahtera ini, datang sebagai saksi korban dengan terdakwa Kolonel Infanteri Purnawirawan Igit Donolego, bekas ketua Pusat Koperasi Kartika (Puskopkar) A Komando Daerah Militer (Kodam) 1 Bukit Barisan.
Persidangan yang diketuai majelis hakim Kolonel Farma Nihayatul Aliyah, mendakwa Igit melakukan penyalahgunaan wewenang dan menggelapkan uang. Ada empat saksi yang hadir, salah satunya adalah Santo, warga Jalan Krisan Blok C LK 12 Nomor 71 Griya R, Kelurahan Helvetia Timur, Kecamatan Medanhelvetia, Kota Medan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Santo bilang, pada 1993, dirinya dan Puskopkar A Kodam 1/BB mengelola kebun kelapa sawit di Desa Seituan, Kecamatan Pantailabu, Kabupaten Deliserdang, Sumatera Utara, seluas 500 hektar. Tertulis dalam Perjanjian Kerja Sama Nomor : SPER/05/III/1993 tanggal 31 Maret 1993 dan Perjanjian Dasar Nomor : SPER/06/III/1993 tanggal 31 Maret 1993 yang ditandatangani Ketua Puskopad A DAM 1/BB dan Pangdam 1/BB.
Berdasarkan kedua perjanjian itu, kedua belah pihak sepakat mendirikan perseroan bernama PT Poly Kartika Sejahtera dengan Akta Pendirian Nomor : 233 tanggal 28 Mei 1993. Komposisi saham, Santo 60 persen dan Puskopkar A Kodam 1/BB sebesar 40 persen.
"Kemudian dilakukan addendum, areal yang semula 500 hektar menjadi 520 hektar. Addendum lagi pada 1994, total areal menjadi 714,9 hektar," kata Santo.
Pada 2007, Ketua Puskopad A DAM 1/BB saat itu, Kolonel Art Felix Hutabarat menyebut ada yang salah di awal perjanjian, untuk kebaikan kedua belah pihak dikemudian hari, dia menyarankan akte legalisasi di notaris-kan. Menyatakan Santo Sumono dan PT Poly Kartika Sejahtera merupakan satu kesatuan. Lahirlah Akte Pernyataan Bersama Nomor : 338/Leg/2007 tertanggal 18 April 2007.
Menurut Santo, sejak 2001 sampai 2015 selalu diadakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pembagian keuntungan atau deviden di hadapan notaris. Begitu juga di 2017 sampai 2019, tetap diadakan RUPS di notaris dan ditandatangani Santo dan Puskopkar A Kodam 1/BB.
Berhubung akan dilakukan replanting, pada 2015 diadakan Addendum Perjanjian Kerjasama Nomor : Add.Sper/01/I/2015 tertanggal 13 Januari 2015 yang ditandatangani Ketua Puskop Kartika A/BB dan Pangdam 1/BB yang isinya menyebut perjanjian kerja sama diperpanjang dan berakhir di 2040. Pembagian komposisi saham berubah, Santo menerima 55 persen, wajib menyetor Rp 7 miliar ke PT Poly Kartika Sejahtera dengan Wiyono Sumono ditunjuk sebagai direkturnya.
"Modal dasar yang semula Rp 2,5 miliar lebih menjadi Rp 9,5 miliar lebih. Dari 2015 sampai 2019 tetap RUPS dihadapan notaris. Pada 2018 dan 2019 tidak ada deviden karena replanting. Sejak 2011, total luas lahan yang di-replanting 498,92 hektar. Sejak 2020, sudah produksi tandan buah segar atau TBS sebanyak 700 sampai 800 ton per bulan, sampai sekarang," ucap Santo.
November 2017, PT Poly Kartika Sejahtera menerima surat dengan Nomor : B/4315/XI/2017 tertanggal 20 November 2017 yang ditandatangani Asisten Logistik atasnama Panglima Kodam 1/BB tentang Penggunaan Lahan Kebun Seituan untuk pembangunan pangkalan militer. Perjanjian kerja sama diakhiri.
Ketua Puskop Kartika A/BB meminta segala kegiatan operasional dan replanting ditunda dan disesuaikan dengan kondisi keuangan. Direktur PT Poly Kartika Sejahtera diminta mencari jasa akuntan publik profesional untuk menghitung seluruh nilai aset perusahaan dan tanaman supaya tidak ada pihak yang dirugikan.
"Hasil audit menyebut total investasi Rp 46 miliar lebih. Nilai kompensasi PT Poly Kartika Sejahtera sebesar Rp 37 miliar. Saya mendapat Rp 20 miliar lebih. Proses pengakhiran kerja sama harusnya terealisasi pada 20 Februari 2020, tapi sampai Juni 2020 nihil," sebutnya.
Bolak-balik ditagih, melalui suratnya Nomor : B/115/VI/2020 tanggal 10 Juni 2020, Puskop Kartika A/BB menyatakan tidak keberatan apabila harus ditempuh lewat jalur hukum sehingga tidak berlarut-larut. Harapannya, dengan proses hukum permasalahan diselesaikan dengan dana komando karena koperasi tidak punya dana untuk mengembalikan uang kompensasi.
"Pada 9 September 2020, kebun diambil alih sepihak, satu regu pasukan diduga dari Batalyon 121 ditempatkan. Mulai 12 Oktober 2020 sampai sekarang, TBS diambil, dipanen, diangkut dan dijual ke pihak ketiga yaitu Aspin Tanadi dan Rudi secara illegal dan melawan hukum. Semua aset dan inventaris PT Poly Kartika Sejahtera juga diambil dan dikuasai sepihak yaitu kantor, gudang beserta isinya, mess, 33 unit perumahan karyawan, traktor dan truck colt diesel," ungkap Santo.
Sebulan berselang, tepatnya 12 Oktober 2020, koperasi yang saat itu diketuai terdakwa mengirim surat pemutusan perjanjian kerja sama sepihak. Isi surat menyatakan: pembuatan perjanjian bertentangan dengan AD/ART Puskop Kartika A/BB, managemen PT Poly Kartika Sejahtera tidak profesional mengelola kebun sehingga merugikan koperasi. Perusahaan dan direktur PT Poly Kartika Sejahtera memberi surat balasan yang menyatakan keberatan, hasilnya tidak ditanggapi.
Menurut Santo, alasan pemutusan hubungan kerja sama tidak masuk akal dan tidak dapat diterima karena dari awal bekerja sama, koperasi menempatkan personel aktifnya sebagai Papam dan Wakil Papam yang bertugas mengawasi segala kegiatan operasional dan aktifitas di kebun Seituan.
Mencatat hasil panen per-hari, mencatat harga penjualan TBS dan membuat laporan bulanan secara tertulis setiap bulan untuk disampaikan kepada ketua Puskop Kartika A/BB dengan tembusan pengurus Puskop Kartika A/BB dan Direktur PT Poly Kartika Sejahtera.
"Pengelolaan kebun transparan dan professional, diawasi bersama, tidak ada yang ditutup-tutupi kepada para pemegang saham. Manajemen PT Poly Kartika Sejahtera tetap melaksanakan kewajibannya," katanya lagi.
Pada 13 November 2020, terdakwa menerbitkan Surat Perintah Kerja dengan Nomor : SPK/01/XI/2020 kepada Rudy untuk melakukan kegiatan perawatan dan pemanenan di Kebun Seituan. Santo menilai koperasi tidak menghargai hubungan kerja sama yang telah berlangsung baik selama 27 tahun.
Sebulan kemudian, tepatnya 18 Desember 2020, terdakwa menerbitkan Surat Kuasa Nomor : SKSA/16/XII/2020 kepada Aspin Tanadi untuk menjual hasil panen kepada pihak lain tanpa memberitahukan PT Poly Kartika Sejahtera.
"Surat kuasa itu tidak ditembuskan ke jajaran Kodam 1/BB, kami mulai curiga. Penunjukan Rudy dan Aspin Tanadi juga menimbulkan kecurigaan karena hasil panen tidak ditimbang truck digital di kantor kebun PT Poly Kartika Sejahtera. TBS langsung dijual ke pihak lain. Penggelapan hasil penjualan kelapa sawit selama pemutusan hubungan kerja sepihak hampir Rp11,25 miliar," ungkap Santo.
Tak terima, PT Poly Kartika Sejahtera mengadu ke Pusat Polisi Militer Angkatan Darat (Puspomad) dengan Laporan Pengaduan Nomor : LP-03/III/2022/ldik tertanggal 11 Maret 2022 tentang dugaan tindak pidana pengambilan sepihak oleh Puskopkar A/BB.
Pusat Polisi Militer kemudian menerbitkan Surat Nomor : B/1490/VII/2022 tertanggal 06 Juli 2022 perihal Pemberitahuan Hasil Penyelidikan yang intinya meminta kedua belah pihak tidak melakukan kegiatan apapun di Kebun Seituan karena sedang dalam sengketa perdata dan pidana.
Oditurat Jenderal menerbitkan Surat Nomor : R/143/VII/2023 tertanggal 20 Juli 2023 yang ditandatangani Laksamana Muda (Purn.) Nazali Lempo meminta kepala Oditurat Militer Tinggi (Kaotmilti) 1 Medan melanjutkan proses hukum sesuai perundang-undangan karena unsur tindak pidana penyalahgunaan kekuasaan sesuai Pasal 126 KUHPM ataupun penggelapan sebagaimana diatur dengan pidana Pasal 374 KUHP telah terpenuhi.
Oditur Militer Tinggi 1 Medan Muhammad Al Hadi membenarkan terdakwa disangkakan Pasal 126 KUHPM dan Pasal 374 KUHPM. Ditanya jumlah uang yang digelapkan, Hadi mengaku tidak mengetahuinya. "Ancaman hukumannya dipenjara lima tahun," kata Hadi.
Agenda sidang hari ini adalah pemeriksaan saksi, ada lima saksi yang dipanggil, hanya empat yang hadir. Untuk kasus terdakwa, ada 23 saksi yang akan dihadirkan. "Saksi yang tidak hadir sudah kita panggil, tapi belum ketemu sampai sekarang. Nanti kita panggil lagi, mungkin sidang dilanjutkan tanpa kehadirannya," ucap Hadi.
Kuasa hukum Santo, Leo L. Napitupulu menambahkan, Putusan Sela Dilmilti 1 Medan Nomor : 10-K/PMT-I/AD/VI/2024 tanggal 14 Agustus 2024 menerima eksepsi yang diajukan penasihat hukum terdakwa. Menyatakan dakwaan Oditurat Militer Tinggi pada Oditurat Militer Tinggi 1 Medan Nomor Sdak/04/AD/K/I-00/VI/2024 tertanggal 11 Juni 2024, batal demi hukum dan pemeriksaan perkara terdakwa tidak dapat dilanjutkan.
Leo pun mengirimkan surat Nomor : 038/LLN/M/XI/2024 perihal : Permohonan Pengajuan Surat Dakwaan atau Tuntutan Ulangan terhadap Kolonel (Purn) Igit Donolego selaku mantan ketua Puskop Kartika A/DAM 1/BB pada 4 November 2024 kepada Kaotmilti 1 Medan agar memperbaiki berkas surat dakwaan dan mengajukannya kembali ke Dilmilti 1 Medan. Berdasarkan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP), sejak 14 Januari 2025 telah digelar persidangan atasnama terdakwa, Register Perkara Nomor : 1-K/PMT.I/AD/I/2025.
"Kami sangat keberatan dengan pemutusan kerja sama sepihak. Terdakwa sewenang-wenang dan tidak menghormati hal-hal yang telah disepakati. Tindakan terdakwa menghentikan aktivitas PT Poly Kartika Sejahtera secara sepihak adalah tindakan main hakim sendiri," kata Leo, Selasa, 4 Maret 2025.
"Informasi yang kami dapat, kerja sama dengan Rudy dan Aspin Tanadi juga diputus sepihak oleh terdakwa sejak 2024. Kebun dikelola sendiri olehnya. Awal Oktober 2024, terdakwa menunjuk pihak ketiga diduga bernama Jervison Oman untuk mengelola kebun Seituan," sambungnya.
Pada 12 Februari 2025, lanjut Leo, kliennya mengirim surat permohonan perlindungan hukum dan penyelesaian masalah kepada Wakil Presiden dengan tembusan Presiden, Ketua Komisi Yudisial dan Ketua Ombudsman.