TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas) Agus Andrianto menonaktifkan seluruh pejabat di Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Bandara Internasional Soekarno-Hatta setelah mendapatkan informasi adanya pungutan liar atu pungli terhadap WNA Cina yang hendak masuk ke Indonesia. “Sudah saya tarik semua dan sedang proses pemeriksaan,” kata Agus saat dikonfirmasi Tempo pada Sabtu, 1 Februari 2025.
Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi XIII DPR RI Al Muzzammil Yusuf mengapresiasi langkah tegas Menteri Imipas. “Penegakan hukum yang jelas sangat penting agar nama baik Bandara Soekarno-Hatta dapat diperbaiki ke depan,” kata Almuzzammil dalam keterangan yang diterima di Jakarta pada Ahad, 2 Februari 2025, seperti dikutip dari Antara.
Dia menuturkan, sebagai pintu gerbang udara terbesar di Indonesia, Bandara Soekarno-Hatta harus menjadi cerminan integritas dan profesionalisme aparat negara.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menekankan tindakan tegas itu harus menjadi peringatan bagi seluruh bandara di Indonesia, terutama bandara internasional yang melayani rute penerbangan luar negeri. “Kasus ini harus menjadi warning bagi semua bandara agar praktik serupa tidak terjadi lagi. Kepercayaan publik dan internasional terhadap sistem keimigrasian Indonesia harus dijaga dengan baik,” ujarnya.
Dia menyebutkan ketegasan dalam memberantas praktik suap dan pungli juga akan memperkuat pengawasan terhadap potensi masuknya barang-barang berbahaya ke Indonesia. “Jika semua aparat bandara menjalankan tugasnya secara profesional dan berintegritas, tidak hanya meningkatkan kualitas pelayanan, tetapi juga melindungi negara dari ancaman yang masuk melalui jalur udara,” tuturnya.
Komisi XIII DPR selaku mitra kerja Kementerian Imipas, kata dia, berkomitmen terus mengawasi dan mendorong perbaikan sistem keimigrasian agar makin transparan, bersih, dan profesional.
Sebelumnya, Kementerian Imipas menyatakan telah mencopot sekitar 30 pejabat imigrasi Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Agus Andrianto menjelaskan pencopotan itu imbas adanya informasi dari Kedutaan Besar Republik Rakyat Tiongkok (RRT) atau Kedubes Cina di Indonesia mengenai 44 kasus pungutan liar oleh petugas imigrasi Bandara Internasional Soekarno-Hatta kepada warga negara Tiongkok. “Setelah kami terima semua datanya, langsung kami tarik semua (petugas) yang ada di data dari penugasan di Soetta. Kami ganti,” kata Agus.
Dia memastikan semua petugas Imigrasi Bandara Soekarno-Hatta yang namanya ada dalam data Kedubes Cina di Indonesia sedang menjalani pemeriksaan internal. “Kami terima kasih dengan informasi dari kedutaan RRT atas perilaku anggota di lapangan, dan kami akan terus berbenah demi kebaikan institusi Imigrasi khususnya, termasuk di pemasyarakatan,” ujarnya.
Akademisi: Pencopotan Pejabat Imigrasi karena Dugaan Pungli Sudah Tepat
Adapun Guru Besar Ilmu Kebijakan Publik Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Dwiyanto Indiahono, menilai kebijakan Kementerian Imipas yang mencopot pejabat Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Bandara Internasional Soekarno-Hatta (Soetta) karena dugaan pungli sudah tepat.
“Kebijakan Kementerian Imipas yang mencopot pejabat imigrasi merupakan suatu kebijakan yang tepat sebagai wujud shock therapy bagi pejabat dan pegawai di internal Kementerian Imipas agar tidak coba-coba lagi melakukan pungli,” kata Dwiyanto melalui pesan singkat di Jakarta, Senin, 3 Februari 2025.
Dia juga mengatakan kebijakan tersebut penting untuk meningkatkan kembali kepercayaan publik kepada Kementerian Imipas. Pencopotan pejabat berwenang itu turut menunjukkan respons cepat kementerian terhadap permasalahan yang menjadi perhatian publik. “Pencopotan tersebut seharusnya sudah melalui berbagai investigasi mendalam dan teliti terhadap kasus pungli yang dilaporkan sehingga sanksi diterima oleh orang yang benar-benar melakukan kesalahan,” tuturnya.
Menurut dia, pungli di lingkungan birokrasi pemerintah setidaknya menunjukkan nilai dasar BerAKHLAK (Berorientasi Pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif) belum dipahami dan diinternalisasi dengan baik oleh aparatur sipil negara (ASN).
“Nilai utama yang berorientasi pelayanan dan akuntabel seharusnya membentuk birokrat yang malu jika menerima apalagi meminta pungli. Jika ada yang mencoba memberi pungli, seharusnya birokrat itu marah karena itu adalah upaya mencederai muruah dia sebagai pegawai pemerintah,” katanya.
Karena itu, dia menyarankan Kementerian Imipas menginternalisasi nilai-nilai BerAKHLAK secara lebih masif. Internalisasi tersebut bukan hanya program, melainkan serangkaian penanaman nilai sebagai budaya dalam setiap kegiatan dan proses kerja institusi.
Kementerian Imipas, kata dia, juga perlu mengoptimalisasi sistem pengawasan dan pelaporan (whistle blower system) sehingga menjadi lebih kuat dan sederhana, agar setiap dugaan pungli dapat dilaporkan dan diperiksa dengan segera. “Selain itu, kehadiran pemimpin yang berintegritas dan mampu memberi teladan dalam berintegritas merupakan kebutuhan setiap institusi yang ingin membersihkan institusinya dari pungli,” ujar dia.
Ade Ridwan Yandwiputra dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Kasus Pagar Laut di Perairan Bekasi: KKP Sebut PT TRPN Terancam Sanksi