TEMPO.CO, Jakarta - Keputusan grup band punk asal Purbalingga, Sukatani, untuk menarik lagu Bayar Bayar Bayar dari platform digital memunculkan beragam reaksi dari berbagai pihak. Lagu yang berisi kritik sosial ini sempat viral di media sosial sebelum akhirnya dicabut oleh pihak band, menyusul berbagai tekanan dan respons dari berbagai pihak, termasuk institusi kepolisian.
Wakil Bupati Purbalingga, Dimas Prasetyahani, menyatakan dukungannya terhadap kebebasan berkesenian, namun menekankan pentingnya etika dalam penyampaian kritik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kalau untuk bersenimannya, kami tentu mendukung. Tapi kalau terkait kritik, itu hak masing-masing orang, asalkan tetap membangun dan mengutamakan tata krama," ujarnya saat menghadiri peringatan Hari Jadi Ke-454 Kabupaten Banyumas di Purwokerto, Sabtu, 22 Februari 2025, dilansir dari Antara.
Ia juga menambahkan bahwa budaya ketimuran mengajarkan pentingnya sopan santun dalam menyampaikan kritik agar tetap memiliki dampak positif tanpa menimbulkan gesekan yang lebih luas.
Dimas juga menegaskan bahwa jika ada ancaman atau intimidasi terhadap warga Purbalingga, pemerintah daerah akan menyikapinya dengan serius dan memberikan perlindungan. Namun, terkait kabar pemecatan vokalis Sukatani, Novi Citra Indriyati alias Twister Angel, dari pekerjaannya sebagai guru, ia mengaku belum memiliki informasi yang mendalam. "Saya belum mendalami itu. Mungkin nanti saya dalami dulu ya, saya belum bisa berkomentar lebih banyak," katanya.
Menteri Kebudayaan Fadli Zon turut angkat bicara mengenai kasus yang dihadapi band Sukatani ini. Ia menegaskan bahwa kebebasan berekspresi merupakan bagian dari demokrasi, namun harus tetap menghormati batasan yang ada. "Di Indonesia, kita memiliki batasan yang harus dihormati, seperti tidak menyinggung SARA dan institusi tertentu. Kritik terhadap oknum sah-sah saja, namun jangan sampai menyamaratakan institusi secara keseluruhan," katanya di Istana Kepresidenan, Jumat, 21 Februari 2025.
Menurut Fadli, kritik yang tidak terarah dengan baik dapat menimbulkan kesalahpahaman dan justru menimbulkan dampak negatif bagi seniman itu sendiri.
Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo juga memberikan tanggapan, menegaskan bahwa Polri tidak antikritik dan selalu berupaya memperbaiki kinerja.
"Kritik itu penting sebagai bahan evaluasi bagi kami. Kami berkomitmen untuk terus berbenah dan memberikan sanksi bagi anggota yang melanggar serta penghargaan bagi yang berprestasi," ujarnya. Kapolri juga mengakui bahwa kritik dari masyarakat dapat menjadi cermin bagi institusi kepolisian untuk terus melakukan perbaikan.
Sebelumnya, dua personel Sukatani, Muhammad Syifa Al Lufti alias Alectroguy dan Novi Citra Indriyati alias Twister Angel, telah menyampaikan permintaan maaf kepada Kapolri dan Polri melalui video di akun media sosial mereka. Dalam pernyataannya, Alectroguy menegaskan bahwa lagu tersebut ditujukan untuk mengkritik oknum kepolisian yang menyalahgunakan kewenangannya, bukan institusi secara keseluruhan.
"Kami meminta maaf yang sebesar-besarnya kepada Bapak Kapolri dan institusi Polri atas lagu ciptaan kami dengan judul Bayar Bayar Bayar yang liriknya 'bayar polisi', yang telah kami nyanyikan hingga menjadi viral. Lagu ini sebenarnya saya ciptakan untuk oknum kepolisian yang melanggar peraturan," ujar Alectroguy.
Selain permintaan maaf, band tersebut juga menghapus lagu Bayar Bayar Bayar dari platform streaming musik dan mengimbau masyarakat untuk menghapus video yang menggunakan lagu tersebut. "Dengan ini, saya mengimbau kepada semua pengguna platform media sosial yang telah memiliki lagu kami dengan judul Bayar Bayar Bayar agar menghapus dan menarik semua video yang menggunakan lagu kami karena apabila ada risiko di kemudian hari, sudah bukan tanggung jawab kami," ujar Alectroguy.
Wakil Ketua DPP PKB, Muhammad Aji Pratama, turut menyampaikan pendapatnya terkait penarikan lagu ini. Menurutnya, kritik dalam seni adalah hal yang wajar dan seharusnya ditanggapi dengan dialog, bukan tindakan yang membatasi kebebasan berekspresi.
"Kalau ada yang tidak setuju, seharusnya dibantah dengan argumen, bukan dihapus begitu saja. Jangan sampai ini dipandang sebagai bentuk pembungkaman," ujarnya. Ia juga menambahkan bahwa seni merupakan cerminan dari realitas sosial yang ada dan harusnya bisa menjadi bahan introspeksi bagi pemerintah.
Kasus ini juga memunculkan reaksi dari berbagai komunitas seni dan masyarakat luas yang mempertanyakan sejauh mana kebebasan berekspresi di Indonesia dapat benar-benar dijamin. Beberapa pengamat menilai bahwa langkah Sukatani untuk menarik lagu mereka mencerminkan adanya tekanan yang signifikan terhadap kebebasan berkesenian di tanah air. Keputusan ini juga mengundang perdebatan lebih lanjut tentang batasan kritik dalam seni dan bagaimana negara harus menyikapinya tanpa membungkam kreativitas.