TEMPO.CO, Jakarta - Perusahaan konsultan properti Jones Lang LaSalle (JLL) Indonesia mencatat, tingkat hunian atau occupancy rate sektor perhotelan di Jakarta dan Bali mengalami penurunan secara tahunan pada Maret 2024. Di kedua wilayah ini, terjadi penurunan okupansi masing-masing sebanyak 4,4 poin dan 3,4 poin.
Julien Nouri, Executive Vice President, Investment Sales, Hotels & Hospiltality Group di JLL Asia Pacific menuturkan penurunan tingkat hunian itu diatasi dengan kenaikan tarif sejak bulan lalu. Tarif yang dimaksud yakni tarif harian rata-rata atau average daily rate (ADR). "Pertumbuhan berkelanjutan tarif harian rata-rata atau ADR memungkinkan hotel-hotel di Jakarta mengimbangi penurunan tingkat hunian pada year-to-date Maret 2025," ujarnya dalam jumpa pers Jakarta Property Market Overview 1Q 2025 oleh JLL Indonesia di IDX Building Tower, Jakarta, Rabu, 7 Mei 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selama triwulan pertama 2025, Julien mengungkap wisatawan internasional yang tiba di Bandara Soekarno-Hatta tercatat sebanyak 539 ribu orang atau naik 6 persen dibandingkan tahun lalu. Meski jumlah kunjungan internasional menurun pada Maret 2025, pemerintah mempertahankan target 16 juta wisatawan internasional sampai akhir tahun. Tujuannya, menjaga momentum di tengah ketidakpastian global.
Julien menambahkan, tak ada pasokan hotel baru yang muncul di Jakarta selama Januari hingga Maret tahun ini. Tapi ada dua properti yang akan dibuka pada akhir tahun ini, yakni Hotel Okura dengan 181 kamar dan Hotel Park Royal Jakarta dengan 162 kamar. Hotel-hotel mewah lain yang dijadwalkan akan dibuka pada 2027 yakni Regent Jakarta dengan 144 kamar dan Waldorf Astoria dengan 183 kamar.
Di Bali, Julien mengatakan, wisatawan asing meningkat 8 persen atau 1,4 juta orang selama triwulan pertama 2025 dibandingkan tahun sebelumnya. Tapi tingkat hunian hotel turun 3,4 poin. Seperti di Jakarta, Bali mengimbanginya dengan kenaikan tarif. "Nilai tukar juga terus menguntungkan kinerja hotel di Bali sejak Januari, karena tarif harian rata-rata atau ADF tetap tinggi meskipun tingkat hunian lebih rendah dari tahun lalu," ujarnya.
Ada satu hotel yang dibuka pada kuartal pertama 2025, yakni Regent Bali di Canggu dengan 50 kamar. Sebanyak 650 kamar baru diantisipasi akan masuk ke pasar pada akhir 2025 salah satunya adalah Kimpton Naranta Bali dengan 50 kamar yang ada di Badung.
Ihwal investasi hotel di Indonesia, Julien mengatakan, transaksi hotel di Indonesia belum banyak terlihat di awal 2025, tapi diperkirakan meningkat menjelang akhir tahun. Volume transaksi hotel diperkirakan akan mencapai sekitar 150 juta di akhir tahun. "Peningkatan ini mencerminkan kepercayaan investor yang meningkat terhadap lanskap perhotelan Indonesia yang terus berkembang dan potensinya untuk pertumbuhan," ujar Julien.
Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani sempat menyebut okupansi atau tingkat hunian hotel pada periode H-2 hingga H+6 Idul Fitri menurun 20 persen jika dibanding tahun sebelumnya. Lebaran biasanya jadi salah satu masa tersibuk atau peak season bagi industri perhotelan.
Sepinya hotel pada masa Lebaran tahun ini diduga akibat pelemahan daya beli masyarakat. Selain itu, titah Presiden Prabowo Subianto untuk mengurangi pos belanja termasuk perjalanan dinas turut berpengaruh pada okupansi hotel, mengingat lembaga pemerintahan merupakan salah satu konsumen industri perhotelan.
Menurunnya tingkat hunian kamar hotel berbintang tampak sejak 2024. Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik, okupansi hotel berbintang pada tahun lalu hanya mencapai 52,63 persen, menurun 7,11 persen dari okupansi hotel pada 2023. Ini merupakan tingkat okupansi terendah sejak pandemi Covid-19 usai, bahkan persentase tersebut jauh lebih rendah dari okupansi hotel sebelum pandemi.