TEMPO.CO, Jakarta - Setahun pasca perilisan film dokumenter Dirty Vote, sang sutradara Dandhy Laksono bersama tiga ahli hukum tata negara, yakni Bivitri Susanti, Zainal Arifin Mochtar, dan Feri Amsari yang membintangi film tersebut melakukan reuni.
Pertemuan tersebut dibagikan oleh Dandhy Laksono melalui laman Instagram pribadinya @dandhy_laksono. “Hari ini setahun lalu, film itu dirilis jam 11.25 WIB. Lalu kami reuni untuk omon-omon apa yang terjadi pada Indonesia setahun terakhir,” tulis Dandhy.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, film yang mengungkap soal dugaan kecurangan Pemilu 2024 itu dirilis pada Ahad, 11 Februari 2024, tiga hari sebelum Pemilu. Ketiga pakar hukum tersebut menjelaskan sejumlah data dan menguraikan berbagai dugaan pelanggaran hukum yang terjadi pada Pemilu 2024. Mereka juga menjelaskan potensi-potensi kecurangan pada pesta demokrasi yang berlangsung saat itu.
Setelah dokumenter ini dirilis, muncul berbagai reaksi dari berbagai lapisan masyarakat saat itu. Beragam tanggapan tersebut, dirangkum sebagai berikut.
Warganet di sosial media
Di media sosial, banyak netizen berkomentar dengan menyoroti penyaluran bansos untuk menunjang elektabilitas paslon tertentu. Selain itu, ada juga yang merasa tidak bisa lagi bersikap netral setelah melihat kecurangan yang ada di Pemilu 2024.
Ada pula yang mempertanyakan mengapa ada pihak yang menyebut bahwa film "Dirty Vote" berisi fitnah. Padahal menurut mereka, isi film tersebut hanya penjelasan kliping berita yang disertai dengan bukti foto atau video di dalamnya.
Iwan Tarigan
Juru Bicara Timnas Anies Baswedan Muhaimin-Iskandar (Amin) mengatakan, film tersebut menjadi sumber pengetahuan untuk masyarakat soal politik di Tanah Air.
“Film Dokumenter ini memberikan pendidikan kepada masyarakat bagaimana politisi kotor telah mempermainkan publik hanya untuk kepentingan golongan dan kelompok mereka,” kata Iwan melalui keterangan tertulis pada Ahad, 11 Februari 2024.
Habiburokhman
Wakil Ketua TKN Prabowo-Gibran, Habiburokhman, merasa film itu memiliki tendensi dan keinginan untuk mendegradasi Pemilu 2024 dengan narasi yang menurutnya sangat dasar. Dia meyakini, rakyat juga paham pihak mana yang melakukan kecurangan serta Presiden Jokowi yang berkomitmen menegakkan demokrasi.
“Sebagian besar yang disampaikan film itu adalah sesuatu yang bernada fitnah, narasi kebencian yang bernada asumtif dan sangat tidak ilmiah. Saya mempertanyakan kapasitas tokoh-tokoh yang ada di film itu,“ kata Habiburokhman, di Media Center TKN Prabowo Gibran, pada Minggu, 11 Februari 2024.
Todung Mulya Lubis
Deputi Hukum TPN Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis, menyebut film itu bagus untuk pendidikan politik masyarakat. Selain itu, Todung menginginkan tidak ada pihak yang membawa perasaan atau baper terhadap film Garapan Dandhy Laksono itu.
“Banyak hal-hal positif dalam film itu walaupun anda tentu boleh tidak setuju, tapi film ini pendidikan politik yang bagus. Pendidikan politik yang penting bagi masyarakat untuk punya kemelekan memahami dinamika politik di Indonesia,” kata Todung di Media Center Ganjar-Mahfud, Menteng, Jakarta Pusat, pada Ahad, 11 Februari 2024.
Gibran Rakabuming Raka
Saat melakukan blusukan sebagai Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka buka suara terkait kontroversi film dokumenter Dirty Vote yang dirilis pada masa tenang Pemilu 2024. Gibran mengaku belum menonton film tersebut dan meminta jika ada kecurangan Pilpres agar dilaporkan.
Ma’ruf Amin
Wakil Presiden periode 2019-2024, Ma’ruf Amin menanggapi film Dirty Vote sebagai bagian dari dinamika politik dan harus direspons dengan baik.
“Saya harapkan bahwa keinginan lebih baik itu harus direspons dengan baik juga,” kata Ma’ruf Amin di Istana Wapres Jakarta usai rapat koordinasi perempuan remaja dan perempuan Majelis Ulama Indonesia pada Senin, 12 Januari 2024.
Jusuf Kalla
Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla (JK) menilai substansi dalam film tersebut yang menceritakan kecurangan dalam Pemilu 2024 belum seberapa, alias baru terungkap sebagian saja.
Luhut Binsar Pandjaitan
Luhut yang saat itu menjabat Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi menuding terdapat kebohongan yang disajikan dalam film dokumenter Dirty Vote. "Itu yang membuat film Dirty Vote itu kan sama juga yang membuat (film) Sexy Killers ya 2019. Ternyata diurai ya banyak bohongnya. Jadi sayang juga sebenarnya kita menebar kebohongan," kata Luhut Panjaitan usai mencoblos di TPS 14 Desa Cemagi, Kecamatan Mengwi, Badung, Bali, Rabu, 14 Februari 2024.
Airlangga Hartarto
Saat itu, reaksi juga datang dari mantan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, yang menilai bahwa film Dirty Vote merupakan bentuk kampanye hitam untuk pasangan Prabowo-Gibran.
“Itu kan namanya black movie. Black campaign. Ya kalau itu kan nggak perlu dikomentari. Black movie (dikeluarkan) pas minggu tenang akhir akhir ini,” kata Airlangga di Istana Kepresidenan Jakarta pada Senin, 12 Februari 2024.
Rocky Gerung
Pengamat politik Rocky Gerung menilai film dokumenter "Dirty Vote" berperan penting untuk pemilu agar berlangsung jujur dan adil. Dia mengatakan film tersebut sekaligus menegur penguasa agar tak mengintervensi Pemilu 2024.
“Film Dirty Vote justru mem-backup Pemilu jurdil, jangan sampai ada Dirty Vote. Suara hitam. Menegur tangan kekuasaan yang tiba di kotak suara,” katanya usai menjadi pembicara “Panggung Mimbar Akademik dan Kerakyatan” di Universitas Widyagama Malang pada Senin, 13 Februari 2024.
Mengenai tuduhan film Dirty Vote yang disebut hoaks dan fitnah, Rocky menyebut film itu 'fitnah' yang benar lantaran dilengkapi dengan data dan berbasis riset. “Iya, saya setuju itu fitnah yang benar. Fitnah yang dilengkapi data. Berbasis riset,” ujarnya.
Raden Putri, Krisna Pradipta, Devy Ernis, Inge Klara Safitri, Myesha Fatina Rachman, Hana Septiana, Andika Dwi, Zulfikar Epriyadi, Ridian Eka Saputra, dan Ryan Maulana berkontribusi dalam penulisan artikel ini.