Sritex Pernah Disorot dalam Kasus Korupsi Eks Mensos Juliari Batubara

8 hours ago 8

TEMPO.CO, Jakarta - Salah satu perusahaan tekstil terbesar di Indonesia, PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex, resmi tutup per Sabtu, 1 Maret 2025. Sritex tak lagi beroperasi buntut tak bisa membayar utang atau pailit. Akhir perjalanan bisnis pabrik tekstil terbesar di Asia Tenggara itu dikonfirmasi melalui rapat kreditur kepailitan Sritex pada Jumat, 28 Februari 2025

Nama Sritex pernah menjadi sorotan lantaran sempat muncul dalam kasus korupsi bantuan sosial atau bansos bekas Menteri Sosial atau Mensos Juliari Petter Batubara pada 2020. Juliari diduga menunjuk Sritex untuk memproduksi goodie bag bansos atas rekomendasi Gibran Rakabuming Raka—Wali Kota Solo terpilih saat itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Spekulasi keterlibatan Sritex dan Gibran—kini menjabat Wakil Presiden RI—diungkapkan majalah Tempo edisi 19 Desember 2020. Dalam laporan bertajuk “Upeti Bansos untuk Tim Banteng”, Tempo menyebut Juliari dan tim khususnya diduga menunjuk rekanan untuk memproduksi goodie bag, yang akhirnya jatuh kepada Sritex.

Akar Kasus

Pada 2020, kala pandemi Covid-19 melanda negeri, Presiden ke-7 RI Joko Widodo atau Jokowi gencar menggelontorkan bansos sebagai “senjata” menyelamatkan rakyat dari pagebluk. Koordinasi penyalurannya dilakukan melalui Kementerian Sosial atau Kemensos pimpinan Juliari. Namun kewenangan itu digunakan sang Mensos untuk memperkaya diri.

Kasus terungkap ke publik setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggasak sejumlah anak buah Juliari pada Jumat siang, 5 Desember 2020 dalam operasi tangkap tangan atau OTT. Malam harinya, Juliari akhirnya menyerahkan diri ke KPK dan diumumkan sebagai tersangka keesokan harinya, Sabtu, 6 Desember 2020.

Ketua KPK Firli Bahuri mengumumkan Juliari menjadi tersangka penerima suap bansos. Sebelumnya KPK juga telah mencokok pejabat pembuat komitmen Kemensos, Matheus Joko Santoso, dan sopirnya; Sanjaya, Presiden Direktur PT Tigapilar Agro Utama Ardian Iskandar Maddanatja; broker Harry van Sidabukke; serta beberapa lainnya di Jakarta dan Bandung.

“Penyerahan uang dilakukan pada Sabtu pukul 02.00 di salah satu tempat di Jakarta,” kata Firli.

KPK menyita duit Rp 14,5 miliar dalam penangkapan tersebut. Pemberian fulus itu diduga bertujuan agar Juliari dan anak buahnya—Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono—memilih perusahaan Ardian dan Harry, selaku tersangka penyuapan, sebagai vendor penyedia bansos di kawasan Jabodetabek.

Dari pengusaha ini, Juliari diduga telah menerima suap senilai Rp 17 miliar. Duit ini dipungut dari pemotongan dana bantuan sosial sebesar Rp 10 ribu dari paket bahan pokok seharga Rp 300 ribu. Selama delapan bulan, sudah 23,708 juta paket atau total senilai Rp 6,464 triliun yang disalurkan.

“Diduga disepakati adanya fee dari tiap-tiap paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kementerian Sosial melalui Matheus Joko,” ujar Firli.

Dugaan Keterlibatan Sritex dan Gibran

Berdasarkan pada regulasi kedaruratan bencana, Kementerian Sosial pada Rabu, 8 April 2020, menetapkan mekanisme penunjukan langsung terhadap perusahaan penyedia paket bahan pokok, penyedia goodie bag, hingga jasa pengiriman bantuan sampai ke kelompok penerima manfaat.

Memilih vendor, Juliari membentuk tim khusus yang beranggota Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Pepen Nazaruddin serta dua pejabat pembuat komitmen, Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono. Dua pengusaha dan seorang sumber di Kemensos bercerita, tim Juliari kerap menggelar pertemuan dengan calon rekanan.

“Di restoran Sate Khas Senayan di seberang gedung Kementerian Sosial, Jalan Salemba, Jakarta Pusat. Sejak awal penunjukan, Matheus dan Adi meminta fee Rp 10 ribu per paket,” kata sumber tersebut.

Menurut sumber yang sama, duit itu diserahkan setelah perusahaan mereka mendapat surat perintah kerja dari Kemensos. Mereka bercerita, belakangan Matheus dan Adi meminta tambahan upeti, selain Rp 10 ribu untuk Juliari, sebesar 10-12 persen dari nilai pengadaan. Penyebabnya, paket itu ada pemiliknya, yakni sejumlah politikus dan pejabat pemerintah.

Cerita dua pengusaha itu dibenarkan oleh dua penegak hukum yang mengetahui aliran duit dari perusahaan yang ditunjuk Juliari. Keduanya mencontohkan, tiga perusahaan, yaitu PT Anomali Lumbung Artha, PT Famindo Meta Komunika, dan PT Integra Padma Mandiri, diduga memenangi paket yang “dimiliki” seorang pemimpin komisi di DPR dari PDIP.

“Menurut keduanya, ada pula jatah untuk seorang ketua komisi di DPR dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan,” tulis laporan Tempo.

Tempo menelusuri sejumlah perusahaan yang ditunjuk langsung dan mendapat lebih dari 1 juta paket. Tiga di antaranya adalah PT Anomali Lumbung Artha, yang mendapat 1,506 juta paket; PT Famindo Meta Komunika dengan 1,23 juta paket; dan PT Integra Padma Mandiri, yang beroleh 1,5 juta paket. Anomali dan Famindo sama-sama berkantor di Gedung Patra Jasa Office Tower 17 Suite 1701.

Berdasarkan akta perusahaan Anomali Lumbung Artha, perusahaan itu baru disahkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia pada 16 Juli 2020. Namun Anomali mendapat pengerjaan paket pada tahap III atau sekitar April dan Mei 2020. Sedangkan Integra Padma Mandiri, yang berdiri pada 3 Agustus 2020, mendapat paket tahap IX atau pada Agustus-September.

Empat hari setelah Integra disahkan, giliran Famindo Meta Komunika yang mendapat pengakuan negara. Famindo ikut mengadakan paket bahan pokok tahap VIII atau tak lama setelah perusahaan itu berdiri. Wakil Ketua KPK Alexander Marwata pun mempertanyakan kelayakan perusahaan yang ditunjuk langsung.

“Apakah mereka (vendor) itu laik? Atau perusahaannya baru didirikan kemudian langsung dapat pengerjaan?” kata Alexander pada Senin, 14 Desember 2020.

Tim khusus yang dipimpin Juliari juga mengarahkan vendor untuk mengambil barang dari supplier yang dekat dengan PDIP. Salah satunya PT Tri Koro Dharmo, perusahaan yang dipimpin Patricia Leila Roose, istri mantan anggota DPR dari partai banteng, Nursuhud. Sejak April lalu, Patricia mencari pasokan beras yang ia beri merek “Janoko”. Adapun Tri Koro Dharmo baru disahkan oleh Kementerian Hukum menjelang akhir Juni 2020.

Tak hanya menunjuk perusahaan pengadaan paket, Juliari dan tim khususnya juga menunjuk rekanan untuk memproduksi goodie bag. Dua anggota staf Kemensos bercerita, Juliari meminta mereka menghentikan pencarian vendor penyedia tas kain itu. Penyebabnya, tas yang digunakan sebagai wadah oleh Integra Padma Mandiri itu akan diproduksi oleh Sritex. Padahal, semula, pengadaan tas itu akan diprioritaskan kepada usaha kecil-menengah.

Menurut dua anggota staf tersebut, masuknya nama Sritex merupakan rekomendasi putra Jokowi, Gibran. “Itu bagian anak Pak Lurah,” kata seorang di antaranya. Sebutan “Pak Lurah” mengacu pada Jokowi. Akhir April 2020, Juliari menyatakan telah mengajak perusahaan yang berbasis di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, itu untuk memproduksi tas pembungkus bahan pokok. Juliari berkilah, penyaluran bansos sempat terhambat karena pemasok kantong mengalami kendala bahan baku yang harus diimpor.

“Pemasok sebelumnya kesulitan bahan baku yang harus impor,” kata Juliari.

Kemensos memesan tas bantuan sosial kepada PT Sritex sebanyak 10 juta kantong. Dimintai tanggapan, Direktur Utama Sritex Iwan Setiawan Lukminto tak merespons saat dikonfirmasi. Usai laporan Tempo ditayangkan di laman Tempo.co barulah Corporate Communication PT Sritex, Joy Citra Dewi bersuara. Pihaknya mengatakan terjalinnya kerja sama goodie bag bermula dari komunikasi dengan Kemensos.

“Awal mulanya, Sritex di-approach oleh Kemensos untuk pengadaan ini. Saat itu yang diinfo ke kami ada kebutuhan mendesak,” kata lewat pesan singkat, Senin, 21 Desember 2020. Joy menampik perusahaannya berkomunikasi dengan anak Jokowi terkait dengan pengadaan tersebut. “Untuk keterlibatan Gibran sepertinya tidak benar.”

Adapun Gibran Rakabuming Raka- yang kala itu baru saja memenangi pemilihan Wali Kota Solo, tak merespons pertanyaan yang dikirimkan Tempo ke telepon selulernya. Juru bicara relawan Gibran, Kuat Hermawan, sempat mengirimkan pesan balasan ketika dimintai tanggapan. Namun dia buru-buru menghapus pesan tersebut.

Setelah isunya ramai, Gibran akhirnya bersuara. Pihaknya membantah terlibat dalam kasus dugaan korupsi bansos Juliari Batubara. Gibran mengatakan tidak pernah ikut campur atau merekomendasikan pengadaan goodie bag dari PT Sritex. Bantahan itu disampaikan melalui rilis seperti dikutip dari Antara pada Senin, 21 Desember 2020.

“Tidak benar itu, saya tidak pernah rekomendasikan atau memerintah atau ikut campur dalam urusan bansos, apalagi rekomendasikan goodie bag, tidak pernah. Itu berita tak benar,” kata Gibran.

Adapun dalam perkara ini, Juliari terbukti menerima uang suap terkait pengadaan bansos Covid-19 sekitar Rp 32,482 miliar. Juliari dijatuhi hukuman oleh Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pidana penjara 12 tahun plus denda Rp 500 juta pada 23 Agustus 2021. Hakim pun mewajibkan Juliari membayar uang pengganti sejumlah Rp 14,5 miliar.

Linda Trianita, Devy Ernis, Caesar Akbar, dan Sultan Abdurrahman dalam penulisan artikel ini.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |