Suka Tidak Suka dan Efek Influencer Berimbas ke para Remaja

10 hours ago 10

TEMPO.CO, Jakarta - Media sosial telah menjadi tempat populer untuk mengekspresikan diri, berbagi cerita dan berkomunikasi tanpa batasan jarak maupun waktu. Perkembangannya yang pesat menuntut anak-anak, remaja, hingga orang dewasa untuk beradaptasi agar dapat memanfaatkannya dengan lebih nyaman. Dalam penggunaannya, media sosial, suka tidak suka dan efek influencer berpengaruh kuat terhadap penggunanya, terutama remaja. 

Menurut Mayo Clinic, media sosial memiliki peran penting dalam kehidupan anak-anak dan remaja. Survei Pew Research Center tahun 2018 terhadap hampir 750 remaja berusia 13-17 tahun menunjukkan bahwa 45% di antaranya hampir selalu online, sementara 97% menggunakan platform seperti YouTube, Facebook, Instagram, atau Snapchat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Media sosial memungkinkan seseorang membangun identitas digital, berinteraksi dengan orang lain, serta memperluas jaringan pertemanan. Platform media sosial juga digunakan sebagai sarana hiburan, ekspresi diri, dan memperoleh informasi tentang peristiwa terkini.

Suka dan Kebohongan: Dampak Influencer terhadap Remaja

Bagaimana media sosial membentuk identitas remaja menurut Psychology Today, antara lain :

Alasan Remaja Mengikuti Influencer

Remaja memiliki berbagai alasan untuk mengikuti influencer, tetapi pada dasarnya, mereka mencari sosok yang bisa mereka hubungkan atau jadikan inspirasi. Misalnya, remaja perempuan sering tertarik pada influencer di bidang kecantikan, fashion, atau perawatan diri untuk mendapatkan tips mengenai makeup, gaya, dan body positivity. Kehadiran influencer ini dapat menjadi sumber motivasi, membantu meningkatkan rasa percaya diri, serta memberikan inspirasi dalam mengekspresikan diri.

Sementara bagi remaja laki-laki, influencer yang berfokus pada olahraga, gaming, atau gaya hidup sering kali menjadi daya tarik utama. Mereka bisa termotivasi untuk mencapai keberhasilan di bidang yang kompetitif, seperti turnamen game, olahraga ekstrem, atau mencari peluang untuk menghasilkan uang.

Namun, ada juga influencer yang justru mendorong perilaku negatif dengan mengglorifikasi agresi, tindakan berisiko tinggi, atau pola pikir yang mengutamakan kemenangan dengan segala cara. Hal ini dapat memperkuat stereotip serta menciptakan ekspektasi yang tidak sehat terkait kesuksesan, maskulinitas, dan tujuan hidup.

Dampak negatif dari paparan influencer ini yang perlu diperhatikan. Paparan terus-menerus terhadap gambar yang tampak sempurna dan kehidupan yang terlihat ideal dapat menimbulkan perasaan tidak percaya diri, masalah harga diri, atau bahkan obsesi terhadap kesempurnaan. 

Apa yang Sebenarnya Dipengaruhi oleh Influencer?

Meskipun beberapa influencer menyebarkan pesan positif dan meningkatkan kesadaran, beberapa dari mereka justru mendorong pandangan atau standar yang dapat merugikan. Salah satu dampak negatif dari budaya influencer adalah bagaimana sebagian dari mereka menciptakan ilusi yang membuat remaja merasa tidak cukup baik, kecuali jika mereka membeli produk tertentu atau mengikuti gaya hidup tertentu.

Influencer sering menampilkan kehidupan yang tampak mudah dan sempurna, tetapi mereka jarang mengungkapkan privilese, sumber daya, kekayaan, atau kerja keras yang mendukung pencapaian tersebut. Akibatnya, banyak remaja bertanya-tanya, "Mengapa aku tidak bisa seperti mereka?" atau "Apa yang salah denganku?" Padahal, yang mereka lihat hanyalah potongan kecil dari kenyataan, bukan keseluruhan gambaran yang sebenarnya. 

Cara Influencer Membuat Audiens Tetap Terpikat

Influencer memiliki strategi untuk mempertahankan perhatian audiens. Mereka menyusun konten dengan cermat, hanya menampilkan bagian tertentu yang mereka ingin orang lain lihat—biasanya momen terbaik dalam hidup mereka. Mereka biasanya membangun rasa kedekatan dengan pengikut melalui unggahan yang rutin, interaksi langsung, atau bahkan berbagi momen “rentan” yang dirancang agar terlihat lebih relatable. 

Suka tidak suka dan efek influencer sangat kuat dalam membentuk persepsi dan kebiasaan remaja. Dengan konten yang dikurasi sedemikian rupa, mereka menciptakan gambaran yang sering kali tidak sepenuhnya mencerminkan kenyataan. Penting bagi orang tua untuk lebih bijak dalam memperhatikan anak remaja mereka dalam mengonsumsi media sosial agar tidak terjebak pada ilusi kesempurnaan yang ditampilkan oleh para influencer. 

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |