Tiga Faktor yang Bikin Pertumbuhan Ekonomi Kuartal I 2025 Loyo

16 hours ago 7

TEMPO.CO, Jakarta - Perekonomian Indonesia pada kuartal I 2025 tumbuh di bawah 5 persen. Badan Pusat Statistik menghitung, selama tiga bulan perdana 2025 pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya sebesar 4,87 persen. Angka ini lebih rendah jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

Ada berbagai penyebab mengapa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada periode Januari-Maret 2025 ini tumbuh kerdil dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Berikut ragam penyebab dari keterlambatan perekonomian di Indonesia:

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

1. Konsumsi rumah tangga melempem

Konsumsi rumah tangga merupakan pendorong utama pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kontribusi konsumsi rumah tangga sekitar 54,53 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Pada kuartal pertama 2025, konsumsi hanya meningkat sebesar 4,89 persen secara tahunan. Jauh lebih rendah daripada tahun lalu.

Kepala Badan Pusat Statistik Amalia Adininggar Widyasanti menyebut bahwa momen belanja masyarakat pada kuartal pertama tidak tercatat secara maksimal. Para periode tersebut ada momentum Ramadan dan Idul Fitri yang biasanya gairah belanja masyarakat cukup tinggi seiring adanya pemberian Tunjangan Hari Raya dan libur panjang. 

Hal ini disebabkan karena meskipun Idul Fitri berlangsung di kuartal pertama, peningkatan konsumsi yang signifikan justru terjadi selama libur panjang di kuartal kedua. "Hari pertama Idul Fitri masuk kuartal pertama, sementara hari kedua, ketiga, dan libur panjang itu masuk kuartal kedua," ujar Amalia di Jakarta, Senin, 5 Mei 2025.

Meskipun tingkat konsumsi terlihat rendah, Amalia menampik hal itu menunjukkan penurunan daya beli masyarakat. Ia menjelaskan bahwa meski pertumbuhan konsumsi rumah tangga mencapai titik terendah sejak 2021, angkanya tetap menunjukkan tren positif. Sebagai perbandingan, konsumsi pada kuartal I 2024 tercatat sebesar 4,91 persen, lalu sedikit meningkat menjadi 4,93 persen di kuartal II 2024. "Pada 2023, konsumsi kuartal pertama hanya tumbuh 4,53 persen, tapi di kuartal II naik menjadi 5,22 persen," kata Amalia.

Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan di Institute for Development of Economics and Finance Rizal Taufikurahman  berbeda pendapat dengan Amalia. Dia mengatakan, turunnya angka konsumsi mencerminkan adanya penurunan daya beli masyarakat. Terlebih lagi, jika melihat data pertumbuhan, angka ini merupakan yang paling rendah sejak tahun 2021. "Bayangkan jika tidak ada momentum itu, mungkin pertumbuhannya jauh lebih rendah lagi," tuturnya, Selasa, 6 Mei 2025.

Ia turut menyoroti adanya deflasi pada tiga bulan pertama 2025, penurunan tabungan masyarakat, dan menurunnya aktivitas mudik sebagai bukti nyata melemahnya daya beli.

Hal senada disampaikan Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira menyebutkan lemahnya daya beli masyarakat menjadi penyebab utama turunnya permintaan domestik.

3. Penurunan Investasi

Selain konsumsi rumah tangga, bahan bakar pertumbuhan ekonomi adalah investasi. Kontribusi investasi terhadap PDB Indonsia sebesar 28,03 persen. Pada kuartal pertama 2025, sektor yang menjadi salah satu pendorong utama pertumbuhan ekonomi ini hanya mencatat pertumbuhan sebesar 2,1 persen.

Menurut Taufik, angka ini mencerminkan adanya keraguan di kalangan pelaku usaha, yang akhirnya menunda perluasan usaha mereka karena situasi yang tidak pasti. Taufik menilai penurunan investasi tersebut dipengaruhi oleh sejumlah faktor eksternal, seperti turunnya permintaan global terhadap produk manufaktur Indonesia akibat melambatnya perekonomian di negara-negara tujuan ekspor.

Selain itu, dia melihat ketegangan geopolitik dan konflik dagang yang sedang berlangsung turut berdampak pada menurunnya permintaan dunia. "Artinya, ekspor Indonesia belum mengalami diversifikasi struktural. Kita masih bergantung pada volume dan harga komoditas mentah," ujarnya. 

Juru bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif membenarkan bahwa banyak pelaku industri, terutama di sektor manufaktur, memilih bersikap hati-hati. Menurutnya, pelaku usaha masih menunggu hasil negosiasi terkait tarif resiprokal dengan Amerika Serikat. Jika tarif tersebut benar-benar diterapkan, harga produk lokal bisa meningkat dan menjadi kurang kompetitif di pasar.

Febri juga menyampaikan bahwa kekhawatiran pelaku industri tidak hanya terbatas pada persoalan tarif tersebut. "Mereka lebih khawatir akan limpahan produk dari negara-negara yang terkena dampak tarif Trump, yang bisa menjadikan Indonesia sebagai pasar alternatif," kata dia.

5. Pelemahan belanja pemerintah dan pemangkasan anggaran

Pelemahan ekonomi pada kuartal pertama 2025 disebabkan oleh penurunan konsumsi pemerintah sebesar 1,38 persen, yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama pada 2024 yang tercatat tumbuh 3,45 persen. Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk memangkas anggaran negara sekitar Rp 300 triliun dan mengalihkan pengeluaran untuk program-program prioritas, seperti pemberian makan bergizi gratis dan pembiayaan lembaga investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara).

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics Indonesia, Mohammad Faisal, berpendapat bahwa kebijakan pemangkasan anggaran ini justru dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi. Faisal memperkirakan bahwa perlambatan ekonomi akan berlanjut pada kuartal berikutnya, mengingat tidak ada lagi momen besar seperti Lebaran yang dapat mendorong konsumsi. "Pemerintah perlu segera mengevaluasi kebijakan fiskal untuk mencegah kondisi ekonomi makin memburuk," ujarnya.

Menanggapi perlambatan ekonomi ini, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan bahwa pemerintah akan fokus pada upaya untuk meningkatkan daya beli masyarakat, mendorong investasi, serta mempercepat belanja negara pada kuartal kedua 2025. Salah satu langkah yang diambil adalah memberikan bantuan sosial melalui program Keluarga Harapan dan Kartu Sembako pada Mei-Juni 2025. Selain itu, gaji ke-13 untuk aparatur sipil negara juga akan segera dicairkan.

Airlangga juga mengungkapkan bahwa pemerintah akan menyederhanakan proses perizinan dan merevisi kebijakan penanaman modal guna menarik lebih banyak investasi. Investasi yang besar akan mendorong pertumbuhan ekonomi. "Pemerintah juga tengah mempersiapkan mitigasi risiko terkait dengan kebijakan tarif Trump serta berupaya memperluas pasar ekspor Indonesia," tuturnya.

Vindry Florentin turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan Editor: Apa Penyebab Industri Manufaktur Anjlok

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |