Yusril Ancam Seret Perusahaan Asing Navayo ke Pengadilan RI

4 days ago 16

Jakarta, CNN Indonesia --

Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengancam menyeret perusahaan asal Eropa, Navayo International AG ke pengadilan Indonesia dalam kasus dugaan korupsi.

Yusril mengatakan berdasarkan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) pekerjaan yang dilakukan Navayo terkait penyewaan satelit untuk mengisi kekosongan di slot orbit 1230 BT baru Rp1,9 miliar dari total kontrak Rp306 miliar.

Hal tersebut disampaikan Yusril dalam rapat koordinasi bersama Kementerian Pertahanan RI, Kamis (20/3), merespons ancaman penyitaan aset milik Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Paris sebagai bentuk eksekusi putusan arbitrase oleh Navayo.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dalam rapat ini kita sepakati bahwa kalau memang sudah cukup alasan untuk menyatakan mereka sebagai tersangka berdasarkan pemeriksaan pendahuluan yang sudah ada sekarang ini, maka ya lebih baik dinyatakan sebagai tersangka dan kita minta kepada Interpol untuk mengejar yang bersangkutan agar ditangkap dan dibawa ke Indonesia untuk diadili dalam kasus korupsi," ujar Yusril.

Yusril mengatakan pemerintah RI menghormati putusan pengadilan yang mengharuskan Indonesia membayar utang atau ganti rugi kepada Navayo.

Namun, karena ada dugaan wanprestasi oleh Navayo, kata Yusril, pemerintah RI akan berupaya menghambat penyitaan aset di Prancis tersebut.

"Kita ingin melakukan upaya untuk menghambat proses pelaksanaan eksekusi atau penyitaan terhadap aset pemerintahan Republik Indonesia yang ada di Prancis karena itu menyalahi Konvensi WINA untuk pelindungan terhadap aset diplomatik yang tidak boleh disita begitu saja dengan alasan apa pun," ujarnya.

"Walaupun hal ini sudah dikabulkan oleh Pengadilan Prancis, tapi pihak kita tetap akan melakukan satu upaya-upaya perlawanan untuk menghambat eksekusi ini terjadi," kata Yusril melanjutkan.

Navayo International AG adalah perusahaan yang didirikan berdasarkan hukum negara Liechtenstein dan berkedudukan di Eschen, Liechtenstein. Pada tahun 2015, Kemhan RI berencana membangun Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan) untuk mengisi slot orbit 123 derajat bujur timur yang kosong setelah Satelit Garuda-1 tidak berfungsi.

Untuk itu, Kemhan menandatangani kontrak dengan beberapa perusahaan, termasuk Navayo, Airbus, Detente, Hogan Lovel dan Telesat, dalam kurun waktu 2015-2016.

Akibat anggaran tidak tersedia, proyek Satkomhan tidak dapat dilanjutkan, dan Kemhan tidak memenuhi kewajibannya kepada Navayo sesuai kontrak.

Pada 22 November 2018, Navayo mengajukan gugatan di ICC Singapura senilai US$23,4 juta. Pada 22 April 2021, ICC Singapura memutuskan bahwa Kemhan RI wajib membayar US$16 juta kepada Navayo beserta biaya arbitrase. Jika tidak dipenuhi, aset Indonesia di Prancis berpotensi disita sebagai bentuk eksekusi putusan arbitrase.

Guna mencegah dampak lebih luas, terang Yusril, pemerintah menyiapkan strategi mitigasi risiko untuk menghindari kasus serupa di masa depan.

Dia pun mengimbau seluruh kementerian dan lembaga untuk lebih berhati-hati dalam menyusun kontrak internasional dengan memastikan konsultasi terlebih dahulu dengan Kemenko Kumham Imipas dan Kementerian Hukum guna menghindari kasus serupa hingga melibatkan Pengadilan Internasional.

Selain itu, untuk memastikan penyelesaian kasus ini berjalan efektif, pemerintah juga akan membentuk Satuan Tugas (Satgas) yang dipimpin oleh Deputi Bidang Koordinasi Hukum, Nofli.

"Penyelesaian yang transparan, adil, serta berlandaskan prinsip hukum yang kuat menjadi prioritas utama dalam menghadapi kasus Navayo," ucap Yusril.

(fra/ryn/fra)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |