Jakarta, CNN Indonesia --
Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengungkapkan Kejaksaan Agung (Kejagung) sedang melakukan penyelidikan terhadap dugaan korupsi yang disinyalir melibatkan perusahaan asal Eropa, Navayo International AG.
Yusril menyebut Navayo tidak melaksanakan kewajibannya atas kerja sama dengan Kementerian Pertahanan RI terkait proyek pengadaan satelit slot orbit 123 derajat bujur timur.
"Dan berdasarkan hasil audit dari BPKP sebenarnya pihak Navayo pun melakukan suatu wanprestasi, tidak memenuhi kewajibannya," kata Yusril usai rapat koordinasi bersama Kemhan di Kantornya, Jakarta, Kamis (20/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menurut perhitungan oleh pihak BPKP nilai yang sudah dilakukan, pekerjaan yang sudah dilakukan oleh pihak Navayo itu hanya sejumlah Rp1,9 miliar. Jadi, jauh sekali daripada apa yang diperjanjikan oleh Kemhan dengan mereka," ujarnya.
Yusril menjelaskan dalam proses yang sedang berjalan sudah ada pihak-pihak terkait di dalam negeri yang dilakukan pemeriksaan, dan ada beberapa yang telah diproses hukum hingga divonis bersalah.
Namun, tutur Yusril, teruntuk Navayo selalu menghindari panggilan Kejaksaan Agung untuk dilakukan pemeriksaan sebelum ditetapkan menjadi tersangka.
"Dalam rapat ini kita sepakati bahwa kalau memang sudah cukup alasan untuk menyatakan mereka sebagai tersangka berdasarkan pemeriksaan pendahuluan yang sudah ada sekarang ini, maka ya lebih baik dinyatakan sebagai tersangka dan kita minta kepada Interpol untuk mengejar yang bersangkutan agar ditangkap dan dibawa ke Indonesia untuk diadili dalam kasus korupsi," ungkap Yusril
"Sehingga masalah ini tidak menjadi beban bagi kita kalau memang ternyata di balik semua ini ada korupsi. Kenapa pemerintah Indonesia harus membayar kompensasi begitu besar kepada pihak Navayo?" imbuhnya.
Yusril menegaskan pemerintah RI menghormati putusan pengadilan arbitrase Singapura yang mengharuskan Indonesia membayar utang atau ganti rugi kepada Navayo. Aset milik Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Paris terancam disita terkait kasus ini.
Namun, karena ada dugaan wanprestasi oleh Navayo, kata Yusril, pemerintah RI akan berupaya menghambat penyitaan aset di Prancis tersebut.
"Kita ingin melakukan upaya untuk menghambat proses pelaksanaan eksekusi atau penyitaan terhadap aset pemerintahan Republik Indonesia yang ada di Prancis karena itu menyalahi Konvensi WINA untuk pelindungan terhadap aset diplomatik yang tidak boleh disita begitu saja dengan alasan apa pun," ungkap Yusril.
Yusril menambahkan dirinya pada 28 Maret mendatang akan menghadiri pertemuan Organisasi untuk Kerja Sama dan Pertumbuhan Ekonomi (OECD) di Paris, sekaligus melakukan pembicaraan dengan Menteri Kehakiman Prancis.
"Masalah ini juga menjadi satu agenda agar menjadi perhatian bagi Pemerintah Prancis oleh karena bisa menjadi preseden di seluruh dunia ketika terjadi dispute dengan satu perusahaan swasta, lantas oleh pengadilan negara tertentu kemudian diberikan kesempatan untuk melakukan penyitaan terhadap aset-aset yang sebetulnya dilindungi oleh Konvensi [Wina] tentang aset diplomatik," tandasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (JAMDATUN) Narendra Jatna menyatakan Kejaksaan Agung siap menindaklanjuti dugaan pidana Navayo tersebut.
"Kami di JAMDATUN tentu mengawal semua prosesnya termasuk dari pak Jaksa Agung Muda Bidang Militer untuk aspek pidananya akan kami tindaklanjuti," kata Narendra.
(fra/ryn/fra)