CANTIKA.COM, Jakarta - Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat setidaknya terdapat 190 pelaporan kasus kekerasan terhadap haum hawa dalam rentang 2020 hingga 2024.
Kasus ini terjadi di bawah relasi personal serta wilayah publik yang dilakukan oleh prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan masuk dalam tindak pidana umum yang telah diatur dalam Undang-undang.
“Ketika hendak diproses secara hukum, semuanya masih melalui peradilan militer meskipun kasusnya merupakan tindak pidana umum,” kata Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani dalam keterangan pers yang diterima CANTIKA pada Jumat, 21 Maret 2025.
Ketika perkara tersebut diproses, Komnas Perempuan juga menerima keluhan dari pihak korban terkait hambatan yang bersifat struktural, kulturan dan substantif dalam penanganan kasus kekerasan kaum hawa itu. “(Hambatan) bagi perempuan korban dan pendamping untuk mengakses informasi,” jelasnya.
Selain itu, Komnas Perempuan mencatat ada 10 kasus kekerasan di ranah negara sejak 2020-2024 terkait kondisi konflik sumber daya alam, agraria dan tata ruang yang mengakibatkan kekerasan terhadap perempuan dengan terlapor adalah prajurit TNI.
“Perempuan adat menjadi pihak yang menghadapi kerentanan khusus dan dampak yang khas dari kekerasan yang terjadi di dalam konteks ini,” ujar Andy.
Cara Komnas Perempuan Memperjuangkan Keadilan
Merekam 190 pelaporan kasus kekerasan yang dilakukan prajurit TNI di atas, Komnas Perempuan melakukan langkah tegas demi memperjuangkan keadilan, hak serta pemulihan mental korban.
"Komnas Perempuan pernah melakukan audiensi dengan jajaran pemimpin TNI di markas TNI terkait dengan isu kekerasan terhadap perempuan dengan pelaku TNI. Untuk kasus tertentu pernah mengirimkan surat penyikapan," kata Komisioner Komnas Perempuan, Theresia Sri Endras Iswarini dalam wawancara bersama CANTIKA melalui WhatsApp, Jumat, 21 Maret 2025 pukul 18.27 WIB.
Ia mengaku pihaknya juga berkolaborasi dengan jalur untuk mempercepat kesembuhan mental para fatalitas perempuan. "Kami juga berkoordinasi dengan pihak lain untuk pemulihan korban atau pendampingan hukum misalnya dengan lembaga layanan atau lembaga bantuan hukum untuk keadilan perempuan," tambahnya
Tanggapi Pengesahan RUU TNI
Menanggapi isu yang tengah beredar terkait pengesahan RUU TNI, Komnas Perempuan meminta agar DPR-RI dan pemerintah menunda pengesahan revisi Undang-Undang TNI.
"Komnas Perempuan mendorong DPR RI untuk menunda pengesahan dan membangun proses legislasi yang lebih partisipatif dan inklusif dalam upaya revisi UU TNI," ungkap Andy.
Dia menjelaskan, Komnas Perempuan menginginkan agar revisi UU TNI dimasukkan dalam agenda reformasi sektor keamanan yang merupakan integral dan semangat reformasi.
Hal ini bertujuan agar aturan dalam UU tersebut mendorong mekanisme sipil yang transparan, akuntabel dan berbasis HAM daripada pendekatan militer dalam penanganan konflik di domestik, termasuk dalam konteks konflik sumber daya alam, agraria dan tata ruang.
Pilihan Editor: Anggota Komnas Perempuan Kritik Iklan Rabbani Soal Pakaian Perempuan
KOMNAS PEREMPUAN
Halo Sahabat Cantika, Yuk Update Informasi dan Inspirasi Perempuan di Telegram Cantika