27 Tahun Reformasi: Penculikan Aktivis 1998, Siapa yang Belum Kembali?

8 hours ago 9

TEMPO.CO, Jakarta - Terwujudnya reformasi 1998 tidaklah tiba-tiba. Upaya untuk menggulingkan rezim Orde Baru pemerintahan Presiden Soeharto yang otoriter harus ditebus dengan berbagai peristiwa pelanggaran hak asasi manusia atau HAM berat. Salah satunya adalah penculikan para aktivis pro reformasi antara 1997 dan 1998.

Dikutip dari publikasi Tragedi Penculikan Aktivis 1998 dalam Lensa Pendidikan Demokrasi dan HAM (2025) tragedi ini merupakan peristiwa penting dalam sejarah transisi politik Indonesia jelang berakhirnya rezim Orde Baru. Peristiwa ini terjadi di tengah desakan rakyat terhadap reformasi namun dihadapkan dengan respon represif dari aparat negara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sejumlah aktivis gerakan reformasi, baik dari kalangan mahasiswa maupun organisasi sipil, menjadi sasaran penculikan dan kekerasan oleh pihak-pihak yang mempertahankan kekuasaan Orde Baru. Peristiwa ini mencerminkan adanya pelanggaran berat terhadap HAM, khususnya hak untuk bebas dari ancaman, penyiksaan, dan persekusi.

Total 23 aktivis diciduk karena kritis menyuarakan penegakan keadilan dan demokrasi di era Presiden Soeharto itu. Gagasan dan pemikiran mereka dipandang sebagai ancaman yang dapat menghambat jalannya roda pemerintahan. Mereka perlu “diamankan” karena dianggap membahayakan dan merongrong negara.

Dari jumlah tersebut, sembilan di antaranya telah dibebaskan dan dikembalikan. Satu orang, ditemukan tewas, yakni Leonardus “Gilang” Nugroho. Sementara sisanya, 13 orang, tidak diketahui keberadaannya, bahkan hingga sekarang setelah 27 tahun reformasi. Kemungkinan besar mereka bernasib sama seperti Gilang.

Dilansir dari dokumen KontraS, kasus penculikan ini berawal dari 1996 saat mulai maraknya kampanye Pemilu. Kala itu beberapa anggota PDIP diculik tanpa kabar. Berlanjut hingga penculikan para aktivis Partai Rakyat Demokratik dan Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi pada kurun 1997 hingga kerusuhan Mei 1998.

Daftar Aktivis 1998 yang Diculik

Sembilan korban penculikan aktivis 1998 yang dikembalikan yaitu:

1. Aan Rusdiyanto, diambil paksa di rumah susun Klender, Jakarta Timur pada pada 13 Maret 1998.

2. Andi Arief, diambil paksa di Lampung pada 28 Maret 1998.

3. Desmond Junaedi Mahesa, sebelum diculik terakhir terlihat di Salemba Jakarta Pusat pada 3 Februari 1998

4. Faisol Reza dikejar dan ditangkap di RS Ciptomangunkusumo Jakarta Pusat pada 12 Maret 1998.

5. Haryanto Taslam, dikejar dan ditangkap di pintu TMII saat mengendarai mobil pada 8 Maret 1998.

6. Mugiyanto, diambil paksa di rumah susun Klender, Jakarta Timur pada 13 Maret 1998.

7. Nezar Patria, diambil paksa di rumah susun Klender, Jakarta Timur pada 13 Maret 1998

8. Pius Lustrilanang, sebelum diculik terakhir terlihat di RSCM Jakarta Pusat pada 4 Februari 1998.

9. Raharja Waluya Jati, dikejar dan ditangkap di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta-Pusat pada 12 Maret 1998.

Sedangkan 13 orang yang sampai kini tidak diketahui keberadaannya adalah:

1. Dedy Umar Hamdun, terakhir terlihat di Tebet, Jakarta Selatan pada 29 Mei 1997.

2. Herman Hendrawan, erakhir terlihat di Gedung YLBHI, Jakarta, pada 12 Maret 1998.

3. Hendra Hambali, terakhir terlihat di Glodok Plaza, Jakarta pada 14 Mei 1998.

4. Ismail, terakhir terlihat di Tebet, Jakarta Selatan pada 29 Mei 1997.

5. M Yusuf, terakhir terlihat di Tebet, Jakarta Selatan pada 7 Mei 1997.

6. Noval Al Katiri, terakhir terlihat di Jakarta pada 29 Mei 1997.

7. Petrus Bima Anugrah, terakhir terlihat di Grogol, Jakarta pada 1 April 1998.

8. Sony, terakhir terlihat di Kelapa Gading, Jakarta Utara pada 26 April 1997.

9. Suyat, terakhir terlihat di Solo, Jawa Tengah pada 13 Februari 1998.

10. Ucok Munandar Siahaan, terakhir terlihat di Ciputat, Tangerang Selatan pada 14 Mei 1998.

11. Yadin Muhidin terakhir terlihat di Sunter Agung, Jakarta Utara pada 14 Mei 1998.

12. Yani Afri, terakhir terlihat di Kelapa Gading, Jakarta Utara pada 26 April 1997.

13. Wiji Thukul, terakhir terlihat di Utan Kayu, Jakarta Timur. Diduga diculik pada kisaran akhir 1998 atau awal 1999

Disadur dari majalah Tempo edisi 12 April 1999, salah seorang korban yang dikembalikan, Andi Arief, menceritakan pengalamannya saat diculik. Aktivis Partai Rakyat Demokratik itu diciduk sekelompok orang berbadan tegap dari rumah toko keluarganya di Bandar Lampung, 28 Maret 1998, dan dibawa ke suatu tempat dengan mata tertutup.

“Tempat itu saya yakini di Markas Kopassus Cijantung, Jakarta Timur,” ujarnya.

Di tempat itu, selama 10 hari matanya ditutup kain dan disiksa seperti yang lainnya. Di dalam tahanan, Arief juga bertemu korban penculikan lain, Herman Hendrawan dan Suyat, yang hingga kini masih raib bersama 11 orang lainnya itu. Arief masih sempat mengenali salah satu penculiknya, Mayor Bambang Kristiono.

“Saya mengenalinya di dalam tahanan, yang lainnya bertopeng,” ujar anak tokoh NU Lampung itu.

Bambang Kristiono adalah pendiri Tim Mawar. Tim ini berasal dari satuan Komando Pasukan Khusus atau Kopassus, yang saat itu dipimpin oleh Komandan Jenderal Prabowo Subianto, kini Presiden RI. Majalah Tempo edisi 1998: Mawar Dijerat, Komandan Lolos, menulis tim ini memiliki target memburu dan menangkapi aktivis yang dianggap radikal.

Selain Bambang, Tim Mawar ini terdiri atas 10 orang, yakni Kapten Inf. F.S Multhazar, Kapten Inf. Nugroho Sulistiobudi, Kapten Inf. Julius Stefanus, Kapten Inf. Untung Budiarto, Kapten Inf. Dadang Hindrayuda, Kapten Inf. Joko Budi Utomo, Kapten Inf. Fauka Nurfarid, Serka Sunaryo, Serka Sigit Sugianto, dan Sertu Sukadi.

Pada persidangan yang digelar di Mahkamah Militer Tinggi II-08 Jakarta itu, Bambang mengaku menculik atas dasar hati nurani. Ia mengaku tergerak melakukannya demi mengamankan kepentingan nasional. Menurut Bambang, tindakan para aktivis akan mengganggu stabilitas nasional.

Saat itu, Dewan Kehormatan Perwira (DKP) juga memeriksa Prabowo dan Mayjen Muchdi P.R serta Komandan Grup IV Kopassus Kolonel Chairawan sehubungan dengan kasus penculikan aktivis 1998 itu. Pemeriksaan DKP menemukan fakta bahwa penculikan itu dilakukan atas perintah dan sepengetahuan para pimpinan Kopassus tersebut.

Mahkamah Militer Tinggi II-08 Jakarta pada April 1999, menghukum Bambang 22 bulan penjara dan memecatnya sebagai anggota TNI. Pengadilan juga memvonis Multhazar sebagai Wakil Komandan Tim Mawar. Sedangkan Nugroho, Julius Stefanus, dan Untung Budi, masing-masing 20 bulan penjara, dan juga memecat mereka sebagai anggota TNI.

Sementara Prabowo, yang adalah menantu Soeharto, ditetapkan bersalah dan terbukti melakukan beberapa penyimpangan dan kesalahan, termasuk melakukan penculikan terhadap beberapa aktivis prodemokrasi pada 1998. Berdasarkan surat keputusan itu, Prabowo kemudian dijatuhi hukuman berupa diberhentikan dari dinas keprajuritan.

Dewi Nurita dan Fikri Arigi berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |