TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru memperpanjang penetapan status siaga darurat penanggulangan bencana hidrometeorologi mengikuti arahan kebijakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau. Bencana Hidrometeorologi tersebut terdiri dari bencana banjir, tanah longsor, dan angin puting beliung.
Bencana Hidrometeorologi di Pekanbaru
“Untuk status (bencana hidrometeorologi), kita ikuti provinsi,” ujar Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (Kalaksa BPBD) Kota Pekanbaru Zarman Candra pada Rabu, 19 Februari 2025.
Zarman mengungkapkan bahwa penetapan status Siaga Darurat Penanggulangan Bencana Hidrometeorologi oleh pemerintah provinsi, BPBD Pekanbaru meningkatkan pengawasan di area yang rawan bencana.
Zarman mengatakan, “Daerah-daerah rawan bencana seperti di pinggiran sungai, itu kita jadikan atensi.”
Berdasarkan keterangan Zarman, wilayah di Kota Pekanbaru masih aman dari bencana hidrometeorologi. Namun, pihak pemerintah tetap akan berjaga bila bencana terjadi sewaktu-waktu.
“Namun, anggota tetapi kita stand by-kan jika sewaktu-waktu terjadi bencana. Tapi sejauh ini, Insyaallah masih aman, kondusif,” ujar Kalaksa BPBD tersebut.
Berdasarkan informasi terbaru, status Siaga Darurat Penanggulangan Bencana Hidrometeorologi di Provinsi Riau telah diperpanjang hingga 31 Maret 2025. Hal tersebut ditujukan untuk memastikan bahwa masyarakat dapat terhindar dari bencana yang banyak muncul saat musim hujan tiba.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah dan Pemadam Kebakaran (BPBD Damkar) Provinsi Riau, M. Edy Afrizal, menyatakan bila Surat Keputusan (SK) diperpanjang status Siaga Darurat Penanggulangan Bencana Hidrometeorologi tersebut telah diteken oleh Pj Gubernur Riau Rahman Hadi.
“Dengan begitu, Riau resmi menetapkan status siaga banjir, tanah longsor, dan angin puting beliung hingga 31 Maret,” katanya pada 31 Januari 2025.
Mengenal Bencana Hidrometeorologi
Menurut informasi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), bencana hidrometeorologi merupakan fenomena bencana alam atau proses merusak yang terjadi di atmosfer (meteorologi), air (hidrologi), atau lautan (oseanografi). Bencana tersebut dapat menyebabkan hilangnya nyawa, cedera, hingga rusaknya lingkungan.
Bencana hidrometeorologi merupakan bencana yang mendominasi di Indonesia hingga tercatat telah terjadi sebanyak 98,84 persen dari total 1.889 kejadian bencana sepanjang 2024.
Sebelumnya, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah mendeteksi berbagai faktor yang akan mempengaruhi iklim sejak November 2024 hingga 2025. Salah satu faktor yang dapat meningkatkan potensi bencana hidrometeorologi adalah penyimpangan suhu muka laut di Samudra Pasifik, Samudra Hindia, dan perairan lokal di Indonesia.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menjelaskan bila penyimpangan suhu berhubungan erat dengan La Nina yang menyebabkan peningkatan curah hujan di berbagai wilayah Indonesia. Kondisi La Nina yang lemah pada akhir 2025 diperkirakan akan berlanjut hingga awal 2025.
“Menyebabkan suhu perairan Indonesia lebih hangat dari rata-rata, yang pada gilirannya meningkatkan pembentukan awan hujan,” kata Dwikorita pada Senin, 18 November 2024.
Proyeksi tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah di Indonesia mendapat curah hujan tinggi pada 2025. Frekuensi bencana hidrometeorologi akibat curah hujan tinggi, seperti banjir, longsor, dan angin kencang telah diprediksi terjadi lebih tinggi dari biasanya. Hal tersebut terjadi di Provinsi Riau yang dekat dengan wilayah perairan.
Aulia Sabrini Saragih, Irsyan Hasyim, dan M Faiz Zaki berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Krisis Iklim Memicu Bencana Hidrometeorologi