TEMPO.CO, Jakarta - Empat tentara Israel yang dibebaskan Hamas berterima kasih atas perlakuan baik yang mereka dapatkan selama disandra. Salah satu dari mereka berkata, "Assalamualaikum, terima kasih kepada Brigade Al Qassam atas perlakuan yang baik.” kata seorang tentara. "Terima kasih atas makanan, minuman, dan pakaian," kata tawanan perang yang lain.
Tentara ketiga berterima kasih kepada anggota Hamas karena telah melindungi dan menjaga mereka dari pengeboman. Sedangkan yang keempat menyampaikan harapan agar hari itu menjadi hari yang bahagia untuk semua orang.
Di akhir video, para tentara terlihat meneriakkan dengan lantang "25 Januari" yang merupakan tanggal pembebasan mereka. Rekaman itu direkam di dekat pantai Gaza sebelum proses penyerahan. Sekitar 200 tahanan Palestina juga dibebaskan pada Sabtu, 25 Januari 2025, sebagai pertukaran dengan empat tentara tersebut. Para sandera juga nampak diberi bingkisan dan sertifikat sebagai cinderamata.
Pembebasan tawanan juga terjadi di sudut lain Timur Tengah. Kelompok Houthi yang bersekutu dengan Iran di Yaman telah menyerahkan 153 tawanan perang di ibu kota Sana’a kepada Komite Palang Merah Internasional (ICRC) pada Sabtu, 25 Januari 2025. Abdul Qader Al-Murtada, Ketua Komite Urusan Tahanan Houthi, mengatakan mereka yang dibebaskan adalah “kasus kemanusiaan” yang mencakup orang sakit, terluka, dan orang tua.
“Tujuan dari inisiatif ini adalah untuk membangun kepercayaan dan membangun fase baru dalam kesepakatan yang serius dan jujur,” kata al-Murtada, dikutip dari Al Jazeera.
Perlawanan Houthi dimulai ketika Israel membabi buta menyerang Gaza. Houthi telah melancarkan lebih dari 100 serangan terhadap kapal-kapal yang melintasi Laut Merah sejak November 2023, dengan mengatakan bahwa mereka bertindak sebagai bentuk solidaritas dengan warga Palestina. Houthi menargetkan semua kapal yang dimiliki atau dioperasikan oleh perusahaan Israel atau yang berbendera Israel.
Houthi merupakan kelompok kesukuan yang berasal dari utara Yaman, di dekat perbatasan dengan Arab Saudi. Dilansir dari dw.com, Houthi adalah pemeluk Islam Syiah beraliran Zaydiyyah. Berbeda dengan Syiah arus utama, pemeluk Zaydiyyah tidak mengikuti ajaran 12 imam dan acap dianggap lebih menyerupai Islam Sunni. Lantas, bagaimana Islam, terutama Nabi Muhammad SAW dalam memperlakukan tahanan perang?
Dikutip dari jurnal Perlakuan Tawanan Perang dalam Hukum Islam dan Hukum Humaniter Internasional, karya Firdaul Eka Yulianti dan Khanida Tetty Nur Lahirriyah dari UIN Sunan Ampel, dalam aturan Islam, tawanan perang dapat dikelompokkan menjadi Al-Asra dan Al-Sabiyy.
Al-Asra adalah tawanan perang yang berasal dari tentara musuh yang ikut berperang melawan tentara Islam. Sedangkan Al-Sabiyy ialah rakyat sipil yang ditangkap oleh tentara Islam saat perang. Islam membolehkan menawan pasukan musuh, sebagaimana dijelaskan dalam surah At-Taubah ayat 5 dan Muhammad ayat 4.
Hukum Islam menekankan pentingnya perdamaian dalam kehidupan manusia pada umumnya dan bagi tawanan perang pada khususnya. Dilansir dari jurnal Konsep Perlindungan Tawanan Perang Menurut Hukum Humaniter Internasional dan Hukum Islam oleh Hanung Hisbullah Hamda, Islam juga menetapkan sejumlah aturan tawanan perang, seperti:
1. Dilarang Meminta Tebusan Sebanyak-banyaknya
Islam melarang menawan musuh untuk mendapatkan tebusan sebanyak-banyaknya ketika perang sedang berlangsung dan musuh belum dilumpuhkan. Sebab, tindakan yang paling tepat dilakukan pada saat itu adalah membunuhnya demi keamanan, sebagaimana disebutkan dalam Surat Al Anfal ayat 67.
2. Berdakwah kepada Tawanan Perang
Selanjutnya, Islam memerintahkah berdakwah kepada tawanan perang, sebagiaman ditulisakan dalam Surat Al Anfal ayat 70. Ayat Ini menerangkan bahwa kaum muslim mempunyal kewajiban untuk mendakwahkan Islam kepada para tawanan perang yang berhasil dltangkaptentara Islam. Namun, dalam kondisi ini seorang muslim dilarang memaksakan kepada siapapun termasuk tawanan perang untuk masuk Islam, sebab Allah sendiri menegaskan tidak adanya paksaan dalam beragama.
3. Mengawasi dan Waspada kepada Tawanan
Umat islam diharuskan mengawasi dan tetap waspada terhadap tawanan. Aturan ini diatur dalam Surat Al Anfal ayat 71 yang artinya: "Akan tetapi jika mereka (tawanan-tawanan Itu) bermaksud hendak berkhianat kepadamu. maka sesungguhnya mereka telah berkhianat kepada Allah sebelum ini, lalu Allah menjadikan (mu) berkuasa terhadap mereka. Dan Allah Maha Mengetahui Lagi Maha Bijaksana."
4. Bertindak Melampaui Batas
Islam juga melarang bertindak melampaui batas terhadap tawanan, sesuai dijelaskan dalam Surat Al Baqarah ayat 190. Ayat ini mengatakan umat Islam tidak boleh memperlakukan musuh dan tawanan dengan tidak manusiawi. Menurut Imam Ibnu Katsir, melampaui batas dalam ayat ini seperti memotong-motong mayat, menjarah, membunuh wanita, anak-anak, orang tua yang tertangkap, serta menganiaya dan menyiksa mereka.
5. Perlakuan Baik terhadap Tawanan
Umat Islam harus memberikan perlakuan baik terhadap tawanan, dan tidak boleh dijadikan budak. Al Qur'an Surat Muhammad ayat 04 menegaskan bahwa tindakan terhadap tawanan perang pada prinsipnya hanya dua, yaitu dibebaskan dengan baik atau dilepaskan dengan tebusan.
Merujuk buku Al-Bidayah Wa An-Nihayah karya Ibnu Katsir dan Rasulullah Teladan untuk Semesta Alam karya Raghib As-Sirjani, yang dikutip dari Nu.or.id, Rasulullah memperlakukan tawanannya dengan empat cara.
Pertama, mengeksekusi mati, namun ini sangat jarang sekali dilakukan. Dalam kasus tawanan Perang Badar, hanya dua orang yang dieksekusi mati yakni Nadhr bin Harits dan Uqbah bin Abu Mu’aith. Keduanya dibunuh karena kejahatan perangnya yang besar, bukan karena faktor balas dendam.
Kedua, membebaskan dengan tebusan. Dalam hal ini, jumlah tebusannya bervariasi, tergantung harta yang dimiliki tawanan. Uang tebusan ini nantinya akan digunakan untuk keperluan umat Islam, bukan untuk Rasulullah secara pribadi.
Diantara tawanan yang dilepas dengan tebusan harta adalah Abu Wada’ah dan Zararah Bin Umair senilai 4000 dirham, Al-Abbas bin Abdul Muthalib sebesar 100 uqiyah, dan Aqil bin Abu Thalib sebesar 80 uqiyah. Tebusan tidak hanya berupa uang atau harta saja, tetapi juga barter tawanan perang. Misalnya, Abu Amr bin Abu Sufyan dilepaskan dengan syarat kaum musyrik melepaskan Sa’ad bin an-Nu’man bin Akal yang ditawan Abu Sufyan ketika umrah.
Ketiga, membebaskan dengan syarat mengajarkan baca tulis. Bagi tawanan yang bisa baca-tulis, mereka akan dibebaskan jika mau mengajari umat Islam atau anak-anak Anshar tentang baca-tulis. “Beberapa tawanan perang Badar ada yang memiliki uang untuk tebusan, maka Rasulullah menjadikan tebusannya dengan mengajar anak-anak Anshar,” sebagaimana diriwayatkan Ibnu Abbas.
Keempat, membebaskan tanpa syarat apapun. Rasulullah juga membebaskan beberapa tawanannya tanpa uang tebusan sama sekali. Rasulullah tidak melakukan itu atas kehendak sendiri, melainkan setelah berdiskusi dengan para sahabatnya. Abul Ash bin Ar-Rabi adalah salah seorang tawanan perang yang dilepaskan tanpa uang tebusan. Sikap ini tidak jarang menyebabkan tawanan akhirnya memeluk Islam. Diantaranya adalah Tsumamah bin Atsal, seorang pemimpin Bani Hanifah.
Suci Sekarwati dan Ida Rosdalina berkontribusi dalam penulisan arikel ini.
Pilihan Editor: Pekan Ini, Hamas akan Kembali Bebaskan Sandera