TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyatakan pemerintah tidak keberatan mempensiunkan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara dalam rangka transisi dari energi fosil ke energi baru dan terbarukan. Namun, ia menekankan program tersebut membutuhkan biaya besar dan tidak bisa dilakukan tanpa dukungan pendanaan memadai. “Mau pensiun boleh, besok pagi saya pensiunkan,” ujar Bahlil dalam acara Pengesahan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) Tahun 2025–2034 di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Senin, 26 Mei 2025.
Namun, Bahlil mempertanyakan apakah ada lembaga donor yang benar-benar bersedia membiayai program pensiun dini PLTU. Ia juga meminta wartawan menanyakan hal itu kepada bank-bank internasional yang mengklaim siap membantu Indonesia. "Tapi ada enggak dana donor yang mau membiayai? You kasih dong. Kalian wartawan juga tanyakan bank-bank dunia yang merasa mau kasih duit ke Indonesia. Kasih sini. Kasih uang bunga murah, ane pensiunkan," sambungnya.
Ia menilai tidak adil jika pemerintah didesak menghentikan PLTU tanpa kejelasan dukungan dana dari lembaga donor. Ia menolak pendanaan berbunga tinggi karena berpotensi membebani pihak lain. “Jangan sudah kasih teknologi tinggi, biaya tinggi, maksain lagi. Piye itu,” katanya.
Mantan Menteri Investasi ini menegaskan tidak ingin membebani rakyat dengan tambahan biaya, maupun meminta pemerintah memberikan subsidi atau mengurangi keuntungan PLN demi mempensiunkan PLTU. “Kita itu harus merah-putih. Harus tahu negara kita lagi apa kelebihannya, apa kekurangannya,” ujar mantan Ketua Umum Partai Golkar ini.
Lebih jauh, Bahlil menilai ada agenda tersembunyi di balik pertanyaan seputar pensiun dini PLTU. “Saya enggak mau terjebak dengan pertanyaan-pertanyaan, maksud-maksud di belakang batu itu, belakang meja itu. Saya ngerti itu sekali,” ujar lulusan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Port Numbay, Jayapura ini.
Sebelumnya, Bahlil menyampaikan Indonesia belum bisa menghentikan operasional PLTU jika belum ada kepastian pendanaan. Ia menyebut sejumlah lembaga keuangan memang menjanjikan pendanaan, tetapi belum ada realisasi konkret. “Kami disuruh paksa untuk pensiunkan PLTU, siapa yang membiayai? Dijanjikan ada lembaga donor yang membiayai, mana ada, sampai sekarang belum ada, zero,” ujar Bahlil dalam acara Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia: Tantangan dan Peluang di Era Baru di The Westin Jakarta, Kamis, 30 Januari 2025.
Ia menyebut Just Energy Transition Partnership (JETP) sebagai salah satu pihak yang berkomitmen mendanai pensiun dini PLTU. Namun, menurutnya, transisi dari energi fosil ke energi terbarukan tidak mungkin dilakukan tanpa kepastian pendanaan yang jelas.
Pemerintah menegaskan tidak akan menggunakan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) untuk membiayai program tersebut. Pemerintah juga tidak ingin membebani PLN dengan penerbitan surat utang baru. “Masak dana APBN, atau PLN membuat bond baru lagi untuk membiayai itu,” ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini