Beda Cara Jokowi, Ahok, Anies, dan Pramono Anung Atasi Banjir Jakarta

14 hours ago 7

TEMPO.CO, Jakarta - Banjir melanda sebagian wilayah Jakarta sejak Selasa kemarin hingga hari ini. Penyebab banjir Jakarta tersebut di antaranya karena hujan deras yang mengguyur wilayah Jakarta sejak Senin sore lalu, yang mengakibatkan sejumlah sungai meluap seperti Sungai Ciliwung dan Sungai Pesanggrahan.

Kepala Pusat Data dan Informasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jakarta Mohamad Yohan mengatakan penyebab banjir adalah curah hujan tinggi dan luapan Kali Ciliwung. “Penyebabnya curah hujan tinggi serta luapan Kali Pesanggrahan, Kali Krukut, dan Kali Ciliwung,” kata Yohan lewat keterangan tertulis, Selasa, 4 Maret 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Banjir besar di Jakarta ini bukanlah kejadian baru. Dari tahun ke tahun, ibu kota terus menghadapi permasalahan banjir. Berikut ini adalah cara Pemerintah Provinsi Jakarta mengatasi banjir, baik di era Joko Widodo, Basuki Tjahaja Purnama, Anies Baswedan, hingga Pramono Anung.

#Joko Widodo (Oktober 2012-Oktober 2014)

Cara mengatasi banjir : Menormalkan fungsi gorong-gorong

Dua bulan setelah Jokowi dilantik sebagai Gubernur DKI Jakarta atau pada 22 Desember 2012, sejumlah ruas jalan utama Ibu Kota seperti Jalan Sudirman –M.H Thamrin, Jakarta Pusat dan kawasan Grogol, Jakarta Barat terendam air. Kala itu Jokowi mengatakan bahwa gorong-gorong yang sudah tak memadai menjadi penyebab banjir. 

Karena itu, Ia memerintahkan pengerukan untuk menormalkan fungsi gorong-gorong. “Hujan deras sebentar saja air sudah menggenang,” kata Jokowi pada Desember 2012.

Mantan Wali Kota Solo itu mengalokasikan dana tanggap darurat sebesar Rp 5 triliun dari sisa anggaran Pemerintah DKI tahun 2012. Dana ini direncanakan untuk menangani banjir secara bertahap, termasuk pembangunan sumur resapan dan pengerukan sungai.

Selain itu, Jokowi juga mencanangkan proyek The Stormwater Management and Road Tunnel (SMART Tunnel) atau gorong-gorong raksasa. Ia menjelaskan bahwa program ini sudah memiliki cetak biru, tetapi masih memerlukan terobosan agar dapat direalisasikan.

“Kalau terus-terusan bertumpu pada cetak biru dan tidak ada terobosan, sampai kapan mau menunggu dan terus kebanjiran?” kata Jokowi kepada awak media saat memeriksa gorong-gorong di sekitar Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat pada Desember 2012.

#Basuki Tjahaja Purnama (November 2014-Mei 2017)

Cara mengatasi banjir : Normalisasi sungai

Normalisasi menjadi salah satu langkah pencegahan banjir yang dilakukan di era Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Ia bekerja sama dengan pemerintah pusat, yang saat itu Jokowi menjadi presiden. Salah satu proyek normalisasi yang paling banyak dibicarakan adalah di Sungai Ciliwung.

Ahok dikenal aktif merelokasi warga yang tinggal di bantaran sungai untuk mendukung proyek ini. Namun, kebijakan tersebut mendapat penolakan dari sebagian warga serta sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM).

Normalisasi Sungai Ciliwung dimulai 2013. Sepanjang 2013-2017, pemerintah sudah membangun tanggul sepanjang atau 16,3 kilometer. Dari data yang diterima Tempo, Balai Besar Wilayah Sungai Cilliwung Cisadane (BBWSCC) berencana membangun tanggul sepanjang 33,6 kilometer. Artinya, masih tersisa 17,3 kilometer kawasan yang belum ditanggul.

#Djarot Sjaiful Hidayat (Mei – Oktober 2017)

Cara mengatasi banjir : Normalisasi sungai (melanjutkan program Ahok)

#Anies Rasid Baswedan (2017-2022)

Cara mengatasi banjir: Sumur Resapan dan Naturalisasi Sungai

Anies Baswedan mengatakan pembangunan sumur resapan merupakan salah satu upaya mengatasi banjir Jakarta pada beberapa lokasi cekungan. "Karena tempat-tempat yang cekungan seperti inilah yang paling potensi. Di situlah yang harus dipompa dan menjadi jawaban mengapa sumur resapan itu penting," kata Anies di Jakarta Recycle Center (JRC) Pesanggrahan, Jakarta, Rabu, 5 Oktober 2022 seperti dikutip dari Antara.

Menurut Anies, lokasi yang berbentuk cekungan membuat air mudah mengalir. Kemudian saat hujan lebat datang, lalu membentuk genangan yang mengakibatkan banjir.

Selain itu, Anies mengatakan salah satu bentuk pengendalian banjir di kawasan hulu adalah membangun embung dan bendungan. Tujuannya, untuk menahan agar air tak langsung menuju Jakarta saat ada volume yang besar di hulu.

Selanjutnya, Anies merancang naturalisasi sungai dengan jalan mengelola prasarana sumber daya air seperti kali, saluran, sungai, waduk, situ, dan embung melalui konsep pengembangan ruang terbuka hijau dengan tetap memperhatikan kapasitas tampungan, fungsi pengendalian banjir, serta konservasi.

#Pramono Anung (20 Februari 2025-2030)

Cara mengatasi banjir: Sumur resapan dan modifikasi cuaca

Gubernur Jakarta Pramono Anung mengatakan akan menangani banjir Jakarta berdasarkan jenisnya. Politikus PDI Perjuangan menyebut ada tiga jenis banjir yang terjadi di Jakarta, yakni banjir rob, banjir lokal, dan banjir kiriman dari daerah lain.

“Untuk banjir lokal, kami sudah mulai pengerukan di mana-mana, sumur resapan juga kami fungsikan kembali,” kata Pramono saat ditemui di Balai Kota Jakarta, Senin, 3 Maret 2025.

Pramono mengklaim banjir kiriman di Jakarta sudah berkurang dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Penurunan terjadi karena sudah ada dua waduk, yaitu Waduk Cimahi dan Waduk Sukamahi, yang menampung air kiriman. Meski begitu, Pramono mengatakan kedua waduk tersebut belum cukup untuk menangani banjir Jakarta.

Ia juga mengusulkan modifikasi cuaca untuk menangani banjir di Jakarta. Upaya ini bertujuan untuk mengendalikan curah hujan yang tinggi, yang menyebabkan beberapa sungai meluap.

"Saya meminta untuk modifikasi cuaca dilakukan, (awan hujan) didorong untuk ke laut. Karena memang banjir yang terjadi di Jakarta sekarang ini boleh dikatakan mayoritas hampir 90 persen lebih adalah kiriman," kata Pramono, Selasa, 5 Maret 2025.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |