BEM SI Serukan Aksi Tolak Revisi UU TNI

10 hours ago 11

TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Pusat Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia atau BEM SI Herianto menyerukan mahasiwa dan masyarakat menolak tegas rencana dwifungsi TNI melalui revisi Undang-Undang TNI atau revisi UU TNI.

Herianto mengatakan revisi UU TNI berpotensi menghidupkan kembali dwifungsi TNI karena mengancam supremasi sipil, hak asasi manusia, dan masa depan reformasi. “Ayo turun ke jalan, suarakan penolakan kita! Desak DPR untuk menolak RUU TNI yang bertentangan dengan cita-cita reformasi!” kata Herianto dalam pernyataan kepada Tempo, Senin, 17 Maret 2025. Namun Herianto belum mengungkapkan kapan aksi akan digelar. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Herianto, seharusnya militer fokus pada pertahanan negara dan tidak boleh masuk ke jabatan sipil dan birokrasi. Apalagi, kata dia, dwifungsi TNI mengkhianati cita-cita reformasi yang menuntut pemisahan peran TNI di ranah sipil. Ia menegaskan militer yang masuk ke ranah sipil bisa memperburuk demokrasi dan mengancam kebebasan sipil.

Ketua Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Dimas Bagus Arya mengatakan Rancangan Perubahan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI atau revisi UU TNI itu jelas berbahaya jika tidak melibatkan partisipasi publik. Proses yang serba cepat dianggap bisa melewatkan begitu saja aspirasi dari koalisi sipil.

“Ada kekhawatiran pasal yang dikritisi dimunculkan kembali di RUU yang akan disahkan,” kata Dimas Bagus kepada Tempo pada Ahad, 16 Maret 2025.

Kontras menilai ada dua pasal berbahaya dalam revisi UU TNI yang diajukan saat ini. Pertama, pasal 7 ayat 2 yang mengatur kewenangan dalam operasi militer selain perang. Fungsi pengawasan dan perbantuan TNI di tambah dalam ruang siber, narkotika, hingga perlindungan WNI dan kepentingan nasional di luar negeri.

Kemudian, ada pasal 47 ayat 2 yang dianggap bermasalah. Dalam UU sebelumnya regulasi ini mengatur batas tugas TNI di lembaga-lembaga sipil. Cakupan jabatan sipil yang dapat ditempati prajurit ada kemungkinan diperluas, seperti tercantum dalam Pasal 47 Daftar Inventarisasi Masalah undang-undang tersebut.

Dalam Pasal 47 ayat (2) Undang-Undang TNI disebutkan bahwa prajurit aktif hanya dapat mengisi jabatan sipil di sepuluh kementerian/lembaga, yaitu di Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, dan Sekretaris Militer Presiden. Dalam aturan tersebut, personel aktif TNI dimungkinkan mengisi jabatan di Badan Intelijen Negara, Lembaga Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Badan Narkotika Nasional, serta Mahkamah Agung.

Melalui revisi UU TNI, yang tertuang dalam DIM, pemerintah mengusulkan menambah lima pos kementerian/lembaga yang dapat diisi prajurit aktif. Kelimanya adalah Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Badan Keamanan Laut, dan Kejaksaan Agung.

DPR menggelar rapat maraton bersama pemerintah karena anggota DPR akan mulai reses ke masing-masing daerah pemilihan pada 21 Maret 2025. Komisi I DPR pada awal Maret 2025 mengundang sejumlah ahli dan meminta masukan. Pada 11 Maret 2025, DPR menggelar rapat kerja dengan Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin untuk membahas tindak lanjut perubahan aturan tentara di Indonesia.

Pada 14 dan 15 Maret 2025, Panitia Kerja Revisi UU TNI menggelar rapat tertutup di Hotel Fairmont, kawasan Jakarta Pusat. Perwakilan dari Koalisi Sipil menggelar aksi menginterupsi langsung ke lokasi rapat panja kemarin.

Daniel Ahmad Fajri berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |