TEMPO.CO, Jakarta - Sidang Parlemen Serbia ricuh hebat pada Selasa, 4 Maret 2025. Hal itu disebabkan karena dukungan pihak oposisi terhadap aksi yang dilakukan demo mahasiswa dalam memprotes pemerintah.
Tiga anggota Partai Progresif Serbia (SNS) yang sedang berkuasa, termasuk seorang wanita hamil, mengalami cedera dalam bentrokan tersebut, dengan salah satu di antaranya mengalami stroke.
Kerusuhan ini bermula saat parlemen ingin membahas 62 poin dalam agendanya, termasuk pemungutan suara mengenai pemecatan Ketua Parlemen, Ana Brnabic dan mengonfirmasi pengunduran diri dari Perdana Menteri Serbia Milos Vucevic. Hal tersebut menuai protes dari pihak oposisi sebab langkah tersebut dianggap sebagai cara presiden untuk mengalihkan tanggung jawab.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dikutip dari Reuters, setelah koalisi yang berkuasa yang dipimpin oleh SNS menyetujui agenda, beberapa politisi oposisi beranjak dari kursi mereka menuju ketua parlemen dan terlibat bentrokan dengan petugas keamanan. Sementara itu, yang lain melemparkan granat asap dan menyemprotkan gas merica. Siaran langsung televisi menampilkan kepulan asap hitam dan merah muda memenuhi ruang parlemen. Insiden tersebut mengingatkan pada bentrokan serupa yang terjadi sejak Serbia mengadopsi sistem demokrasi multipartai pada tahun 1990.
Perkelahian terjadi antara anggota parlemen dan dua orang terluka setelah Ana Brnabi menolak untuk mengganggu sesi tersebut dan menyebut pihak oposisi sebagai preman dan bandit teroris yang ingin menghalangi kinerja lembaga.
Ketika sidang berlanjut, politisi dari koalisi yang berkuasa terus berdebat, sementara anggota parlemen oposisi membunyikan siulan dan meniup terompet. Mereka juga mengangkat spanduk bertuliskan "Mogok Umum" dan "Keadilan bagi Korban," merujuk pada mereka yang tewas dalam insiden runtuhnya atap stasiun di Novi Sad pada November lalu.
Sementara itu, warga berkumpul di depan gedung parlemen dan melempari pintu masuk dengan telur mentah.
Aksi demonstrasi pada sesi pembukaan rapat parlemen di gedung parlemen Serbia, Beograd, Serbia, 4 Maret 2025. Reuters/Djordje Kojadinovic
Dilansir dari NIN.rs, Presiden Serbia Aleksandar Vui menyatakan bahwa kerusuhan yang dipicu oleh oposisi di parlemen merupakan tindakan kekerasan dan hooliganisme. Ia juga menegaskan akan menuntut pertanggungjawaban hukum atas insiden tersebut.
"Ini adalah kasus perundungan, perilaku hooligan, saya tidak ingin mengatakan kata-kata kasar tentang mereka yang melakukannya, bukan karena mereka tidak pantas menerimanya, tetapi karena kami menuntut pertanggungjawaban pidana dan hukum. Kami menunggu untuk melihat apa yang akan dilakukan jaksa penuntut, karena jika sebaliknya, kami semua akan digantung sekarang," tegas Vui.
Menurut hukum Serbia, anggota parlemen memiliki kekebalan hukum, namun mereka dapat kehilangannya jika terbukti melakukan kejahatan berat.
Kekacauan ini menandai eskalasi besar dalam gerakan protes yang dipimpin oleh mahasiswa, yang telah melumpuhkan negara dan menjadi ancaman paling serius bagi pemerintahan garis keras Presiden Aleksandar Vui.
Krisis politik di Serbia berawal dari runtuhnya atap stasiun kereta di Novi Sad pada November lalu, yang merenggut nyawa 15 orang. Tragedi ini memicu gelombang ketidakpuasan yang telah terpendam selama 12 tahun kepemimpinan Vui. Apa yang awalnya dimulai sebagai acara peringatan bagi para korban, kini telah berkembang menjadi aksi protes yang berlangsung hampir setiap hari selama empat bulan terakhir, melibatkan berbagai lapisan masyarakat Serbia dan menyebar ke seluruh penjuru negara Balkan tersebut.
Dewi Rina Cahyani ikut berkontribusi dalam artikel ini.
Pilihan editor: Demonstrasi Menutup Jalan di Beograd Serbia