TEMPO.CO, Jakarta - Konsorsium Korea Selatan yang dipimpin LG memutuskan hengkang dari proyek baterai kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) di Indonesia. Investasi tersebut bernilai 11 triliun won atau US$ 7,7 miliar (sekitar Rp 129 triliun, dengan asumsi kurs Rp 16.841 per dolar AS).
Kantor berita Korea Selatan Yonhap pada Jumat, 18 April 2025 melaporkan, konsorsium itu terdiri dari LG Energy Solution, LG Chem, LX International Corp, dan mitra lainnya. Konsorsium awalnya telah menyepakati perjanjian kerja sama dengan pemerintah Indonesia dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Mempertimbangkan kondisi pasar dan lingkungan investasi, kami telah memutuskan untuk keluar dari proyek,” kata seorang pejabat LG Energy Solution.
Adapun LG cs bukan investor pertama yang membatalkan proyek baterai kendaraan listrik di Indonesia. Berikut beberapa perusahaan di antaranya:
Investor Prancis dan Jerman
Perusahaan tambang asal Prancis, Eramet, dan perusahaan dari Jerman, BASF, dikabarkan mengurungkan minat pengerjaan proyek investasi bersama di Indonesia senilai US$ 2,6 miliar atau sekitar Rp 42,72 triliun pada Juni 2024. Investasi melalui perusahaan baterai yang mereka miliki, PowerCo tersebut rencananya akan dilakukan di kompleks pemurnian nikel-kobalt di Weda Bay, Halmahera, Maluku Utara.
Namun, kala itu, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia membantah kedua perusahaan mencabut rencana investasi. Dia menyebut proyek pemurnian nikel tersebut tidak dibatalkan, tetapi ditunda.
“Sampai dengan sekarang, kami lagi berdiskusi dengan mereka. Sementara bukan dicabut, tapi di-pending sementara,” ucap Bahlil, yang menyatakan baru mendapatkan kabar terkait pencabutan investasi itu pada Rabu, 26 Juni 2024.
Pernyataan Bahlil tersebut berbeda dari anak buahnya. Sebelumnya, Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal Kementerian Investasi (Keminves) Nurul Ichwan mengatakan dua perusahaan itu telah mencoret rencana investasi di Indonesia.
“Kami dari awal terus mengawal rencana investasi ini. Namun, pada perjalanannya, perusahaan beralih fokus, sehingga akhirnya mengeluarkan keputusan bisnis membatalkan rencana investasi proyek Sonic Bay,” ujar Nurul dalam keterangan tertulis pada Kamis, 27 Juni 2024.
Investasi Perusahaan Cina Lebih Rendah dari Kesepakatan
Sementara itu, proyek baterai kendaraan listrik antara Indonesia dan Cina bernasib kurang baik. Meskipun tetap berjalan, komitmen investasi China Contemporary Amperex Technology Co Ltd (CATL) nilainya tidak mencapai setengah dari kesepakatan awal.
Pada awalnya, PT Industri Baterai Indonesia (Industry Battery Corporation/IBC) telah menjalin kerja sama dengan unit bisnis CATL, yaitu CBL International Development untuk membentuk perusahaan patungan (joint venture/JV) guna memperkuat posisi Indonesia sebagai pemain kunci dalam industri baterai kendaraan listrik global.
Penandatanganan kontrak sementara (interim agreement) dan akta pendirian perusahaan patungan pada Rabu, 16 Oktober 2024 itu menyepakati pengembangan proyek secara bertahap dengan total investasi sebesar US$ 1,18 miliar atau sekitar Rp 19,13 triliun. Proyek tersebut diproyeksikan mempunyai total kapasitas produksi sebesar 15 gigawatt hour (GWh) per tahun.
“Hari ini kami melaporkan bahwa JV 5 kami, proyek manufaktur sel baterai, saat ini telah memasuki tahap awal dan berlokasi di Karawang,” kata Direktur Utama IBC Toto Nugroho dalam keterangannya di Jakarta, Kamis, 17 Oktober 2024, seperti dikutip dari Antara.
Namun, dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi XII DPR RI, Toto mengungkap bahwa berdasarkan persetujuan penanaman modal langsung luar negeri (ODI) dari pemerintah Cina yang diperoleh IBC, nilai investasi CATL turun hingga lebih dari separuhnya.
“Dari ODI approval yang kami peroleh dari mereka, saat ini baru setengahnya, jadi sekitar 6,9 GWh atau 417 juta dolar AS (sekitar Rp 6,75 triliun),” ucap Toto dalam RDP bersama Komisi XII DPR RI di Senayan, Jakarta, Rabu, 12 Februari 2025.
Oleh sebab itu, Toto menyatakan pihaknya sedang bernegosiasi dengan CATL untuk menemukan solusi dari adanya perbedaan jumlah investasi tersebut.