Dari Importir Wine Jadi Korban TPPO di Myanmar, Lokasi Kerja Terisolasi dan Dijaga Orang Bersenjata

5 hours ago 8

TEMPO.CO, Jakarta - Pepen, 55 tahun, sempat menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Hpalu, Myanmar. Pepen berhasil kembali ke Indonesia meski pemerintah Indonesia tidak bisa menjangkau tempatnya diisolasi oleh perusahaan.

Sejak tiba di Myanmar pada Juli 2022, Pepen bekerja untuk sebuah perusahaan yang menjalankan online scam dengan skala internasional. Menurut dia, para pekerja di sana didominasi warga negara Cina.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selama 32 bulan di sana, warga Bekasi ini sempat dipindahkan atau dijual oleh satu perusahaan ke perusahaan lain. Pepen mengaku terisolir dengan dunia luar. Bekerja di kompleks yang dikelilingi pagar tinggi dengan penjagaan orang bersenjata.

"Komunikasi dengan keluarga di rumah sulit karena ponsel sempat disita," kata Pepen kepada Tempo, Kamis, 24 April 2025. Paspor miliknya juga disita.

Sekitar satu setengah tahun di sana, dia sempat dijual oleh perusahaan ke perusahaan lainnya. Berpindah tempat kerja namun masih pada industri yang sama yakni scam.

"Di tempat kedua akhirnya saya menemukan celah bisa berkomunikasi dengan keluarga dengan meminjam ponsel milik warga lokal," ujarnya.

Pepen sempat bisa menghubungi KBRI Yangon, Myanmar. Namun bantuan tidak kunjung datang. Menurut dia, lokasi kamp para pekerja migran ilegal ini terisolasi. Bahkan, sulit dijangkau oleh rezim militer Myanmar yang tengah berkonflik dengan pemberontak.

Dia berhasil keluar justru setelah ada warga negara Cina yang berhasil mengontak keluarganya. Pepen menduga setelah itu ada negosiasi yang dilakukan pemerintah Cina lantaran banyak warganya menjadi korban TPPO. Terlebih, ada salah satu korban warga negara Cina yang merupakan tokoh yang populer di media sosial.

"Setelah itu suasana di kantor aneh dan sepi. Tiga hari berselang kami dikeluarkan," ujarnya.

Mereka terlebih dahulu dikumpulkan di sebuah alun-alun besar di wilayah Hpalu. Sebelum akhirnya diberangkatkan perjalanan darat menuju Thailand pada pertengahan Februari 2025. Di Thailand, barulah dia bertemu dengan puluhan WNI yang lain ternyata juga menjadi korban TPPO di berbagai wilayah Myanmar.

Tergiur iming-iming kerja di Myanmar

Tawaran kerja menjadi admin marketing dan tim IT dengan gaji Rp 16 juta membuat warga Bekasi yang dulunya memiliki perusahaan importir wine ini tertarik.

“Saat pandemi, usaha impor wine dari Australia yang saya miliki bangkrut. Saya butuh mencari kerja dengan gaji besar untuk menutup berbagai tanggungan,” kata Pepen.

Tawaran kerja itu datang dari seorang kenalan lama Pepen. Alih-alih Myanmar, awalnya sang rekan mengatakan Pepen akan bekerja di Thailand. Syarat yang dibutuhkan hanya paspor. Pepen kebetulan masih memiliki paspor dengan masa berlaku yang tersisa setahun.

Setelah menghubungi kontak yang diberikan rekannya, Pepen langsung diarahkan untuk berangkat. Jarak antara mendapatkan tawaran hingga keberangkatan hanya berselang dua pekan. “Semua ongkos ditanggung, hanya modal paspor saja,” ujarnya.

Dia ditugaskan membuat akun Facebook dengan foto profil perempuan berpenampilan menarik. Lalu mengirim pesan ke target-target yang telah ditentukan. Pepen hanya bertugas melakukan komunikasi awal dengan korban scam. Setelahnya, proses diambil alih oleh tim yang lain untuk mulai mencoba menguras rekening korban.

Selama bekerja, dia ditargetkan bisa menghasilkan US$ 5000 dari korban. “Saya nggak pernah mencapai target,” tuturnya.

Selama 32 bulan di Myanmar, hanya tiga kali Pepen mendapatkan bayaran. Saat datang, ia sempat diberi uang senilai 5000 baht. Lelaki ini kembali mendapat uang 5000 baht saat dirinya dijual dan dipindahkan ke tempat lain di Myanmar. Terakhir, dia sempat mendapatkan uang 3000 baht menjelang pulang pada Februari 2025. “Total hanya 13 ribu baht. Jauh dari janji awal Rp 16 juta per bulan,” katanya.

Ketika tidak bekerja dengan baik, dia mengaku mendapatkan siksaan. “Disetrum pernah, disuruh jongkok sambil ngangkat galon berjam-jam juga,” ujarnya.

Sempat mengalami masa berat, Pepen akhirnya bisa menceritakan pengalamannya dengan lepas. Dia menjadi salah satu pembicara forum dialog tentang TPPO yang diselenggarakan Serikat Buruh Migran di Kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Jakarta Pusat pada Kamis, 24 April 2025 lalu.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |