Dedi Mulyadi Kirim Anak Nakal ke Barak, Maarif Institute: Bertentangan dengan Arah Reformasi Pendidikan

3 hours ago 7

TEMPO.CO, Jakarta - Kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang mengirim siswa bermasalah ke barak militer kembali mendapat kritik. Direktur Eksekutif Maarif Institute Andar Nubowo mengatakan, pendekatan militerisasi terhadap pelajar berpotensi merusak sistem pendidikan secara struktural.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut dia, kebijakan pengiriman siswa ke barak militer telah bertentangan dengan arah reformasi pendidikan nasional. Sebab, kata dia, komitmen pemerintah pusat saat ini menempatkan peserta didik sebagai subjek utama dalam proses pembelajaran.

Komitmen ini pernah disampaikan oleh Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu'ti. Arah visi pendidikan Tanah Air menempatkan setiap anak sebagai subjek yang berhak atas lingkungan belajar yang aman, merata, dan menghargai keberagaman.

Andar menilai, model militeristik dalam dunia pendidikan justru memperkuat logika kekuasaan. Pendekatan itu dinilai menekankan kepatuhan dan intimidasi.

"Ini tidak hanya menghambat pertumbuhan psikososial anak, tapi secara langsung bertentangan dengan semangat pendidikan," kata Andar dalam keterangan tertulisnya pada Sabtu, 10 Mei 2025.

Dia mengatakan, kebijakan Dedi Mulyadi yang mengirim siswa ke barak militer telah mengembalikan dunia pendidikan pada pola lama, yaitu represif dan eksklusif. Dia menyatakan, kebijakan ini juga melanggar prinsip dasar yang diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 46 Tahun 2023, tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan.

"Suatu kemunduran yang tidak boleh dinormalisasi," katanya.

Selain itu, menurut dia, kebijakan militerisasi terhadap pelajar berdampak buruk pada pembentukan identitas remaja. Andar mengatakan, pendekatan ala militer memperkuat label nakal pada anak tanpa adanya ruang pemulihan.

"Tanpa mekanisme dialog dan dukungan emosional, siswa justru kehilangan kepercayaan terhadap guru, sekolah, dan institusi pendidikan," ujarnya.

Dalam konteks kesehatan mental, ia khawatir pendekatan militeristik kepada siswa menyisakan masalah pelik. Sebab, menurut dia, lingkungan pendidikan berbasis hukuman dan stigma justru hanya menambah tekanan, isolasi sosial, hingga memperbesar risiko depresi kepada pelajar.

"Alih-alih menyelesaikan masalah perilaku, kebijakan semacam ini justru menciptakan luka baru yang mengancam masa depan anak," ucapnya.

Dia mengatakan, Dedi Mulyadi telah mengabaikan akar-akar struktural persoalan perilaku remaja dengan mengirimkan ke barak militer. Selain itu, Andar berujar ada pembiaran yang dilakukan pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam menciptakan pendidikan yang seharusnya bersifat kolektif.

"Pemerintah Provinsi Jawa Barat justru memilih jalur pintas dengan mengontrol tubuh siswa tanpa menyentuh akar ketimpangan," katanya.

Dia mendesak Dedi Mulyadi untuk segera membatalkan kebijakan pengiriman siswa ke barak militer ini. Andar mengatakan, Pemerintah Provinsi Jawa Barat seharusnya menyusun kebijakan alternatif yang berbasis pendekatan humanistik, reflektif, dan inklusif kepada siswa.

Maarif Institute juga mendorong Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah untuk memberi arahan tegas dan pendampingan kebijakan kepada pemerintah daerah. Tujuannya agar penyelenggaraan pendidikan di daerah bisa selaras dengan visi nasional.

Adapun gagasan Dedi Mulyadi mengenai pendidikan karakter ala militer bagi siswa bermasalah mulai direalisasikan sejak Kamis, 1 Mei 2025. Purwakarta dan Bandung menjadi dua wilayah pertama yang menjalankan program pembinaan karakter semi-militer yang melibatkan TNI itu.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |