TEMPO.CO, Yogyakarta - Demonstrasi Indonesia Gelap digelar masyarakat Indonesia di Melbourne, Australia; dan Berlin, Jerman, Sabtu, 1 Maret 2025. Mereka memprotes menguatnya militerisme di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Puluhan demonstran yang merupakan mahasiswa, dosen, seniman, dan masyarakat Indonesia yang tinggal di dua negara itu menyatakan unjuk rasa itu bagian dari solidaritas global dan tekanan internasional kepada pemerintahan Prabowo-Gibran yang juga berlangsung di negara lainnya, yakni Amerika Serikat dan Inggris.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Diaspora Indonesia di berbagai negara tidak tinggal diam terhadap situasi di tanah air,” kata koordinator aksi di Melbourne, Ulya Niami Jamson, kepada Tempo melalui pesan WhatsApp, Ahad, 2 Maret 2025.
Di Melbourne, Australia, demonstrasi berlangsung di depan State Library Victoria atau perpustakaan negara bagian Victoria pada pukul 15.00-17.00 waktu setempat. Adapun, unjuk rasa di Berlin, Jerman berlangsung di sekitar Gerbang Brandenburg (Brandenburger Tor) pada siang hari.
Diaspora di Melbourne mengusung tiga isu utama, yakni kemunduran demokrasi, kembalinya militerisme, dan ketimpangan ekonomi. Demonstran berorasi, membaca puisi, bernyanyi dan membawa poster-poster bernada protes.
Pengunjuk rasa menamai diri mereka sebagai Melbourne Bergerak. Aliansi ini sebelumnya telah menggelar aksi protes di kantor Konsulat Jenderal Republik Indonesia atau KJRI Melbourne pada 2024. Melbourne Bergerak juga aktif menggelar Kelas Politik yang mengajarkan pendidikan politik secara rutin untuk mahasiswa dan warga Indonesia di Melbourne.
“Tujuannya agar orang Indonesia memahami dan mengorganisasi perlawanan terhadap otoritarianisme dan eksploitasi yang terus berlangsung di Indonesia,” kata Pipin, sapaan akrab Ulya Niami Jamson.
Di Berlin, dalam balutan jaket tebal karena musim dingin, pengunjuk rasa membentangkan spanduk berukuran jumbo berwarna hitam bertuliskan Indonesia Gelap. Poster mereka di antaranya bertuliskan polisi untuk melindungi, bukan alat represi, bayar-bayar polisi, setop militerisme, dan jangan kriminalisasi kebebasan berpendapat. Sejumlah isu yang mereka soroti yakni militerisasi pemerintahan dengan penempatan purnawirawan dalam kabinet, penempatan tentara aktif di program food estate di Papua dan Makan Bergizi Gratis.
Selain itu, mereka juga memprotes meningkatnya peran Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam politik dan bisnis, menguatnya represi polisi terhadap masyarakat, pemborosan anggaran kabinet gemuk, dan perusakan lingkungan. Mereka juga menolak pembatasan kebebasan berekspresi seniman dan penyampaian pendapat. Contohnya pelarangan karya seni yang mengandung kritik pada penarikan lagu grup punk Sukatani berjudul Bayar, Bayar, Bayar, pelarangan pementasan teater Wawancara dengan Mulyono, dan pameran lukisan dari Yos Suprapto.
Salah satu demonstran, Herlambang Bayu Aji, mengatakan diaspora Indonesia menuntut pemerintah membatalkan multifungsi TNI dan Polri, serta merevisi berbagai aturan yang mengancam kebebasan berpendapat dan berekspresi. Tuntutan lainnya adalah mendesak pemerintah merevisi aturan yang mengeksploitasi alam, mengevaluasi program pemerintah yang bermasalah, seperti Proyek Strategis Nasional, Makan Bergizi Gratis, dan proyek Ibu Kota Nusantara, serta mengevaluasi komposisi kabinet.
Herlambang menyatakan demonstran yang bergabung tidak hanya datang dari Berlin, melainkan dari sejumlah negara bagian di Jerman. Sebagian pengunjuk rasa datang dari kalangan mahasiswa, seniman, dan buruh. “Solidaritas terus menguat,” kata dia.
Unjuk rasa Indonesia Gelap menyoroti berbagai permasalahan dalam pemerintahan era Presiden Prabowo Subianto. Indonesia Gelap dimaknai sebagai ketakutan warga Indonesia terhadap nasib masa depan bangsa. Demonstrasi bertajuk Indonesia Gelap menjadi trending topic di media sosial X sejak Senin, 17 Februari 2025.