Kabar viral belakangan ini menghebohkan dunia maya, menyebutkan bahwa Desa Adat Kasepuhan Ciptagelar di Sukabumi, Jawa Barat memiliki cadangan makanan yang cukup untuk bertahan hingga 95 tahun ke depan.
Meskipun terdengar luar biasa, rumor ini membuktikan betapa kuatnya sistem ketahanan pangan yang telah diwariskan turun-temurun oleh masyarakat Ciptagelar. Di balik berita tersebut tersimpan kisah kearifan lokal, budaya pertanian tradisional, dan sistem sosial yang unik yang membuat desa ini mampu mempertahankan stok pangan secara mandiri dan berkelanjutan.
Cara Mendapatkan Makanan
Masyarakat adat Ciptagelar memperoleh pangan melalui sistem pertanian tradisional yang telah berlangsung sejak abad ke-14. Teknik penanaman padi mereka tidak mengandalkan peralatan modern, melainkan bibit padi lokal yang ditanam dengan metode alami.
Seperti yang diungkapkan dalam jurnal Kasepuhan Ciptagelar: Pertanian Sebagai Simbol Budaya & Keselarasan Alam, terdapat pepatah “Mupusti pare, lain migusti” yang mengajarkan penghormatan terhadap padi sebagai sumber kehidupan, bukan sekadar komoditas dagang.
Padi yang dihasilkan kemudian disimpan dalam leuit (lumbung padi) yang berfungsi sebagai cadangan pangan sekaligus simbol kemakmuran dan status sosial. Dengan metode ini, hasil panen yang melimpah tidak hanya memenuhi kebutuhan sehari-hari, melainkan juga menjadi aset budaya yang menjaga kesinambungan hidup masyarakat.
Frekuensi Konsumsi Pangan
Frekuensi konsumsi pangan di Ciptagelar juga mencerminkan kearifan lokal yang terjaga dengan baik. Berdasarkan temuan dalam buku Aspek Sosio-Ekonomi, Pangan, dan Gizi Masyarakat Kasepuhan Adat Ciptagelar (2014), masyarakat di desa ini memiliki pola konsumsi yang terstruktur.
Hasil panen, terutama padi, tidak digunakan untuk perdagangan melainkan disisihkan untuk memenuhi kebutuhan internal serta perayaan adat. Pola konsumsi yang terjadwal melalui berbagai upacara adat seperti Seren Taun dan Nganyaran, menjamin bahwa setiap siklus panen memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan antara produksi dan konsumsi pangan.
Dengan demikian, meskipun cadangan pangan dikabarkan cukup untuk 95 tahun, pola konsumsi yang terjaga juga mendukung keberlanjutan sistem ketahanan pangan tersebut.
Pengolahan Bahan Makanan
Proses pengolahan bahan makanan di Ciptagelar tidak kalah menarik. Seluruh tahapan, mulai dari penanaman hingga pengolahan pasca panen, dilakukan dengan cara tradisional yang diwariskan secara turun-temurun.
Teknik pengolahan padi yang dilakukan secara alami dan minim penggunaan bahan kimia berbahaya, sehingga tidak hanya mempertahankan kualitas gizi, tetapi juga memperkuat ikatan budaya antara masyarakat dan alamnya.
Selain itu, upacara adat seperti Nganyaran dan Seren Taun menjadi momen penting dalam siklus pertanian, yakni ketika hasil panen dirayakan dengan penuh syukur dan dimaknai sebagai anugerah yang harus dipertahankan. Proses ini tidak hanya menciptakan nilai pangan secara ekonomi, tetapi juga secara kultural.
Sistem ketahanan pangan di Desa Ciptagelar merupakan hasil perpaduan antara pengetahuan tradisional, kearifan lokal, dan nilai-nilai budaya yang mendalam. Meski kabar viral mengenai cadangan makanan hingga 95 tahun masih perlu verifikasi lebih lanjut, fakta yang ada menunjukkan bahwa masyarakat Ciptagelar telah menerapkan sistem pertanian dan pengolahan pangan yang sangat terstruktur dan berkelanjutan.
Integrasi antara cara mendapatkan makanan, frekuensi konsumsi yang teratur, serta teknik pengolahan bahan makanan yang tradisional, menjadi kunci utama dalam menjaga ketahanan pangan di desa ini.
Pilihan Editor: Pemerasan Berkedok Adat di Pulau Dewata
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini