Diskon Tarif Listrik Januari-Februari 2025 Habiskan Anggaran Rp 13,6 Triliun

7 hours ago 11

TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat kebijakan diskon tarif listrik 50 persen periode Januari hingga Februari 2025 memakan anggaran Rp 13,6 triliun. Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menyebutkan diskon ini diberikan kepada sekitar 135,9 juta pelanggan dengan daya 450 volt ampere (VA), 900 VA, 1.300 VA, dan 2.200 VA.

“Total anggaran yang diperlukan, kami masih dalam proses estimasi, tapi angka sementara yang kami catat adalah Rp 13,6 triliun,” ucap Suahasil di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis, 13 Maret 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Suahasil menjelaskan, anggaran diskon listrik pada Januari 2025 tercatat sebesar Rp 7 triliun untuk 71,1 juta pelanggan. Sementara pada Februari 2025, Kementerian melaporkan anggaran sejumlah Rp 6,6 triliun dan telah menyasar 64,8 juta pelanggan.

“Pada bulan Januari 71,1 juta pelanggan telah menikmati diskon listrik ini, dan di bulan Februari 64,8 juta pelanggan listrik,” ujarnya.

Tak hanya itu, Suahasil mengatakan, diskon tarif listrik ini bertujuan untuk menekan inflasi pada kelompok harga yang diatur pemerintah atau administered price. Sebagai informasi, pada Februari 2025 komponen harga diatur pemerintah mengalami deflasi sebesar 2,65 persen dengan andil deflasi sebesar 0,48 persen.   “Jadi kalau harga listrik turun dia langsung nanti menyumbang ke inflasi administered price yang juga turun. Ini yang kami bilang inflasi administered price itu turun akibat kebijakan,” ujar Suahasil.

Adapun menyitir data Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia mengalami deflasi secara bulanan atau month to month (mtm) pada dua bulan pertama di tahun 2025. Deflasi tercatat sebesar 0,76 persen mtm pada Januari 2025 dan 0,48 persen mtm pada Februari 2025. BPS mencatat deflasi pada Februari 2025 utamanya disebabkan oleh diskon tarif listrik yang diberikan pemerintah selama Januari hingga Februari 2025.

Jika dilihat berdasarkan kelompok pengeluarannya, penyumbang deflasi bulanan terbesar adalah perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga. Deflasi kelompok ini tercatat sebesar 3,59 persen dan memberikan andil deflasi 0,52 persen. Komoditas yang dominan mendorong deflasi kelompok tersebut adalah diskon tarif listrik yang memberikan andil deflasi sebesar 0,67 persen.

Sementara itu, tingkat deflasi secara tahunan atau year on year tercatat sebesar 0,09 persen pada Februari 2025. Deflasi tahunan ini merupakan yang pertama sejak Maret 2000.

Pada kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membantah adanya pelemahan daya beli masyarakat usai Indonesia mengalami deflasi dua bulan berturut-turut pada awal 2025. Ia menegaskan deflasi disebabkan oleh kebijakan yang diambil oleh pemerintah. 

Meski Indonesia mengalami deflasi tahunan untuk yang pertama kali dalam 25 tahun terakhir, Bendahara Negara berpendapat pemerintah masih bisa menjaga tingkat inflasi dalam rentang aman. “Banyak yang memberikan interpretasi, ‘oh kita deflasi karena masyarakat lesu’, enggak juga,” tutur Sri Mulyani dalam jumpa pers di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Kamis, 13 Maret 2025.  

Sri Mulyani mengatakan deflasi ini justru dipicu oleh kebijakan-kebijakan pemerintah yang diklaim telah meringankan beban masyarakat. Sejumlah kebijakan itu meliputi diskon tarif listrik 50 persen pada Januari hingga Februari 2025, diskon tarif tol, hingga insentif pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP) tiket pesawat selama periode Lebaran 2025. 

Hasil intervensi pemerintah ini lah, kata dia, yang berkontribusi terhadap penurunan harga. “Penurunan harga itu deflasi, turun itu karena policy, bukan karena permintaannya enggak ada,” ucapnya.

“Supaya kita lebih memahami saja, fenomena deflasi itu karena memang pemerintah membantu masyarakat sangat banyak, entah itu melalui tagihan listrik, maupun dalam kondisi menjelang Lebaran ini untuk mobilitas mereka,” tutur mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu lagi.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |