TEMPO.CO, Jakarta - Dua pilot angkatan udara Filipina tewas setelah pesawat mereka jatuh dalam misi melawan pemberontak bersenjata komunis Maoist, di provinsi selatan Bukidnon, kata para pejabat militer pada Rabu 5 Maret 2025 seperti dilansir Reuters.
Puing-puing jet tempur FA-50, dan dua pilotnya, ditemukan di pegunungan Kalatungan di wilayah Mindanao selatan pada Rabu, kata para pejabat militer.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Puing-puing tersebut menunjukkan bahwa itu adalah kecelakaan,” kata juru bicara Angkatan Udara Consuelo Castillo kepada wartawan dalam pengarahan virtual, dan menambahkan bahwa penyelidikan sedang dilakukan untuk menentukan penyebab kecelakaan itu.
Belum jelas kapan kecelakaan itu terjadi, tetapi Angkatan Udara Filipina mengatakan pesawat tempur FA-50 tersebut kehilangan kontak dengan pesawat lain yang terlibat dalam misi di Provinsi Bukidnon tak lama setelah Selasa tengah malam 4 Maret. Hilangnya pesawat tempur ini memicu operasi pencarian dan penyelamatan.
Jet tempur tersebut merupakan bagian dari misi penyerangan terkoordinasi yang mendukung pasukan darat memerangi pemberontak Maoist. Meskipun pesawat tempur lain berhasil melakukan serangan dan kembali ke pangkalan udara di provinsi Cebu, jet yang hilang itu tidak pernah melakukan kontak kembali.
Sebanyak 11 jet FA-50 buatan Korea Selatan kini dilarang terbang setelah kecelakaan itu, Castillo menambahkan.
Jet FA-50 dilengkapi dengan pemancar lokasi darurat yang dirancang untuk memancarkan sinyal jika terjadi kecelakaan atau pelontaran. Namun Castillo tidak bisa memastikan apakah tim penyelamat telah mendeteksi sinyal bahaya.
Seperti semua model FA-50PH, jet tempur yang hilang ini dilengkapi dengan perekam data penerbangan—yang biasa disebut sebagai “kotak hitam”—yang dapat memberikan wawasan penting tentang apa yang salah.
Filipina memperoleh 12 FA-50 dari Korea Selatan pada 2014 sebagai bagian dari program modernisasi militer untuk meningkatkan keamanan dalam negeri.
Selain misi pemberantasan pemberontakan, jet tempur FA-50 juga telah digunakan untuk acara nasional dan patroli maritim. Mereka telah berpartisipasi dalam patroli udara bersama bersama Amerika Serikat, sekutu perjanjian tersebut, mengenai sengketa Laut Cina Selatan.
Wilayah ini telah menjadi lokasi meningkatnya ketegangan antara Cina dan Filipina, khususnya terkait sengketa terumbu karang dan wilayah perairan.
Meski begitu, ini adalah “insiden besar pertama yang melibatkan” armada jet tempur FA-50 Angkatan Udara Filipina, yang diperoleh pada masa pemerintahan mantan Presiden Benigno Aquino III.
Filipina membeli 12 jet tempur multi-peran FA-50 dari Korea Aerospace Industries Ltd. Korea Selatan pada 2015 dan berencana untuk membeli 12 jet tempur lagi dari Korea Selatan seperti dilansir The EurAsian Times.
Pada 2015, sebuah jet tempur T-50 Golden Eagle Indonesia, varian mirip FA-50 milik Angkatan Udara Filipina, jatuh dan menewaskan dua pilot Indonesia. Kedua pesawat tersebut diproduksi oleh Korea Aerospace Industries dan memiliki desain dan kemampuan yang serupa.
Selanjutnya pada 19 Juli 2022, jet tempur T-50i TNI AU jatuh di Jawa Tengah saat melakukan misi latihan malam. Peristiwa tragis tersebut mengakibatkan kematian sang pilot.
Sementara itu, dalam beberapa tahun terakhir, militer Filipina telah mengalami beberapa kali kecelakaan pesawat yang berakibat fatal. Pada April 2023, dua pilot angkatan laut kehilangan nyawa mereka ketika helikopter Robinson R22 mereka jatuh di dekat pasar di selatan Manila selama penerbangan pelatihan.
Sebelumnya, pada Januari 2023, sebuah pesawat turboprop Marchetti SF260 jatuh di sawah, mengakibatkan kematian kedua pilot Angkatan Udara Filipina di dalamnya.