TEMPO.CO, Jakarta - Badan Reserse Kriminal Polri menjerat mantan Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman dengan sejumlah pasal berlapis atas kasus pencabulan terhadap anak di bawah umur. Ahli hukum pidana Universitas Indonesia Chudry Sitompul menyatakan Jaksa Penuntut Umum menjadi penentu pemberian hukum terberat bagi pelaku.
“Tergantung penuntut umumnya, apakah penuntutannya disatukan atau perkaranya dipisah-pisahkan,” kata Chudry saat dihubungi, pada Jumat, 14 Maret 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Apabila berkas perkara disatukan, kata Chudry, jaksa akan mencari ancaman hukuman yang paling berat dan ditambah sepertiga. “Di sini yang paling berat kan pencabulan atau upload dengan muatan pornografi, itu bisa diancam hukumannya 20 tahun,” ujar dia.
Selain tambahan sepertiga itu, hukuman AKBP Fajar Widyadharma juga dapat ditambahkan apabila JPU menemukan hal-hal yang memberatkan. Misalnya, pertimbangan bahwa AKBP Fajar Widyadharma merupakan bagian dari institusi penegakan hukum yang semestinya melindungi masyarakat tetapi perbuatannya justru mencoreng atribusi yang melekat pada dirinya. “Saya kira akan dituntut 20 tahun.”
Chudry menyatakan hukuman yang diberikan apabila JPU memutuskan memisahkan berkas perkara tak akan kalah berat dengan menggabungkannya. Musababnya, terdakwa harus menjalani hukuman berbeda dari perkara yang dipertentangkannya.“Setelah yang satu selesai, dilanjutkan dengan perkara persetubuhan dengan anak, misalnya diputuskan 15 tahun lagi, bisa dijumlah 30 tahun,” ujar Chudry.
Dia mengatakan, pemberian hukuman berlapis itu mestinya dilakukan apabila JPU ingin memberikan efek jera kepada pelaku. AKBP Fajar Widyadharma terbukti melakukan tindak pidana tersebut setelah menjalani pemeriksaan di Mabes Polri, Jakarta.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan bahwa eks Kapolres Ngada itu terbukti melanggar kode etik kepolisian. "Tersangka diduga melakukan pelecehan seksual terhadap anak bawah umur dan persetubuhan tanpa ikatan sah," kata Truno saat konferensi pers di Divisi Humas Polri, Jakarta, Kamis, 13 Maret 2025.
Kepala Biro Pengawasan dan Pembinaan Profesi (Karowabprof) Divisi Propam Polri Agus Wijayanto menyebut Fajar sudah menjalani penahanan sejak 24 Februari 2025 lalu. Penahanan ini berawal dari informasi tindak pidana yang dilakukan oleh AKBP Fajar.
“Ini kategori berat. Pasalnya berlapis. Divisi Propam Polri akan melaksanakan sidang etik yang direncanakan berlangsung pada Senin, 17 Maret 2025,” ujar Agus saat konferensi pers di ruang Divisi Humas Polri.
Meski belum mendapat sanksi etik, kata Agus, Fajar Widyadharma sudah resmi menjadi tersangka dan ditahan di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta. Pada saat konferensi pers pun, mantan Kapolres Ngada itu terlihat mengenakan rompi oranye. Atas perbuatannya, AKBP Fajar dinilai melanggar Pasal 45 Ayat 1 juncto Pasal 27 Ayat 1 UU ITE, juncto Pasal 55 dan 56 KUHP, serta Pasal 6C.
Selain hukum pidana, AKBP Fajar juga melakukan pelanggaran kode etik kepolisian. Sejumlah aturan yang ditabrak AKBP Fajar adalah Pasal 13 Ayat 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri, Pasal 8 Huruf C Angka 1, Pasal 8 Huruf C Angka 2, Pasal 8 Huruf C Angka 3, Pasal 13 Huruf D, Pasal 13 Huruf E, Pasal 13 Huruf F, Pasal 13 Huruf G Angka 5, Peraturan Kepolisian Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri.
Alif Ilham Fajriadi berkontribusi dalam penulisan artikel ini.