Jakarta, CNN Indonesia --
Insiden memilukan kembali mengguncang layanan kesehatan di Papua. Irene Sokoy, warga Kampung Hobong, Sentani, Jayapura, meninggal dunia bersama bayi yang dikandungnya setelah diduga tidak mendapat layanan medis dari empat rumah sakit berbeda pada Senin (17/11/2025) dini hari.
Sekitar pukul 05.00 WIT, keluarga membawa Irene yang tengah dalam kondisi gawat darurat ke beberapa fasilitas kesehatan. Namun, mereka disebut tidak mendapat pertolongan di RS Dian Harapan, RSUD Yowari, RSUD Abepura, dan RS Bhayangkara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam proses bolak-balik mencari bantuan, Irene dan bayinya dinyatakan meninggal sebelum tiba di RSUD Dok II Jayapura.
Kepala Kampung Hobong, Abraham Kabey, menyebut kejadian ini sebagai tragedi besar bagi warganya.
"Kami datang meminta pertolongan medis, tapi tidak mendapatkan pelayanan yang baik," ujarnya, dikutip dari Detik.
Suami Irene, Neil Kabey, juga menyoroti tidak adanya dokter yang berjaga pada saat genting itu.
"Kalau saat itu di RSUD Yowari ada dokter, saya yakin istri dan anak saya masih hidup," kata Neil.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyampaikan belasungkawa dan memastikan investigasi menyeluruh. Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenkes, Aji Muhawarman, menegaskan bahwa pemerintah pusat akan mengusut tuntas laporan dugaan penolakan pasien tersebut.
"Kementerian Kesehatan turut berbelasungkawa dan sangat menyayangkan insiden yang terjadi," ujar Aji, Minggu (23/11)
Tim dari Direktorat Jenderal Kesehatan Lanjutan akan dikirim ke Papua untuk melakukan pemeriksaan bersama dinas kesehatan daerah. Semua rumah sakit yang disebut keluarga akan diperiksa.
"Apabila ditemukan indikasi pelanggaran, pastinya akan ada sanksi tegas yang dikenakan kepada rumah sakit yang diduga menolak pasien," tegas Aji.
Dia juga mengingatkan bahwa Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin berkali-kali menegaskan tidak boleh ada rumah sakit baik pemerintah maupun swasta yang menolak pasien dalam kondisi gawat darurat.
Aji menambahkan bahwa tindakan penolakan pasien bukan hanya pelanggaran etika profesi, tetapi juga melanggar Undang-Undang kesehatan dan dapat berujung pada sanksi pidana.
Gubernur Papua, Matius D. Fakhiri, menyampaikan permohonan maaf terbuka atas insiden tersebut. Dia menyebut kejadian ini sebagai bukti nyata masih buruknya pelayanan kesehatan di Papua.
"Saya mohon maaf dan turut berduka yang mendalam. Ini kebodohan yang luar biasa yang dilakukan oleh pemerintah," kata Fakhiri.
Dia berjanji akan mengganti seluruh direktur rumah sakit di bawah Pemerintah Provinsi Papua dan melakukan evaluasi menyeluruh, termasuk pembenahan alat-alat kesehatan yang banyak dilaporkan rusak.
"Kami akan panggil semua direktur rumah sakit pemerintah maupun swasta untuk menyatukan visi. Layani dulu pasien, baru urusan yang lain," ujarnya.
Kemenkes juga memastikan akan berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi Papua untuk memastikan tindak lanjut berjalan konkret, demi mencegah tragedi serupa terulang.
Baca selengkapnya di sini.
(tis/tis)

41 minutes ago
3
















































