TEMPO.CO, Jakarta - Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim membongkar skema penimbunan BBM jenis solar di dua tempat berbeda, yakni Kabupaten Karawang, Jawa Barat dan Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Dalam kasus ini, polisi telah menetapkan delapan orang tersangka dan menyita 16.400 liter solar bersubsidi dari para pelaku tersebut.
“Lima tersangka berasal dari Kabupaten Karawang dan tiga tersangka dari Kabupaten Tuban,” ucap Dirtipidter Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Nunung Syaifuddin dikutip dari keterangan tertulis, Jumat, 7 Maret 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdasarkan pengungkapan praktik penimbunan di Tuban, polisi menemukan 8.000 liter solar bersubsidi. Sementara di Karawang, polisi berhasil menyita 8.600 liter solar yang ditimbun untuk dijual dengan harga yang lebih tinggi. Berikut rangkuman informasi mengenai fakta-fakta penimbunan BBM jenis solar di Tuban dan Karawang.
Modus di Tuban Gunakan 45 Barcode untuk Membeli BBM
Nunung mengungkapkan penimbunan BBM jenis solar di Tuban, Jawa timur telah berjalan selama lima bulan. Tiga orang menjadi tersangka, yakni BC, K, dan J. Dalam menjalankan aksinya, Nunung mengatakan para tersangka memiliki peran masing-masing.
Tersangka BC berperan membeli solar dari SPBU. Ia menggunakan sebanyak 45 kode batang atau barcode yang disimpan di dalam ponsel miliknya. “Modus operandinya melakukan pengambilan dan pengangkutan BBM jenis solar dari SPBU dengan menggunakan kendaraan yang sama secara berulang,” ujar Nunung dalam konferensi pers, di aula Awaloedin Djamin Gedung Bareskrim Polri, pada Kamis, 6 Maret 2025.
Berbekal 45 barcode yang tersimpan di dalam ponsel milik tersangka, BC bisa mengangkut BBM subsidi itu secara berulang kali. Adapun kondisi bagian dalam dari mobil yang digunakan oleh BC telah dimodifikasi. Selain bertugas membeli solar, BC juga memfasilitasi gudang untuk kegiatan penyimpanan dan pemindahan BBM itu di sebuah lahan miliknya.
Sementara itu, tersangka K dan J berperan sebagai sopir dan kernet dari truk tangki dengan kapasitas 8.000 liter. mereka berperan mengambil dan mengirimkan BBM subsidi hasil penyelundupan itu dari gudang penyimpanan milik BC. Dalam proses pemindahan BBM itu, tersangka K dan J juga dibantu oleh pelaku berinisial COM dan CRN. Hingga saat ini keduanya berstatus sebagai daftar pencarian orang.
Modus di Karawang Pakai QR MyPertamina Milik Petani
Dalam kasus penimbunan Solar di Karawang, Bareskrim Polri mengamankan lima orang tersangka, yakni LA, HB, S, AS, dan E. Mereka mengaku telah melakukan tindak ilegal ini selama satu tahun. Adapun modus yang digunakan adalah memanfaatkan quick response (QR) code MyPertamina milik para petani di Desa Kamijaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat.
“Modus operandinya adalah membuat dan mengurus surat rekomendasi pembelian solar bagi petani dan beberapa orang warga di kantor pemerintahan desa, untuk dapat memeroleh sejumlah barcode MyPertamina,” kata Nunung.
Saat menjalankan aksinya, tersangka E berperan membeli solar dari SPBU dengan menggunakan motor. Ia membeli solar secara berulang-ulang menggunakan barcode yang berbeda. Setelah membeli BBM secara ilegal, E membawa barang tersebut ke pangkalan miliknya. Selain bertugas membeli BBM, E juga berperan menjual solar kepada pembeli dengan harga nonsubsidi.
“Hasil pembelian solar subsidi kemudian dikumpulkan, lalu dijual kembali dengan harga yang lebih tinggi dari harga subsidi,” tutur Nunung.
Sementara itu, tersangka LA, S, AS, dan HB berperan sebagai pembeli solar dari SPBU. Namun, Nunung mengungkapkan bahwa keempatnya melakukan transaksi tanpa melakukan pembayaran. Ia menyatakan para tersangka menggunakan metode pembayaran melalui transfer uang elektronik dalam melakukan transaksi pembelian di SPBU. “Ini yang akan kita dalami peran dari pihak SPBU,” ujar Nunung.
Polisi Curigai Operator SPBU dan Dalami Target Penjualan
Untuk kasus penimbunan di Karawang, Nunung mencurigai operator SPBU sebagai pihak yang memberikan barcode kepada tersangka. “Bagaimana mereka mendapatkan barcode? Ini tentu mereka sudah bekerja sama dengan operator yang ada di SBPU.” Ia memastikan bahwa kepolisian akan menangkap siapapun yang terlibat dalam kasus ini.
Kepolisian juga, kata Nunung, masih mendalami kepada siapa para tersangka menjual BBM itu. Ia menduga target penjualan mereka berasal dari sektor industri dan kegiatan-kegiatan yang mengandalkan solar industri.
Keuntungan Para Tersangka
Dalam kurun waktu lima bulan, para tersangka penimbunan Solar di Tuban mengaku telah mendapatkan keuntungan sekitar Rp 1.344.000.000 atau Rp 1,344 miliar. Nunung menyatakan, Bareskrim juga akan mendalami kebenaran terhadap periode mereka beroperasi dari barcode yang telah mereka sita. “Apakah lima bulan atau lebih dari itu”.
Sementara untuk kasus di Karawang, Nunung menjelaskan, tersangka menjual solar bersubsidi itu sebesar Rp 8.600 per liter. Padahal, harga solar subsidi hanya sebesar Rp 6.800. Berdasarkan pengakuan mereka, dalam kurun waktu itu para tersangka telah meraup keuntungan sebesar Rp 3.072.000.000 atau Rp 3 miliar.
Kerugian Negara Belum Dihitung
Terhadap dua kasus itu, Nunung menyatakan akumulasi keuntungan yang diperoleh tersangka penimbun BBM di Tuban dan Karawang mencapai Rp 4,416 miliar. Kepolisian belum menghitung kerugian negara atas kasus ini. Yang jelas, kata Nunung, kerugian negara yang ditimbulkan atas perbuatan mereka lebih besar dibandingkan dengan keuntungan yang diperoleh para tersangka.
Akibat tindakan ilegal mereka, para tersangka dijerat dengan Pasal 40 Angka IX Undang-Undang tentang Cipta Kerja juncto Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama 6 tahun serta denda paling banyak Rp 60 miliar.
Nandito Putra dan Alfitria Nefi P berkontribusi dalam penulisan artikel ini.