TEMPO.CO, Jakarta - Forum Purnawirawan TNI mengeluarkan delapan pernyataan sikap, salah satunya mengusulkan pergantian Wakil Presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka. Mereka beranggapan bahwa keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap Pasal 169 huruf q Undang-Undang Pemilu cacat hukum.
Pernyataan sikap ini secara resmi diusulkan dalam acara Silaturahmi Purnawirawan Prajurit TNI dengan tokoh masyarakat pada 17 April 2025. Mereka menyampaikan tuntutan ini dalam sebuah dokumen yang ditandatangani oleh 103 jenderal, 73 laksamana, 65 marsekal, dan 91 kolonel.
“Mengusulkan pergantian Wakil Presiden kepada MPR karena keputusan MK terhadap Pasal 169 huruf q Undang-Undang Pemilu telah melanggar hukum acara MK dan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman,” demikian kutipan salah satu tuntutan mereka.
Dokumen pernyataan tersebut dibacakan oleh Mayjen (Purn) TNI Sunarko, dan ditandatangani sejumlah tokoh senior TNI, di antaranya Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi, Jenderal TNI (Purn) Tyasno Soedarto, Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto, serta Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan.
Latar belakang usulan ini tak lepas dari perubahan batas usia capres-cawapres yang termuat dalam Pasal 169 huruf q. Aturan ini memperbolehkan kandidat berusia di bawah 40 tahun maju dalam Pilpres, asalkan pernah atau sedang menjabat kepala daerah hasil pemilu. Gibran yang saat itu menjabat Wali Kota Solo diuntungkan oleh perubahan tersebut.
Sikap keras Forum Purnawirawan TNI terhadap dinamika politik nasional bukan baru kali ini terjadi. Pada Februari 2024, melalui Forum Komunikasi Purnawirawan TNI-Polri untuk Perubahan dan Persatuan (FKP3), mereka bahkan mendesak Presiden Jokowi untuk segera mundur atau dimakzulkan dari jabatannya.
Dalam pernyataan yang disampaikan Jenderal (Purn) Fachrul Razi melalui kanal YouTube Refly Harun Channel pada 17 Februari 2024, FKP3 menilai Presiden Jokowi saat itu telah mencederai demokrasi dengan diduga melakukan keterlibatan aktif dalam pemenangan pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka di Pilpres 2024.
"Presiden yang bersifat nyata-nyata cawe-cawe dalam penyelenggaraan Pemilu 2024 dengan mengerahkan aparat," ujar Fachrul kala itu.
Selain menyoroti dugaan pengerahan aparat, Fachrul juga menuding ada rekayasa hukum yang memalukan dalam pencalonan Gibran melalui Mahkamah Konstitusi. Ia mengkritik KPU yang langsung menerima pendaftaran Gibran tanpa menunggu revisi Peraturan KPU, menyebut tindakan itu sebagai bentuk penghianatan terhadap konstitusi.
Tak berhenti di situ, FKP3 juga menuding Jokowi menggunakan hukum sebagai alat politik dengan cara menyandera tokoh-tokoh tertentu demi mendukung kemenangan Prabowo-Gibran. Mereka menilai praktik ini merusak pemberantasan korupsi, sistem hukum, dan integritas politik nasional.
"Kecurangan petugas KPU dan pendukung paslon tertentu yang dilakukan secara Terstruktur, Sistematis, dan Masif sungguh mengkhianati demokrasi dan membahayakan eksistensi NKRI," kata Fachrul.
FKP3 pun mengecam deklarasi kemenangan dini yang didasarkan pada hasil hitung cepat (quick count) oleh kubu Prabowo-Gibran. Menurut mereka, quick count bukanlah hasil resmi yang sah dalam pemilu.
“Mendesak kepada yang berwenang untuk mendiskualifikasi Prabowo-Gibran sebagai paslon 02 pada Pilpres 2024,” ujar Fachrul.
Forum ini mengaku, pada awalnya, mereka berharap Pemilu 2024 menjadi momentum untuk membangun demokrasi yang bersih, penegakan hukum tanpa tebang pilih, serta pengawasan pemerintah yang lebih kuat melalui DPR dan masyarakat sipil.
Adil Al Hasan dan Hendrik Khoirul Muhid berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Para Jenderal dalam Forum Purnawirawanb TNI yang Tuntut Ganti Wapres
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini