TEMPO.CO, Jakarta - Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor manufaktur mewarnai awal pemerintahan Prabowo Subianto. Alasannya beragam, dari serbuan produk impor di pasar dalam negeri hingga berkurangnya pesanan di pasar global.
PHK massal ini bertolak belakang dengan janji Prabowo menciptakan 19 juta lapangan kerja saat kampanye pemilihan presiden 2024. Di sektor tekstil, Ketua Dewan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Pandjaitan belakangan juga mengklaim bakal ada peningkatan pesanan tiga kali lipat yang akan menciptakan 100 ribu lapangan kerja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berikut sejumlah pabrik yang melakukan PHK massal di awal tahun ini.
PT Sri Rejeki Isman Tbk alias Sritex menyita perhatian publik sejak pailit Oktober 2024 lalu. Upaya pemerintah membendung badai PHK tak terwujud. Menteri Ketenagakerjaan Yassierli mengungkapkan, jumlah korban PHK di Sritex Group mencapai 11.025 orang. PHK telah dilakukan secara bertahap sejak Agustus 2024 hingga Februari 2025.
Yassierli menjelaskan, PHK Sritex terjadi pertama kali pada Agustus 2024. Saat itu, sebanyak 340 orang terkena PHK oleh PT Sinar Pantja Djaja Semarang, ketika perusahaan itu belum mengalami pailit. Berikutnya, PHK terhadap pekerja Sritex Group kembali terjadi per Januari 2025. Kala itu, kurator melakukan PHK terhadap 1.081 pekerja PT Bitratex Industries Semarang.
PHK dengan jumlah besar terjadi pada Sritex Group pada 26 Februari 2025. Rinciannya adalah PT Sritex di Sukoharjo mem-PHK sebanyak 8.504 orang, PT Primayuda Mandirijaya di Boyolali 956 orang, PT Sinar Pantja Djaja di Semarang 40 orang, dan terakhir PT Bitratex Industries di Semarang 104 orang.
"Ini adalah data yang kami terima terkait dengan total yang di-PHK sejak Agustus 2024 dalam konteksnya itu adalah Sritex Group," tutur Yassierli dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Jakarta, Selasa, 11 Maret 2025.seperti dilansir dari Antara. setelah pembayaran upah yang telah diselesaikan untuk para pekerja.
Hingga kini, upah para pekerja telah terbayarkan. Tapi hak-hak lain seperti pesangon, tunjangan hari raya (THR), manfaat jaminan hari tua (JHT), jaminan kehilangan pekerjaan (JKP), dan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) belum dibayarkan. Hal itu menjadi perhatian Kemanker untuk mendorong hal itu agar bisa dilakukan sebelum Hari Raya Idul Fitri 2025.
2. Yamaha
PT Yamaha Music Indonesia melakukan PHK massal di awal tahun. Presiden Partai Buruh sekaligus Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengungkapkan, perusahaan yang berlokasi di Cibitung, Kabupaten Bekasi ini telah memberhentikan 400 buruh. PHK serupa juga terjadi di Jakarta terhadap 700 buruh lainnya.
Said mengatakan, alasan dari PHK ini adalah relokasi produksi ke negara asalnya, Jepang. Menurut dia, peristiwa ini menjadi alarm ancaman PHK massal di Indonesia khususnya sektor elektronik elektrik.
"Total buruh PT Yamaha Music Indonesia yang telah di PHK pada awal 2025 mencapai 1.100 orang. Kondisi PHK besar-besaran ribuan buruh di dua perusahaan Jepang ini dengan alasan relokasi produksi ke negara asal dan ada sebagian ke Cina," ucapnya, Ahad, 23 Februari 2025, seperti dilansir dari Antara.
KSPI menuntut pemerintah mengantisipasi ancaman PHK puluhan ribu buruh di sektor elektronik elektrik serta ratusan ribu buruh sektor tekstil, garmen dan sepatu sepanjang tahun 2024. Jika tak ada solusi dan langkah yang jelas dari pemerintah, ujar Said, bisa dipastikan angka pengangguran akan meningkat, PHK terjadi di mana-mana, dan industri nasional terancam bangkrut.
3. Nike
Pabrik sepatu yang dikelola PT Victory Chinglu Indonesia di Pasar Kemis, Kabupaten Tangerang melakukan PHK massal terhadap 2.400 pekerja. Perusahaan ini dikenal sebagai pemasok produk jenama internasional Nike.
Kepala Dinas Tenaga Kerja (Dinaker) Kabupaten Tangerang, Rudi Hartono membenarkan perihal terjadinya gelombang PHK terhadap ribuan karyawan yang dilakukan oleh perusahaan tersebut. "Ya, memang ini sudah lama PT Chinglu mengalami permasalahan, dimana jumlah pekerja dan ordernya tidak seimbang. Jadi sudah lama mereka itu menahan supaya tidak terjadi," ucap Rudi di Tangerang, Senin, 13 Januari 2025, seperti dilansir dari Antara.
Rudi menjelaskan PHK terhadap 2.400 pekerja ini dilakukan dengan alasan perusahaan yang sedang melakukan efisiensi tenaga kerja lantaran dampak dari permasalahan dan situasi produksi di perusahaan tersebut mengalami penurunan akibat krisis global. Selain itu, menurut dia, ada juga pekerja yang berhenti karena mengundurkan diri, indisipliner dan pensiun dari masa kerja di perusahaan tersebut.
"Jadi pada akhirnya pilihannya melakukan pengurangan karyawan, dan situasi itu produksi atau order berkurang sudah dialami sejak Agustus 2024 lalu. Mereka itu terus bertahan dengan mengurangi jam kerja, pengurangan jam kerja supaya tidak terjadi PHK," katanya.
Dengan menghadapi situasi seperti ini, ujar Rudi, PT Victory Chinglu yang berjalan di bidang tekstil ini terpaksa harus mengambil langkah melakukan efisiensi untuk menjaga kondisi ekonomi di perusahaannya itu.
"Kalau Informasi dari perusahaan sekitar 2.400 karyawan terkena PHK dan itu dimulai sejak awal Januari 2025. Dan ini sebenarnya sudah dibicarakan perusahaan sejak bulan Desember 2024 dengan Koordinasi bersama serikat buruh," ungkapnya.
Ihwal pemenuhan hak pekerja, Rudi mengatakan, sudah dilakukan pembahasan bersama pemerintah, serikat buruh dan pihak perusahaan dengan menghasilkan beberapa poin kesepakatan, seperti pemenuhan pembayaran hak-hak pekerja pasca di-PHK dan penyaluran manfaat jaminan sosial ketenagakerjaan.