Hakim Tolak Praperadilan Kompol Ramli, Tersangka Pemerasan Kepsek Rp 4,7 Miliar

1 day ago 13

TEMPO.CO, Medan - Gugatan praperadilan yang diajukan Komisaris Ramli Sembiring kepada Kapolri dan Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Kapolda Sumut) ditolak Pengadilan Negeri (PN) Medan. Eks Kepala Bagian Pembinaan Operasional Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Kabagbinopsnal Ditreskrimsus) Polda Sumatera Utara itu mengajukan praperadilan atas penangkapan, penahanan dan penetapan dirinya sebagai tersangka pemerasan 12 kepala sekolah. 

Hakim tunggal Phillip Mark Soentpiet memutuskan PN Medan tidak berhak dan berwenang mengadili permohonan Kompol Ramli. Pengadilan yang berhak dan berwenang adalah PN Jakarta Selatan karena kasus pemerasan itu ditangani Bareskrim Polri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Menyatakan permohonan praperadilan pemohon tidak dapat diterima dan Pengadilan Negeri Medan tidak berwenang mengadili perkara ini," kata Phillip, Rabu, 16 April 2025.

Dengan putusan itu, penetapan tersangka terhadap Ramli sah. Penyidik dapat kembali melanjutkan proses penyidikan dan melimpahkannya ke kejaksaan.

Pria berumur 58 tahun, warga Kecamatan Medanjohor, Kota Medan itu ditetapkan tersangka berdasarkan Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Sidik/10.a/II/2025/Tipidkor dan Surat Ketetapan NomorS.Tap/4/II/2025/Tipidkor pada 4 Februari 2025. Ramli tak terima. Melalui kuasa hukumnya dari Kantor Law Office & Advokat Irwansyah Putra Nasution, dia mengajukan gugatan Praperadilan ke PN Medan pada 13 Maret 2025, dengan Nomor Perkara: 17/Pid.Pra/2025/PN Mdn.

Kasus ini berawal saat Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor) Polri menetapkan  Ramli dan Brigadir Bayu sebagai tersangka pemerasan Dana Alokasi Khusus (DAK) di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) di Sumut. Bayu adalah penyidik pembantu pada Subdit Tipidkor Ditreskrimsus Polda Sumut. 

Kepala Kortastipidkor Irjen Cahyono Wibowo mengatakan, kedua tersangka diduga memaksa para kepala sekolah untuk memberikan bagian dari dana proyek DAK fisik. Kepala sekolah yang menolak dikirimi surat Aduan Masyarakat (Dumas) fiktif yang isinya dugaan korupsi dana Bantuan Operasional Satuan Pendidikan (BOSP).

Pada saat para kepala sekolah datang memenuhi undangan kedua tersangka, ternyata mereka tidak diperiksa soal dana BOSP. Mereka diminta mengalihkan pekerjaan proyek atau memberi fee kepada Ramli sebesar 20 persen dari anggaran. Total fee yang diserahkan 12 kepala sekolah SMKN sebesar Rp 4,7 miliar. Salah satu barang bukti yang disita penyidik  adalah uang tunai sebanyak Rp 400 juta di mobil Komisaris Ramli.

"Kedua tersangka sudah dipecat dan ditahan di Rutan Bareskrim Polri,” kata Cahyono.

Kuasa hukum Ramli, Irwansyah Nasution, mengatakan uang yang ditemukan di mobil kliennya adalah uang panen hasil kebun. Dia mengatakan, sampai hari ini, alat bukti uang yang diserahkan para korban tidak ditemukan sehingga dugaan penyalahgunaan kekuasaan berupa pemerasan dan pemaksaan oleh Ramli tidak bisa ditunjukkan. 

"Perkara ini belum sempurna untuk naik ke penyidikan. Klien kami tidak pernah diperiksa dengan layak. Kalau pun diperiksa, dilakukan singkat dengan tiga atau empat pertanyaan dalam kondisi sakit, tertekan dan depresi. Kondisi yang tidak dapat dijadikan dasar hukum untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka,” tutur Irwansyah.

Penyidik menetapkan status tersangka kepada Ramli berdasarkan BAP dari Divisi Propam Mabes Polri. Irwansyah mengatakan, perkara di wilayah Propam tidak serta merta menjadi hasil pemeriksaan Kortastipidkor. Menurutnya, ini penyalahgunaan wewenang dan prosedur hukum. Penyidik harus periksa ulang dan memperlihatkan barang bukti. 

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |