TEMPO.CO, Jakarta - Nama Anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron tengah menjadi sorotan setelah menerima amplop cokelat ketika rapat dengar pendapat (RDP) dengan PT Pertamina (Persero) pada Selasa, 11 Maret 2025. Dalam video yang beredar di media sosial, dinarasikan bahwa amplop cokelat tersebut berisi uang suap atas kasus korupsi Pertamina.
“Bejat, perhatikan pria berbatik kuning di belakang. Ada amplop kuning di map saat dia tanda tangan, dengan cepat langsung dimasukkan ke kolong meja. Isinya uang sogokan?” demikian keterangan video yang diunggah salah satu akun X (Twitter) @Nhenry******, Rabu, 12 Maret 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menanggapi video yang viral, Herman membantah hal itu. Dia mengatakan bahwa dokumen dan amplop tersebut adalah bagian dari surat perintah perjalanan dinas (SPPD).
Dia menjelaskan, dalam rapat itu, salah satu pegawai sekretariat DPR menyodorkan dokumen untuk penandatanganan SPPD. Menurut dia, dana SPPD dalam amplop cokelat semestinya diambil minggu lalu.
“Saya menandatangani di sini dan saya terima SPPD saya di meja sini gitu, dengan baju batik kuning,” kata Herman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 12 Maret 2025. Lantas, berapa harta kekayaan Herman Khaeron?
Harta Kekayaan Herman Khaeron
Mengutip Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara elektronik (e-LHKPN) yang diunggah di laman Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Herman Khaeron terpantau pertama kali menyampaikan total hartanya ketika menjabat sebagai Anggota DPR RI periode 2009-2014. Jumlah kekayaannya kala itu sebesar Rp 5.786.930.000 per 1 November 2009.
Kemudian, politikus Partai Demokrat itu kembali menyerahkan LHKPN ketika menjadi wakil rakyat pada periode 2014-2019 dan 2019-2024. Total kekayaannya selama enam tahun masing-masing Rp 6.795.189.605 per 24 November 2014, Rp 8.799.888.191 per 31 Desember 2018, Rp 11.968.423.723 per 31 Desember 2019, Rp 12.974.277.125 per 31 Desember 2020, Rp 13.866.967.245 per 31 Desember 2021, dan Rp 14.872.042.245 per 31 Desember 2022.
Adapun LHKPN terakhir yang dilaporkan Herman adalah pada Selasa, 10 September 2024 dengan jumlah mencapai Rp 15.028.782.245. Berikut rinciannya:
- Tanah dan bangunan: Rp 10.675.000.000.
- Alat transportasi dan mesin: Rp 1.950.000.000.
- Harta bergerak lainnya: Rp 365.000.000.
- Surat berharga: -
- Kas dan setara kas: Rp 2.038.782.245.
- Harta lainnya: -
- Utang: -
Dalam LHKPN-nya, Herman mengakui kepemilikan atas tujuh bidang tanah dan/atau bangunan yang diklaim dari hasil sendiri. Aset-aset properti tersebut tersebar di Bekasi dan Cirebon, dengan luas bervariasi, mulai dari 63 hingga 314 meter persegi.
Dia juga mempunyai tiga unit kendaraan bermotor roda empat yang diklaim dari hasil sendiri, meliputi mobil Alphard Minibus (2017) senilai Rp 450 juta, mobil Nissan New Terra VL 2.5 (2019) senilai Rp 450 juta, dan mobil Mercedes Benz E350 Sedan (2020) senilai Rp 1,05 miliar.
Profil Herman Khaeron
Melansir laman resmi DPR, Herman lahir di Kuningan, Jawa Barat pada 4 Mei 1969. Dia menempuh pendidikan tingginya pada jurusan Teknik dan Manajemen Industri di Universitas Islam Bandung (Unisba) serta berhasil meraih gelar sarjana (S1) pada 1996.
Selanjutnya, dia berkuliah pada program magister (S2) jurusan Perencanaan Pembangunan Kelautan dan Perikanan di Institut Pertanian Bogor (IPB) University serta tamat pada 2005. Dia juga melanjutkan studi pada program doktor (S3) jurusan Ilmu Pertanian di Universitas Padjadjaran (Unpad) dan lulus pada 2016.
Setelah meraih gelar sarjana, Herman bekerja sebagai Quality Control Manager di PT Star Metal Ware Industry pada 1996-1997. Dia juga pernah berkarier sebagai Asisten Direktur Marketing PT Aquatec Maxcon Indonesia dan Lake Resources (1997-1998), Asisten Direktur Pengembangan PT Cides Persada Consultant (1999-2000), serta Direktur Eksekutif Pusat Pemberdayaan Pembangunan Regional (2000-2024).
Herman juga tercatat mempunyai riwayat pekerjaan yang panjang, meliputi Government and Public Affair BP Indonesia (2000-2002), Direktur Utama PT Swadaya Budi Hartama (2003-2009), Ketua Dewan Pengawas Gabungan Koperasi Pesisir Nusantara (GKPN) (2003-2008), dan Department of Communication Development PT Energi Mega Persada (2004-2005).
Hammam Izzuddin berkontribusi dalam penulisan artikel ini.