TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyatakan dirinya menghormati proses hukum yang sedang dijalankan Kejaksaan Agung terkait dengan kasus korupsi tata kelola minyak Pertamina. Erick juga berjanji akan melakukan perbaikan.
“Di Pertamina tentu kami akan review total, seperti apa nanti bisa perbaikan-perbaikan yang kami lakukan ke depan,” kata Erick kepada wartawan di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, pada Sabtu, 1 Maret 2025.
Selain dari Kementerian BUMN, menurut Erick, proses perbaikan di Pertamina akan melibatkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi atau SKK Migas. Nantinya, ia akan berkonsolidasi untuk mencari solusi. “Kami harus beri solusi. Seperti yang Pak Presiden selalu bilang, antara menteri ini berkomunikasi,” ujarnya.
Erick juga menyinggung perkara korupsi di perusahaan BUMN lainnya yang pernah diusut Kejaksaan Agung. Misalnya, kasus Asabri, Jiwasraya, dan Garuda Indonesia. “Yang penting kalau sama dulu yang Garuda, jangan sampai ada kasus yang sama. Akhirnya Garuda bangkrut, tidak bisa terbang,” ujar Erick.
Kasus korupsi yang tengah diusut Kejaksaan Agung adalah tata kelola minyak di Pertamina pada periode 2018-2024. Hingga kini, Kejaksaan Agung telah menetapkan sembilan tersangka kasus impor minyak.
Usai meringkus tiga Direktur Utama Sub Holding PT Pertamina dan empat orang lainnya, Kejagung menetapkan dua bos PT Pertamina Patra Niaga sebagai tersangka baru kasus ini. Mereka adalah Maya Kusmaya (MK) selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga dan Edward Corne (EC) selaku VP Trading Operation Pertamina Patra Niaga.
Sementara itu, tersangka dari subholding PT Pertamina meliputi Direktur Utama Patra Niaga Riva Siahaan, Direktur Optimasi Feedstock & Produk PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) Sani Dinar Saifuddin, dan Direktur PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi.
Merespons hal tersebut, Ekonom UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat mengatakan Pertamina harus melakukan reformasi menyeluruh dalam pengelolaan bisnis. Hal ini seiring adanya kasus korupsi tata kelola minyak mentah di Pertamina pada periode 2018-2024. Menurut Achmad, skandal ini berpotensi mempengaruhi arus kas, investasi, dan strategi pertumbuhan di Pertamina.
“Di sisi reputasi, kepercayaan publik terhadap Pertamina juga tergerus. Ini mempengaruhi perilaku konsumen dan mitra bisnis,” kata Achmad dalam keterangan tertulisnya pada Sabtu, 1 Maret 2025.
Achmad mengatakan reformasi menyeluruh diperlukan untuk mengembalikan kepercayaan publik maupun mitra bisnis dan menjaga stabilitas Pertamina. Perseroan, kata dia, juga wajib memastikan akuntabilitas penuh, meningkatkan efisiensi, dan transparan dalam rantai pasok energi nasional. “Termasuk memberi kompensasi kepada publik,” ujarnya.
Sultan Abdurrahman berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Mengapa Pertamax Berisiko Ditinggalkan Setelah Ada Dugaan Oplosan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini