TEMPO.CO, Jakarta -Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi mengungkap, izin impor daging sapi sebanyak 180 ribu ton bagi pelaku usaha hingga kini masih belum terbit karena masih menunggu risalah rapat koordinasi terbatas (rakortas). Rapat para menteri bidang pangan itu rencana akan digelar dalam waktu dekat. “Belum ada risalah rakortas. Kami enggak bisa melangkah sebelum ada rakortas. Angkanya 180 ribu ton sudah ada, tapi kami belum tahu baginya ke mana,” ujar Arief kepada Tempo, Ahad, 2 Februari 2025.
Arief menuturkan, Bapanas telah menerima daftar 86 pelaku usaha yang akan mengimpor 180 ribu ton daging sapi itu dari Kementerian Pertanian—27 di antaranya importir baru. Tugas Bapanas, ujar dia, hanya menghitung kuota impor daging sapi yang ada kepada para pelaku usaha itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bapanas menghitung kuota impor daging sapi berdasarkan realisasi importir tahun lalu. Saat ini menurut Arief, Bapanas telah menghitung alokasi kuota impor daging. Tapi Kementerian Pertanian yang akan menerbitkan rekomendasi impor dan persetujuannya diteken Kementerian Perdagangan. “Kalau tiba-tiba ada yang lebih tinggi di rakortas memutuskan enggak 86, tapi 2 perusahaan aja misalnya, saya bagi 86 atau ikut rakortas?” tuturnya.
Hingga kini, menurut Arief, belum ada kepastian apakah kuota impor daging sapi sebanyak 180 ribu ton itu akan dibagi kepada swasta atau juga BUMN. Bapanas, ujar dia, hanya mengikuti keputusan rakortas, baik jika seluruh kuota akan dibagi kepada swasta maupun jika dialihkan ke BUMN untuk stabilisasi harga. “Kalau Bapanas, enggak ada kepentingan mau swasta atau BUMN yang dapat,” ujar eks Direktur Utama PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) itu.
Sementara Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Pangan Kasan mengatakan, tahun ini sejumlah alokasi impor daging sapi reguler akan dialihkan ke BUMN. Ia beralasan, kebijakan ini mempertimbangkan wabah penyakit kuku dan mulut (PMK) yang berpotensi naik dipicu musim penghujan. “Dengan penugasan kepada BUMN, harga dan ketersediaan daging akan lebih mudah diawasi oleh pemerintah,” ujarnya kepada Tempo, Ahad, 2 Februari 2025.
Kasan menjelaskan, kuota impor daginh sapi reguler itu akan dialihkan pemerintah menjadi kuota impor daging kerbau bagi BUMN. Tujuannya, untuk menjaga ketersediaan daging agar harga pada hari besar keagamaan nasional tetap terjaga.
Tapi Kasan belum dapat memastikan jumlah kuota impor daging sapi milik swasta yang akan dialihkan ke BUMN. Jumlah alokasi penugasan impor untuk daging sapi dan kerbau oleh BUMN, Kasan berujar, akan mempertimbangkan realisasi impor BUMN pada 2024 dan produksi daging dalam negeri dan kebutuhan nasional. “Akan diputuskan pada rapat koordinasi yang akan dilakukan dalam waktu dekat,” tuturnya.
Dua orang pengusaha importir daging lain yang ditemui Tempo bercerita, izin impor daging reguler itu ternyata tertunda karena pemerintah ingin mengalihkan jatah 100 ribu ton di antaranya kepada badan usaha milik negara (BUMN) pangan. Jatah untuk swasta disunat hanya tinggal 80 ribu ton.
Kuota 100 ribu ton itu akan dialihkan kepada BUMN untuk mengimpor daging kerbau dari India. Padahal, kuota impor daging kerbau ini belum ditetapkan dalam neraca komoditas. Tiba-tiba, kuota ini tiba-tiba muncul dalam rakortas pangan pada Rabu, 22 Januari 2025.
Dari dokumen draft kesimpulan rakortas yang dilihat Tempo, rapat yang sebenarnya beragendakan “pembelian gabah petani 2025” itu menyepakati penugasan kepada BUMN pangan untuk pengadaan impor daging kerbau sebesar 100 ribu ton. Dua poin keputusan lain yakni kewajiban Perum Bulog membeli gabah seharga Rp 6.500 per kilogram dan beras di kisaran Rp 12.000 hingga Rp 12.250 per kilogram.
Pengusaha menyesalkan rencana pengalihan kuota impor ini. Mereka menilai kuota impor bagi BUMN boleh saja, asal tak merebut jatah swasta. Kuota impor daging kerbau, jika ada, seharusnya diakomodasi lewat penambahan neraca komoditas.