Militer Ikut Mengamankan Kejaksaan, Lesperssi: Rentan Ulangi Dwifungsi TNI

9 hours ago 7

TEMPO.CO, Jakarta -Pengamat militer dari Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia (Lesperssi) Beni Sukadis mengkritik langkah Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang dilibatkan dalam pengamanan institusi kejaksaan. Keterlibatan ini dinilai berpotensi menabrak prinsip-prinsip dasar reformasi sektor keamanan dan membuka ruang bagi militerisasi dalam penegakan hukum sipil.

"Tugas pokok TNI sesuai Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 adalah menjaga kedaulatan, mempertahankan keutuhan wilayah, dan melindungi segenap bangsa dari ancaman militer. Di luar itu, keterlibatan TNI hanya dimungkinkan melalui mekanisme Operasi Militer Selain Perang (OMSP), dan harus dengan keputusan politik negara seperti keputusan presiden," ujar Beni, kepada Tempo, Senin, 12 Mei 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pengamanan terhadap institusi kejaksaan itu didasarkan pada Telegram Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto tertanggal 5 Mei 2025. Dalam telegram tersebut, TNI diminta memberikan dukungan terhadap kelancaran dan keamanan pelaksanaan tugas kejaksaan, baik di Kejaksaan Tinggi (Kejati) maupun Kejaksaan Negeri (Kejari) di seluruh wilayah Indonesia.

Telegram Panglima TNI itu ditindaklanjuti oleh Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Maruli Simanjuntak melalui surat kepada Panglima Komando Daerah Militer (Pangdam). Salinan telegram yang KSAD yang dilihat Tempo tertanggal 6 Mei 2025 menunjukkan rencana pengerahan 1 SST (Satuan Setingkat Peleton) atau sekitar 30 personel uang ditugaskan di kantor Kejati. Kemudian 1 regu atau sekitar 10 personel disebar ke kantor Kejari.

Beni mengingatkan, keterlibatan TNI dalam tugas kejaksaan tanpa dasar hukum dan pengawasan yang ketat bisa menciptakan preseden berbahaya bagi demokrasi. "Ini berisiko membuka kembali ruang dwifungsi militer secara terselubung. Kita pernah mengalami masa ketika militer terlalu dominan dalam urusan sipil dan hukum—dan itu masa yang ingin kita tinggalkan pasca-reformasi 1998," ujar dia.

Menurutnya, kehadiran TNI dalam pengamanan lembaga kejaksaan juga bisa memicu tumpang tindih kewenangan dengan Kepolisian RI (Polri), yang secara hukum bertanggung jawab atas keamanan dalam negeri dan pengamanan objek vital. "Keterlibatan dua institusi bersenjata dalam urusan yang sama bisa menimbulkan kebingungan struktural, bahkan konflik di lapangan," katanya.

Dari sudut pandang reformasi sektor keamanan, keterlibatan TNI dalam tugas-tugas sipil semacam ini dipandang sebagai langkah mundur. "Salah satu semangat utama reformasi adalah membatasi militer hanya di bidang pertahanan. Kalau batas ini dilanggar, kita berisiko mengikis prinsip supremasi sipil atas militer," ucap Beni.

Ia menyerukan agar segala bentuk dukungan militer terhadap lembaga penegak hukum sipil harus berada dalam kerangka hukum yang tegas dan diawasi secara ketat agar tidak menyimpang dari semangat reformasi.

Sementara, Kejaksaan Agung membantah pernyataan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan yang menyatakan pengerahan TNI di lingkungan Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri dapat memperkuat intervensi militer di ranah sipil, khususnya di wilayah penegakan hukum.

"Intervensi yang mana? Tugasnya (TNI yang diperbantukan) kan cuma pengamanan kantor," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar saat dikonfirmasi pada Ahad, 11 Mei 2025. "Tidak berkaitan dengan substansi penanganan perkara."

Daniel A. Fajri berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |