Jangan Ambil Keputusan dalam Keadaan Emosi, Menag: Bawa Penyesalan dan Kerugian

2 hours ago 4

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Agama Nasaruddin Umar memberi pesan khusus kepada jajarannya tentang pengendalian emosi dan meminta pimpinan Kementerian Agama untuk tidak mengambil keputusan saat suasana hati sedang tak stabil.

Menag Nasaruddin Umar meminta para pimpinan untuk selalu bertindak dengan pertimbangan matang.

"Jangan sampai memberi hukuman saat emosi, jangan mengambil keputusan dengan emosi, entah itu senang, sedih, marah, perlu pertimbangan yang lebih dalam. Karena akan membawa penyesalan dan kerugian," ujar Menag di Jakarta, Rabu.

Mengambil keputusan dalam keadaan tenang sangat penting karena emosi yang kuat dapat mengaburkan nalar dan memengaruhi penilaian, sehingga berpotensi menyebabkan pilihan yang terburu-buru, irasional, dan disesali di kemudian hari. Berada dalam kondisi tenang memungkinkan kita untuk memproses informasi secara objektif dan mempertimbangkan berbagai perspektif dengan lebih matang.

Saat berada dalam keadaan emosi yang intens—seperti marah, cemas, atau sedih—respons "lawan atau lari" (fight-or-flight) dalam otak akan aktif. Ini memprioritaskan tindakan cepat dibandingkan analisis logis. Sebaliknya, saat tenang, korteks prefrontal otak (bagian yang bertanggung jawab atas penalaran, pertimbangan pro dan kontra, dan perencanaan jangka panjang) dapat berfungsi dengan optimal, menghasilkan pemikiran yang lebih jernih.

Emosi yang tidak stabil dapat membuat bias dalam melihat suatu masalah, berfokus hanya pada satu sisi, atau terdorong untuk bertindak impulsif. Misalnya, kemarahan dapat mendorong untuk mengucapkan kata-kata yang menyakitkan, sedangkan kesedihan bisa membuat pesimistis dan tidak realistis. Dengan menenangkan diri, bisa mengendalikan dorongan emosional ini dan membuat pilihan yang lebih seimbang.

Keputusan yang dibuat secara emosional cenderung berfokus pada penyelesaian masalah sesaat, tanpa mempertimbangkan dampaknya di masa depan. Dalam keadaan tenang, mampu melihat gambaran yang lebih besar dan memperkirakan konsekuensi dari setiap pilihan yang ada. Ini membantu membuat keputusan yang lebih sesuai dengan tujuan jangka panjang.

Ia juga minta para pimpinan untuk meninggalkan praktik-praktik yang bersifat subjektif dalam pengambilan keputusan.

Menag Nasaruddin Umat menekankan pentingnya membersihkan primordialisme dan keberpihakan, terutama dalam hal mutasi, rotasi, dan pelantikan pejabat.

"Untuk pemberhentian atau penghukuman pegawai jangan seenaknya, jangan didramatisasi dengan subjektivitas, hukuman sewajarnya, bukan semaunya," ujar Imam Besar Masjid Istiqlal tersebut.

Setelah hukuman dijatuhkan, Menag berpesan agar tidak ada pegawai kompeten yang disia-siakan. Nasaruddin menekankan pentingnya meninjau kembali kompetensi dan latar belakang pegawai tersebut.

Setiap pegawai yang kompeten, kata dia, mesti diberi kesempatan untuk berkarya, tanpa terjebak dalam situasi yang tidak produktif.

"Pascapenghukuman, perlu ditinjau lagi kompetensi dan latar belakang pegawai, berikan haknya dan berdayakan kompetensinya," ujar Menag.

Menag juga minta para Kepala Kanwil Kemenag Provinsi dan pimpinan PTKN untuk meningkatkan kolaborasi dengan pemerintah setempat. Ia mengingatkan bahwa pejabat tidak hanya bertindak sebagai simbol birokrasi, tetapi juga sebagai tokoh masyarakat.

"Mohon kepada Kakanwil dan rektor, tingkatkan komunikasi dengan pejabat lokal/pemda, perlu tingkatkan kolaborasi dengan pemerintah setempat dalam efisiensi kinerja ini," katanya.

sumber : Antara

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |