JPPI Kecam Tindakan Represif Polisi terhadap Demo Pelajar Papua Pegunungan Tolak Makan Bergizi Gratis

2 weeks ago 28

TEMPO.CO, Jakarta - Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mengecam tindakan represif aparat kepolisian terhadap pelajar yang menggelar demonstrasi menolak program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Jayapura dan Wamena, Papua. Aksi damai tersebut dibubarkan secara paksa oleh aparat, yang diduga menggunakan kekerasan fisik dan gas air mata.

Koordinator Nasional JPPI Ubaid Matraji, mengatakan bahwa kekerasan terhadap pelajar yang menyampaikan aspirasi secara damai merupakan pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia dan kebebasan berpendapat yang dijamin konstitusi. "Kami juga menyesalkan adanya laporan mengenai siswa yang dipukul dan ditahan oleh aparat kepolisian," ujarnya dalam keterangan tertulis Senin, 17 Februari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JPPI mendesak pemerintah untuk segera mengusut tuntas tindakan represif tersebut dan memastikan aparat yang terlibat mendapatkan sanksi hukum yang setimpal. Selain itu, JPPI menuntut pembebasan tanpa syarat bagi siswa yang ditahan serta pemenuhan hak atas pendidikan gratis dan berkualitas bagi seluruh siswa di Papua, sesuai amanat Pasal 31 UUD 1945.

JPPI mengajak seluruh elemen masyarakat, termasuk organisasi sipil, media, dan tokoh publik, untuk bersama-sama mengawal penegakan hukum atas tindakan represif ini dan memastikan pemenuhan hak pendidikan bagi seluruh anak bangsa.

Ribuan pelajar di Wamena, Papua Pegunungan, menggelar demonstrasi sebagai bentuk penolakan terhadap kebijakan makan bergizi gratis. Pihak kepolisian memperkirakan jumlah pelajar yang terlibat dalam demo itu berkisar 3.500-an pelajar.

“Demonstrasi ini diikuti oleh pelajar SMP, SMA dan mahasiswa, sudah dimulai sejak pagi tadi,” Kabag Ops Polres Jayawijaya Ajun Komisaris Polisi Suparmanto kepada Tempo, melalui sambungan telepon, Senin, 17 Februari 2025.

Saat berita ini ditulis, Supramanto mengatakan demonstrasi itu masih berlangsung. Ribuan pelajar itu kini sedang berada di halaman kantor Bupati Jayawijaya,  Papua Pegunungan. “Kami memfasilitasi untuk beraudiensi agar kericuhan dan hal tidak diinginkan bisa dihindari,” kata dia.

Ribuan pelajar tersebut turun ke jalan sejak pukul 08.00 waktu setempat. Berdasarkan keterangan polisi, pelajar itu datang dari Wamena, Kabupaten Jayawijaya dan Kabupaten Yahukimo. Berdasarkan potongan video yang dilihat Tempo, mereka menyuarakan penolakan terhadap kebijakan makan bergizi gratis yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto.

“Tolak makan bergizi gratis, berikan kami pendidikan gratis,” demikain tertulis di salah satu spanduk. Asken Yohans, salah seorang pelajar yang ikut demo, mengatakan dia dan ribuan siswa di Wamena dan Papua secara umum membutuhkan akses terhadap pendidikan gratis dan fasilitas sekolah yang memadai. “Kitorang tidak ingin makan bergizi gratis, yang kitoarang ingin sekolah mudah, mau berobat mudah, itu sudah,” ucap dia kepada Tempo melalui telepon.

Menurut Asken, kebijakan makan bergizi gratis tersebut tidak akan membuat dia dan teman-temannya  bisa belajar dengan tenang. Selain persoalan mendasar pendidikan yang belum tuntas di Papua Pegunungan, fasilitas terhadap kesehatan juga masih minim. 

Asken mengatakan kondisi pendidikan di Wamena memang memadai. Begitu pula dengan akses terhadap fasilitas kesehatan. Namun, dia melanjutkan, Papua Pegunungan bukan hanya Wamena. 

“Teman-teman kami yang jauh dari Wamena, tinggal di distrik terpencil, mereka tidak bisa sekolah, sekolah ada tapi jelek, guru sering tidak ada. Kami ingin sekolah dan kesehatan gratis, bukan makan bergizi gratis,” ujarnya.

Berbagai bentuk penolakan itu juga terekam dalam laporan video yang tayang di instagram @infowamena. Salah satu potongan video melihatkan seorang siswa berorasi di hadapan ribuan masa berpakaian putih abu-abu.

Siswa tersebut mengatakan makan bergizi gratis bukananlah solusi atas persoalan di Papua. Dia berkata aspirasi pelajar ini harus disampaikan kepada presiden. “Mari terus maju dan kita ingin ini didengar oleh bupati, oleh gubernur dan presiden,” ujarnya.

Berdasarkan potongan video yang dilihat Tempo, demonstrasi pelajar tersebut sempat ricuh. Kericuhan terjadi sekitar pukul 09.00 WIT, saat massa bergerak ke arah menara salib yang berlokasi di depan kantor Bupati Jayawijaya. Kericuhan itu berlangsung di Jalan Hom-hom, beberapa ratus meter dari kantor bupati Jayawijaya.

Asken mengatakan polisi menembakkan gas air mata ke arah kerumunan pelajar. Barisan massa yang dibentuk oleh pelajar sempat tercerai berai akibat tembakan gas air mata itu.

“Ada beberapa kali tembakan gas air mata, itu polisi awalnya tidak kasih jalan buat maju,” katanya.

Polisi membenarkan demonstrasi pelajar itu sempat ricuh dan menembakkan gas air mata. Namun, polisi mengatakan tembakan gas air mata itu dilakukan sesuai prosedur. Alasan polisi menembakkan gas sir mata karena ada lemparan batu dari arah kerumunan kepada aparat yang bertugas.

“Gas air mata sebagai langkah pencegahan agar kericuhan tidak meluas,” kata Kabag Ops Polres Jayawijaya Ajun Komisaris Polisi Suparmanto.

Supramanto mengatakan lemparan batu itu datang dari kelompok yang mengenakan pakaian bebas. “Memang ada lemparan batu, sepertinya itu bukan dari pelajajar,” kata dia.

Dia mengatakan kericuhan itu tak berlangsung lama. Pelajar yang meminta bertemu dengan penjabat gubernur kini telah berkumpul di depan kantor Bupati Jayawijaya.

“Kini kondisinya sudah kondusif. Pelajar sedang beraudiensi dengan penjabat gubernur dan didampingi Wakil Polres Jayawijaya,” katanya.

Nandito Putra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |