Jurus Kementerian Keuangan Setelah Penerimaan Pajak Lesu

9 hours ago 11

TEMPO.CO, Jakarta - Membayar pajak memang menjadi kewajiban seluruh warga negara karena pajak ini nantinya menjadi tulang punggung negara dalam membiayai pembangunan dan penyediaan layanan publik. Oleh karena itu, pajak harus diatur dengan baik dan penerimaannya harus dirumuskan dalam penggunaannya. 

Penerimaan pajak di Indonesia di dalam dua bulan pertama tahun 2025 diakui lesu oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Sebelumnya, pemerintah menetapkan peningkatan pajak sebanyak 13,29 persen dari tahun 2024. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pada kenyataannya, penerimaan pajak per Februari masih hanya berada di angka Rp 187,8 triliun. Penerimaan ini tidak bisa megimbangi penerimaan pajak pada Februari 2024 yang sudah bisa menyerap Rp 269,02 triliun.

Penerimaan ini jelas mengalami keanjlokan sebanyak 30, 19 persen dari realisasi sebelumnya. Hal ini jelas menyebabkan adanya defisit Anggaran Penerimaan Belanja Negara (APBN) tahun 2025.

Kementerian Keuangan mencatat realisasi penerimaan pajak hingga akhir Februari 2025 hanya Rp 187,8 triliun. Total penerimaan ini menurun sekitar 30,1 persen persen dibandingkan dengan realisasi di periode yang sama tahun lalu. Pada Februari 2024, penerimaan pajak mencapai Rp 269,02 triliun.

“Penerimaan perpajakan Rp 240,4 triliun atau 9,7 persen dari target tahun ini, terdiri dari penerimaan pajak Rp 187,8 triliun atau 8,6 persen dari target," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers realisasi APBN KiTa periode Januari dan Februari 2025 yang dihelat di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Kamis, 13 Maret 2025.

Lesunya penerimaan ini mendorong Kemenkeu untuk menerapkan beberapa kebijakan, salah satunya adalah peningkatan kerja sama dan penerimaan pajak daerah.

Lewat peraturan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD), pemerintahan pusat akan memberikan pendekatan integral dalam menggunakan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Pengoptimalan ini nantinya ditujukan untuk menjadi sumber pendanaan pembangunan daerah masing-masing dan tidak memberatkan pajak nasional lagi. 

Dengan adanya peningkatan ini, dikutip dari laman Kemenkeu, pemerintah pusat dan daerah bekerja sama dalam optimalisasi pemungutan pajak pusat dan pajak daerah. Kerja sama ini mencakup pemutakhiran data pajak, perluasan basis pajak, dan peningkatan teknologi dalam sistem pengelolaan pajak daerah. 

Kerja sama dan peningkatan sistem pengelolaan pajak ini ditujukan untuk pengoptimalan pelaksanaan pengawasan bersama atas wajib pajak. Selain itu, nantinya diharapkan kerjasama ini bisa meningkatkan penerimaan pajak secara keseluruhan dan mendukung anggaran pemerintah pusat.

Selain itu, dikutip dari Antara, pemerintah juga mulai menggunakan sistem administrasi pajak yang jauh lebih baik, yakni Core Tax Administration System (CTAS) atau cortex adalah sistem administrasi perpajakan yang menekankan transparansi, akuntabilitas, dan efisiensi penggunaan pajak. Nantinya, layanan administrasi pajakan akan terotomasi di dalam layanan coretax, bahkan sistem ini bisa memberikan analisis data berbasi risiko untuk meningkatkan kepatuhan para wajib pajak. Dengan demikian, peningkatan pajak dapat bertumbuh karena para wajib pajak bisa membayarkan pajak dengan tepat waktu. 

Bahkan dalam perhitungan yang dilakukan dalam pertimbanagn penggunaan sistem administrasi pajak ini, Kemenkeu sendiri melihat bahwa efisiensi yang ditawarkan Coretax dapat meningkatkan rasio pajak hingga 1,5 persen dari produk domestik bruto (PDB). Dengan posisi rasio pajak saat ini yang sebesar 10,02 persen, maka Indonesia bisa mencetak rasio pajak mencapai 11,5 persen dengan sistem inti ini. 

Ervana Trikarinaputri berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |