TEMPO.CO, Jakarta - Pembongkaran pagar laut di perairan Tangerang dan Bekasi, demo ribuan warga Banten melakukan aksi menolak pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) PIK 2, hingga kisruh langkanya liquefied petroleum gas (LPG) atau elpiji subsidi 3 kilogram (kg) buntut haram dijual eceran, mewarnai kabar ekonomi sepekan lalu.
Dikerjakan mulai 18 Januari 2025 lalu, pembongkaran pagar laut di Tangerang yang berpolemik setidaknya telah tercabut 18,7 kilometer dari 30,16 kilometer hingga 28 Januari. Namun, operasi tersebut berhenti selama 7 hari berturut-turut hingga Senin kemarin, 3 Februari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di sisi lain, kendati sudah disegel oleh dua kementerian, pagar laut di perairan Bekasi juga tak kunjung dibongkar. Pagar bambu sepanjang dua kilometer dan lebar 70 meter yang membentang di perairan di Desa Segarajaya itu tidak memiliki izin Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL).
Sementara itu, ribuan warga Banten dilaporkan melakukan demonstrasi pada akhir pekan, Sabtu, 1 Februari. Mereka menuntut agar Presiden Prabowo Subianto menolak dan membubarkan pembangunan PSN PIK 2.
Teranyar, masyarakat mengeluhkan langkanya gas melon, sebutan lain LPG 3 kg. Pemerintah membantah kelangkaan disebabkan kurangnya pasokan. Belakangan ternyata pemangku kebijakan melarang gas melon dijual lewat pengecer alias kudu langsung beli di pangkalan.
Pembongkaran pagar laut Tangerang tertunda sepekan
Pagar laut Tangerang membuat terungkap perusahaan-perusahaan yang memiliki hak guna bangunan (HGB) atasnya. Pemilik saham PT Cahaya Inti Sentosa adalah PT Pantai Indah Kapuk Dua (PANI), PT Agung Sedayu, dan PT Tunas Mekar. Agung Sedayu Group milik Sugianto Kusuma atau Aguan dan Salim Group milik Anthoni Salim menjadi pemegang saham di PANI. PT PANI ini memiliki 88.500 lembar saham atau senilai Rp 88 miliar.
Menurut data Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), terdapat dua perusahaan pemilik sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di perairan Tangerang itu. Lantas, perusahaan mana yang menjadi dalang dari pagar laut tersebut?
Dikutip dari Antara, pagar laut di Tangerang dikuasai perusahaan PT Intan Agung Makmur yang memiliki sertifikat HGB sebanyak 234 bidang dan PT Cahaya Inti Sentosa sebanyak 20 bidang. Tak hanya dimiliki dua perusahaan, sertifikat itu juga dimiliki perorangan, yakni sebanyak sembilan bidang dan Surat Hak Milik (SHM) sebanyak 17 bidang. Secara total, jumlah pagar laut di Tangerang memiliki sertifikat HGB hingga 263 bidang.
Soal bongkar pagar laut terhenti, Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Laut (Kadispenal) Laksamana Pertama TNI I Made Wira Hady mengatakan progres pembongkaran pagar laut di perairan Tangerang telah berhenti selama tujuh hari berturut-turut. Pada Senin lalu, pihaknya juga mengonfirmasi operasi masih belum bisa dilanjutkan.
Adapun pembongkaran pagar laut di perairan Tangerang ini dibagi menjadi tiga titik, di antaranya di wilayah Tanjung Pasir, Kronjo, dan Mauk. TNI AL mengerahkan sejumlah alat untuk membongkar pagar laut di perairan Tangerang seperti 2 Kal/Patkamla, 6 Sea Rider, 12 PK, 5 RBB, 2 RHIB, serta puluhan kapal milik nelayan.
Sebelumnya, Wira Hady saat dihubungi Tempo pada Sabtu pagi, mengatakan pembongkaran pagar laut di perairan utara Tangerang diberhentikan selama berhari-hari karena faktor cuaca. Meski begitu personel dan peralatan untuk membongkar bambu-bambu yang tertancap di perairan Tangerang itu masih disiagakan di sekitar lokasi.
“Belum (berlanjut). Cuacanya masih tidak mendukung,” kata Wira Hady.
Pagar laut di Bekasi tak kunjung dibongkar
Meski terindikasi melanggar pemanfaatan ruang laut, pemilik pagar laut di Bekasi, PT Tunas Ruang Pelabuhan Nusantara (TRPN) masih belum membongkar pagar yang didirikannya untuk kegiatan reklamasi tersebut. Kuasa hukum PT TRPN Deolipa Yumara mengatakan pembongkaran belum dilakukan karena masih disegel.
“Karena sedang disegel dan tak boleh ada kegiatan,” katanya saat dihubungi, Ahad, 2 Februari 2025.
Adapun pagar laut di Bekasi itu sudah disegel oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan pada 15 Januari dan Kementerian Lingkungan Hidup pada 30 Januari 2025. Deolipa menambahkan belum ada keputusan resmi dari pemerintah terhadap aktivitas reklamasi PT TRPN di area pagar laut Bekasi tersebut.
Warga Banten demo tolak PSN PIK 2
Penolakan terhadap pembangunan PSN PIK 2 terus berlanjut. Setelah unjuk rasa pada Desember 2024 lalu, demontrasi kembali dilakukan di lokasi proyek di Desa Muncung, Kecamatan Kronjo, Kabupaten Tangerang, Banten, Sabtu.
Pantauan awak media di lapangan, ribuan warga berdatangan sejak pukul 9.00 WIB, dan berkumpul tepat di pintu masuk proyek. Mereka terdiri dari ormas hingga emak-emak. Terlihat satu unit mobil komando dengan beberapa tokoh aktivis berorasi di atasnya.
Demontran menuntut Presiden Prabowo segera mengeluarkan surat instruksi untuk tolak dan membubarkan pembangunan PSN PIK 2. Sekaligus, pinta mereka, melenyapkan para oligarki yang dianggap telah melakukan perbuatan sewenang-wenang.
“Kami berharap kepada pemerintah, semua bentuk transaksi tanah, baik di darat maupun di lautan baik yang sudah selesai pembayarannya maupun yang belum selesai harus dibatalkan secara hukum,” ujar Nelayan asal Banten, Kholid Miqdar.
Kisruh LPG 3 kg
Per 1 Februari 2025, LPG 3 kg dilarang dijual eceran. Dengan aturan baru, masyarakat hanya bisa membelinya di pangkalan resmi Pertamina dengan harga eceran tertinggi (HET) yang sudah ditetapkan. Pemerintah bertujuan agar masyarakat pengguna elpiji subsidi mendapatkan harga sesuai aturan.
Menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, larangan itu dilakukan untuk mencegah permainan harga. Ia menyatakan tidak ada masalah terkait stok elpiji yang saat ini masih impor, kuota maupun subsidinya normal dan tidak ada yang dibatasi. Hanya saja, kata dia, masalah terjadi di pendistribusian kepada masyarakat.
“Laporan yang masuk ke kami itu kan ada yang memainkan harga. Ini jujur saja,” kata Bahlil saat ditemui di kantornya Senin, 3 Februari 2025. “Laporan yang masuk, subsidi ini ada yang sebagian tidak tepat sasaran.”
Namun, Dosen Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengatakan, selama ini pengecer merupakan pengusaha akar rumput dan warung-warung kecil untuk mengais pendapat dengan berjualan LPG 3 Kg. Fahmy mengatakan larangan bagi pengecer menjual gas melon justru mematikan usaha mereka.
“Dampaknya, pengusaha akar rumput kehilangan pendapatan, kembali menjadi pengangguran dan terperosok menjadi rakyat miskin,” katanya dalam keterangan resmi pada Ahad, 2 Februari 2025.
Berdasarkan penelusuran Tempo di lapangan, gas melon mulai susah didapatkan karena kudu beli di pangkalan. Salah satunya diakui Samidi, seorang penjual gorengan di kawasan Kemanggisan Ilir, Palmerah. Ia kesulitan jika membelinya harus ke pangkalan. Padahal gas melon sudah menjadi instrumen penting baginya.
“Seminggu ini susah mas gasnya. Kalau ga ada gas saya ga jualan. Saya biasanya bawa satu dan satunya yang kosong untuk diisi di Pangkalan Kemanggisan Pulo,” ujarnya saat ditemui Ahad sore, 2 Februari 2025
Hammam Izzuddin dan Novali Panji Nugroho berkontribusi dalam penulisan artikel ini.