REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (DPPAPP) Provinsi Jakarta mencatat kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak periode Januari-November 2025 mencapai 1.917 kasus. Angka itu disebut mengalami kenaikan dibandingkan tahun sebelumnya.
Kepala DPPAPP Provinsi Jakarta Iin Mutmainnah mengatakan, tren kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak mengalami kenaikan setiap tahunnya. Menurut dia, angka kasus yang tercatat hingga November 2025 sudah hampir menyamai jumlah kasus sepanjang 2024.
"Jadi memang trennya naik," kata dia dikutip Republika, Ahad (23/11/2025).
Dari total kasus itu, kasus kekerasan terhadap anak lebih tinggi dibandingkan kekerasan terhadap perempuan. Iin menyebutkan, persentase kekerasan terhadap anak mencapai 53 persen dari total kasus yang ada.
"53 persen itu komposisi, presentasi jumlah kasus anak. Ini anak perempuan dan laki-laki ya, di bawah umur 18 tahun itu anak," kata dia.
Berdasarkan data dari DPPAPP Provinsi Jakarta, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak paling banyak terjadi di lingkungan rumah (1.132 kasus). Selain itu, kasus juga banyak terjadi di jalan (135 kasus), indekos (126 kasus), sekolah (119 kasus), kontrakan (88 kasus), dan lain-lain.
Sementara ihwal hubungan korban dan terlapor, yang paling banyak yang diduga melakukan kekerasan adalah suami (503 kasus). Selain itu, ada juga teman (351 kasus), orang tidak dikenal (281 kasus), tetangga (203 kasus), ayah kandung (197 kasus), pacar (147 kasus), dan lain-lain.
Sedangkan dari jenis kekerasan, yang paling banyak terjadi adalah anak korban kekerasan seksual (588 kasus). Selain itu, ada pula perempuan korban KDRT (412 kasus), perempuan korban kekerasan psikis (318 kasus), perempuan korban kekerasan fisik (276 kasus), anak korban kekerasan fisik (242 kasus), anak korban kekerasan psikis (236 kasus), anak korban kekerasan seksual (184 kasus), dan lain-lain.
Iin mengatakan, pihaknya telah menyediakan kanal pengaduan bagi korban, baik secara luring (offline) maupun daring (online). Pihaknya juga telah menyediakan layanan konseling untuk para korban. Ia menambahkan, pihaknya juga telah memiliki 44 titik pos pengaduan dengan masing-masing dua tenaga ahli, konselor dan paralegal, yang ada di 44 kecamatan atau RPTRA.
"Artinya kesadaran masyarakat semakin berani mengungkapkan atau speak up. Ini menjadi sesuatu pengetahuan yang semakin meningkat di masyarakat untuk berani menyampaikan hal-hal yang mungkin terjadi atau dilihat di lapangan," kata dia.
Berani speak up

48 minutes ago
5














































