Kata Wamendagri Soal Masa Jabatan Kepala Daerah Hasil Pilkada 2020 Terpotong

3 hours ago 7

TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto mengatakan masa jabatan kepala daerah hasil Pilkada 2020 terpotong demi kepentingan nasional. Bima menyampaikan pernyataan itu merespons sejumlah kepala daerah periode 2021-2026 yang mengkritik masa jabatannya terpotong atau tidak menjabat selama lima tahun penuh, karena pelantikan kepala daerah hasil Pilkada 2024 tidak dilakukan secara serentak.

“Kepentingan nasional lebih besar untuk sinkronisasi pembangunan. Jadi teman-teman yang jabatannya terpotong itu saya yakin dan percaya bahwa akan mengikuti kepentingan yang lebih besar ini,” kata Bima setelah menghadiri acara Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat, Kamis, 30 Januari 2025, seperti dikutip dari Antara.

Bima juga menuturkan masa jabatan kepala daerah hasil Pilkada 2020 pasti terpotong. “Enggak mungkin full sampai 2026. Itu enggak mungkin, bagaimanapun akan terpotong. Masalahnya, terpotongnya berapa bulan. Jadi tetap akan terpotong,” ujar dia.

Mantan Wali Kota Bogor, Jawa Barat, itu menyebutkan terpotongnya jabatan kepala daerah tersebut telah disepakati oleh Komisi II DPR bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan DKPP “Berdasarkan undang-undang, ya seperti itu. Sudah ada aturannya, kan semua sudah ditetapkan, yang terpilih ini ditetapkan sebagai pemenang,” ucapnya.

Karena itu, dia mengatakan Kemendagri akan melaksanakan peraturan dengan melantik kepala daerah hasil Pilkada 2024, meskipun berimbas pada terpotongnya masa jabatan kepala daerah hasil Pilkada 2020.

Wamendagri: Revisi Perpres 80/2024 akan Diproses Kementerian Sekretariat Negara

Dalam kesempatan itu, Bima mengatakan revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 80 Tahun 2024 tentang Tata Cara Pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota akan diproses Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg). “Perpresnya hari ini (Kamis) kami sampaikan ke Setneg drafnya, dan insyaallah nanti akan diproses finalisasi oleh Setneg,” kata dia.

Dia menjelaskan draf perpres tersebut mengatur revisi tanggal pelantikan kepala daerah hasil Pilkada 2024. “Kemudian, pelantikan yang langsung dilakukan oleh presiden terhadap bupati/wali kota, tetapi tempatnya tetap di ibu kota negara,” ujarnya.

Sebelumnya, Mendagri Tito Karnavian menargetkan revisi perpres tersebut dapat diterbitkan sebelum 6 Februari 2025. Dia menyampaikan hal itu setelah rapat kerja bersama Komisi II DPR di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu, 22 Januari 2025.

Tito mengatakan perpres tersebut akan menjadi landasan hukum bagi Presiden RI untuk melantik seluruh kepala daerah terpilih hasil Pilkada 2024, yang tidak bersengketa dalam perselisihan hasil pilkada (PHP) di Mahkamah Konstitusi (MK), pada 6 Februari 2025.

Adapun 6 Februari 2025 merupakan tanggal pelantikan hasil kesepakatan bersama antara Komisi II DPR RI bersama pemerintah dan penyelenggara pemilu dalam raker pada 22 Januari lalu.

Pemerintah dan DPR Sepakati Jadwal Pelantikan Kepala Daerah yang Tak Bersengketa

Sebelumnya, pemerintah dan DPR menyepakati pelantikan kepala daerah hasil Pilkada 2024 akan dilaksanakan pada 6 Februari 2025. Mekanisme itu berlaku bagi kepala daerah terpilih yang tidak bersengketa di MK.

Kesepakatan dicapai dalam rapat antara Komisi II DPR dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian pada Rabu, 22 Januari 2025. Turut hadir dan menyepakati isi rapat itu Ketua KPU Mochammad Afifudin, Ketua Bawaslu Rahmat Bagja, dan Ketua DKPP Heddy Lugito.

“Pelantikan serentak pada 6 Februari 2025 oleh Presiden Republik Indonesia di Ibu Kota Negara, kecuali Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Provinsi Aceh sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku,” kata Ketua Komisi II DPR Rifqinizamy Karsayuda usai rapat.

Sedangkan pelantikan kepala daerah hasil Pilkada Serentak 2024 yang masih dalam proses sengketa di MK dilaksanakan setelah Putusan MK berkekuatan hukum. Alasannya, amar putusan yang dikeluarkan MK terhadap perkara PHP bisa berbeda-beda. Misalnya, ada perkara yang mungkin saja akan diputus ditolak berdasarkan putusan dismissal proses di MK. 

“Yang itu nanti mungkin akan jauh lebih dulu putusannya. Kami prediksi sekitar pertengahan Februari, dan kalau di-exercise silakan ditanya ke Pak Mendagri secara teknis mungkin mereka (kepala daerah tersebut) akan bisa dilantik di pertengahan Maret tahun 2025, paling cepat,” ujarnya.

Politikus Partai Nasdem itu juga menyebutkan calon kepala daerah yang menghadapi sengketa di MK bisa juga perkaranya diproses lebih lanjut sehingga harus menunggu hingga amar putusan MK keluar untuk bisa dilantik. “Bagi mereka yang diteruskan prosesnya oleh MK, tentu kita akan mengikuti seluruh amar putusan MK. Apakah ditolak? Kalau ditolak, prosesnya kira-kira satu bulan setelah itu bisa dilantik,” tuturnya.

Dia mengatakan bisa saja juga MK mengeluarkan putusan yang mengamanatkan agar dilakukan pemungutan suara ulang. “Kalau kemudian ada yang pemungutan suara ulang, kita laksanakan dulu, penghitungan ulang laksanakan dulu, atau putusan-putusan yang lain, yang tentu tidak mungkin seluruh kepala daerah (bersengketa) yang diputus oleh MK itu bisa dilantik berbarengan,” ucapnya.

Sengketa Pilkada di MK meliputi pemeriksaan pendahuluan pada 8-16 Januari 2025. Tahap akhir Sidang Pengucapan Putusan Sengketa Pilkada digelar pada 7-11 Maret 2024. Jadwal tersebut disesuaikan dengan tenggat waktu MK memutus perkara sengketa pilkada. Berdasarkan Pasal 56 Peraturan MK Nomor 3 Tahun 2024, perkara Perselisihan Hasil Pilkada diputus MK dalam tenggang waktu paling lama 45 hari kerja sejak permohonan diregistrasi.

Daniel Ahmad Fajri dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan editor: Abdul Mu'ti Ungkap Alasan Kemendikdasmen Libatkan Sekolah Swasta dalam SPMB

Read Entire Article
Pemilu | Tempo | |